1. Benteng Mayangan
Benteng Mayangan adalah benteng peninggalan masa penjajahan Belanda di Mayangan, Probolinggo. Benteng ini terletak sekitar satu kilometer di sebelah selatan Pelabuhan Tanjung Tembaga. Bangunan benteng ini hanya tersisa beberapa bagian saja dan sempat terbengkalai. Namun reruntuhan benteng saat ini telah dirapikan dan pada beberapa bagian terdapat taman. Saat ini juga terdapat sebuah kedai kopi di bagian depan reruntuhan benteng.
Benteng ini dahulunya memiliki menara pemantau yang dapat melihat ke arah laut, tetapi keberadaan menara ini sudah tidak bersisa. Banyak bagian tembok yang sudah runtuh dan berlubang, sehingga batu-batu kali yang digunakan untuk membangun menjadi terlihat. Dalam kawasan benteng tersebut terdapat dua makam tentara Inggris.
2. Benteng Van Den Bosch
Benteng Van den Bosch, lebih dikenal sebagai Benteng Pendem adalah sebuah benteng yang terletak di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi. Benteng ini memiliki ukuran bangunan 165 m x 80 m dengan luas tanah 15 Ha. Lokasinya mudah dijangkau yakni dari Kantor Pemerintah Kabupaten Ngawi +/- 1 Km arah timur laut. Letak benteng ini sangat strategis karena berada di sudut pertemuan sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun. Benteng ini dulu sengaja dibuat lebih rendah dari tanah sekitar yang dikelilingi oleh tanah tinggi sehingga terlihat dari luar terpendam.
Di dalam benteng ini terdapat makam K.H Muhammad Nursalim, yaitu salah satu pengikut Pangeran Diponegoro yang ditangkap oleh Belanda dan dibawa ke Benteng ini, konon K.H. Muhammad Nursalim adalah orang yang menyebarkan agama Islam pertama di Ngawi.
Pada abad 19 Ngawi menjadi salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Jawa Timur dan dijadikan pusat pertahanan Belanda di wilayah Madiun dan sekitarnya dalam Perang Diponegoro (1825-1830). Perlawanan melawan Belanda yang berkobar didaerah dipimpin oleh kepala daerah setempat seperti di Madiun dipimpin oleh Bupati Kerto Dirjo dan di Ngawi dipimpin oleh Adipati Judodiningrat dan Raden Tumenggung Surodirjo, serta salah satu pengikut Pangeran Diponegoro bernama Wirotani. Pada tahun 1825 Ngawi berhasil direbut dan diduduki oleh Belanda. Untuk mempertahankan kedudukan dan fungsi strategis Ngawi serta menguasai jalur perdagangan, Pemerintah Hindia Belanda membangun sebuah benteng yang selesai pada tahun 1845 yaitu Benteng Van Den Bosch. Benteng ini dihuni tentara Belanda 250 orang bersenjatakan bedil, 6 meriam api dan 60 orang kavaleri dipimpin oleh Johannes van den Bosch.
3. Candi Badut
Candi Badut adalah sebuah candi yang terletak di kawasan Tidar, di bagian barat kota Malang. Secara administratif candi badut terletak di dusun Karang Besuki, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Lokasi candi ini berada di dekat Universitas Ma Chung, sekitar 15 menit berjalan kaki dari sana ke arah Timur. Lokasi ini juga dapat ditempuh dengan kendaraan umum jurusan Tidar arah menuju Institut Teknologi Nasional. Kata Badut diduga berasal dari bahasa Sanskerta Bha-dyut yang berarti sorot Bintang Canopus atau Sorot Agastya.
Candi ini diperkirakan berusia lebih dari 1400 tahun, merupakan yang tertua di Jawa Timur dan diyakini adalah peninggalan Prabu Gajayana, penguasa kerajaan Kanjuruhan sebagaimana yang termaktub dalam prasasti Dinoyo bertahun 760 Masehi. Candi Badut ini meninggalkan jejak purbakala sebagai peninggalan sejarah yang perlu di jaga dan dilestarikan keadaannya.
Para ahli menyatakan bahwa Candi Badut merupakan peralihan gaya bangunan Klasik dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Pada ruangan induk candi yang berisi lingga dan yoni, simbol Siwa dan Parwati. Sebagaimana umumnya percandian Hindu di Jawa, pada bagian dinding luar terdapat relung-relung yang semestinya berisi arca. Dua relung di kanan dan kiri pintu mestinya berisi arca Mahakala dan Nandiswara, relung utara untuk arca Durga Mahisasuramardini, relung timur untuk arca Ganesha, dan di sisi selatan terdapat relung untuk arca Agastya yakni Siwa sebagai Mahaguru. Namun di antara semua arca itu hanya arca Durga Mahisasuramardini yang tersisa di Candi Badut.
4. Candi Bajang Ratu
Candi Bajangratu terletah di Dukuh Kraton, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, sekitar 3,5 km dari Candi Wringinlawang dan sekitar 600 m dari Candi Tikus.
Candi Bajang Ratu atau juga dikenal dengan nama Gapura Bajang Ratu adalah sebuah gapura / candi peninggalan Majapahit yang berada di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia.
Bangunan ini diperkirakan dibangun pada abad ke-14 dan adalah salah satu gapura besar pada zaman keemasan Majapahit. Menurut catatan Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Mojokerto, candi / gapura ini berfungsi sebagai pintu masuk bagi bangunan suci untuk memperingati wafatnya Raja Jayanegara yang dalam Negarakertagama disebut "kembali ke dunia Wisnu" tahun 1250 Saka (sekitar tahun 1328 M). Namun sebenarnya sebelum wafatnya Jayanegara candi ini dipergunakan sebagai pintu belakang kerajaan. Dugaan ini didukung adanya relief "Sri Tanjung" dan sayap gapura yang melambangkan penglepasan dan sampai sekarang di daerah Trowulan sudah menjadi suatu kebudayaan jika melayat orang meninggal diharuskan lewat pintu belakang.
5. Candi Bangkal
Candi Bangkal adalah sebuah candi peninggalan Majapahit yang terletak di Desa Candiharjo, Dusun Bangkal, kecamatan Ngoro, Mojokerto Jawa Timur. Denah candi berbentuk segi empat. Pada kaki candi terdapat tangga menuju bilik candi. Di atas pintu bilik terdapat hiasan kala. Candi ini termasuk salah satu yang masih berdiri kokoh. Candi ini diperkirakan dibangun pada masa Majapahit.
6. Candi Belahan
Petirtaan Belahan, dikenal juga sebagai Candi Belahan adalah sebuah pemandian bersejarah yang dibangun pada abad ke-11, pada masa pemerintahan raja Airlangga dari Kerajaan Kahuripan. Petirtaan Belahan terletak di sisi timur Gunung Penanggungan, tepatnya di Dusun Belahan Jowo, Desa Wonosunyo, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan. Pemandian ini berbentuk kolam persegi empat yang mendapat pasokan air dari sebuah sungai kecil. Dinding sebelah barat belakang mengepras lereng gunung penanggungan dengan bentuk relung-relung yang dahulunya berisi arca perwujudan Airlangga sebagai dewa Wishnu. Dengan ukuran panjang 6,14 m dan lebar 6,14 m
Menurut sejarah, selain sebagai tempat pertapaan Prabu Airlangga, petirtaan ini juga di fungsikan sebagai pemandian selir-selir Prabu Airlangga. Oleh karena itu, sebagai bentuk pengabdian dibangunlah 2 patung permaisuri Prabu Airlangga, yaitu Dewi Laksmi dan Dewi Sri.
7. Candi Brahu
Candi Brahu merupakan salah satu candi yang terletak di dalam kawasan situs arkeologi Trowulan, bekas ibu kota Majapahit. Tepatnya, candi ini berada di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, atau sekitar dua kilometer ke arah utara dari jalan raya Mojokerto, Jombang.
Nama candi ini, yaitu 'brahu', diduga berasal dari kata wanaru atau warahu. Nama ini didapat dari sebutan sebuah bangunan suci yang disebut dalam Prasasti Alasantan. Prasasti tersebut ditemukan tak jauh dari Candi Brahu.
Candi Brahu dibangun dengan batu bata merah, menghadap ke arah barat dan berukuran panjang sekitar 22,5 m, dengan lebar 18 m, dan berketinggian 20 meter.
Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur Buddha. Diperkirakan, candi ini didirikan pada abad ke-15 Masehi meskipun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini. Ada yang mengatakan bahwa candi ini berusia jauh lebih tua daripada candi-candi lain di sekitar Trowulan.
Dalam prasasti yang ditulis Mpu Sendok bertanggal 9 September 939 (861 Saka), Candi Brahu disebut merupakan tempat pembakaran (krematorium) jenazah raja-raja. Akan tetapi, dalam penelitian tak ada satu pakar pun yang berhasil menemukan bekas abu mayat dalam bilik candi. Hal ini diverifikasi setelah dilakukan pemugaran candi pada tahun 1990 hingga 1995.
8. Candi Deres
Candi Deres adalah sebuah peninggalan berupa reruntuhan di Desa Purwoasri, Kecamatan Gumukmas di Kabupaten Jember, provinsi Jawa Timur. Bangunan dibuat dari batu bata besar khas Majapahit yang kini kekuatannya ditopang dan dicengkeram pohon beringin.
Candi ini ditemukan pada tahun 1980-an. Keberadaan candi ini sangat memprihatinkan karena sudah sangat parah sejak pertama kali ditemukan. Ada kemungkinan Candi Deres ini dibangun pada masa Raja Hayam Wuruk pada waktu mengadakan perjalanan panjang (tirtayatra) keliling Jawa Timur pada tahun 1359 Masehi dengan jarak tempuh sekitar 1700 kilometer.
Bahan yang digunakan adalah batu bata merah ukuran besar dengan kualitas pembakaran yang sangat baik sehingga mampu bertahan hingga sekarang. Ciri khas batu bata majapahit adalah guratan motif sulur memanjang dan melengkung seperti hasil guratan jari. Candi Deres termasuk peninggalan cagar budaya di Kabupaten Jember yang pengelolaannya di bawah BP3 Purbakala, Trowulan Mojokerto.
9. Candi Jabung
Candi jabung adalah salah satu candi hindu peninggalan kerajaan Majapahit. Candi ini terletak di Desa Jabung, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Struktur bangunan candi yang hanya dari bata merah ini mampu bertahan ratusan tahun. Menurut keagamaan, Agama Budha dalam kitab Nagarakertagama Candi Jabung di sebutkan dengan nama Bajrajinaparamitapura. Dalam kitab Nagarakertagama candi Jabung dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk pada lawatannya keliling Jawa Timur pada tahun 1359 Masehi. Pada kitab Pararaton disebut Sajabung yaitu tempat pemakaman Bhre Gundal salah seorang keluarga raja.
Arsitektur bangunan candi ini hampir serupa dengan Candi Bahal yang ada di Bahal, Sumatra Utara. Pada tahun 1848 pernah di teliti oleh Regg dan disebut pula dalam "History of Java", buku karya Th. Stamford Raffles (1917).
10. Candi Jago
Candi Jago merupakan situs peningalan bersejarah berupa Candi yang berlokasi di Dusun Jago, Desa Tumpang, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur atau sekitar 22 km dari Kota Malang.
Menurut kitab Negarakertagama pupuh 41:4 dan Pararaton, nama Candi Jago sebenarnya berasal dari kata "Jajaghu", yang didirikan pada masa Kerajaan Singhasari pada abad ke-13. Jajaghu, yang artinya adalah 'keagungan', merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut tempat suci.
Candi jago berlatar agama Buddha Tatrayana. Salah satu ciri dari agaama Buddha Tatrayana adalah arcanya yang berbentuk amoghapasa, bentuk Tatris dari awaloketeswara disertai pengiring-pengiring nya. Arca tersebut merupakan arca dari perwujudan dari raja keempat singasari yang bernama Raja Wisnuwarddhana, yang meninggal tahun 1190 Saka (1280 Masehi)
Candi ini cukup unik, karena bagian atasnya hanya tersisa sebagian dan menurut cerita setempat karena tersambar petir. Relief-relief Kunjarakarna dan Pancatantra dapat ditemui di candi ini. Secara keseluruhan bangunan Candi ini tersusun atas bahan batu andesit.
Pada candi inilah Adityawarman kemudian menempatkan Arca Manjusri seperti yang disebut pada Prasasti Manjusri. Sekarang Arca ini tersimpan di Museum Nasional dengan nomor inventaris D. 214.
11. Candi Jawi
Candi Jawi (nama asli: Jajawa) adalah candi yang dibangun sekitar abad ke-13 dan merupakan peninggalan bersejarah Hindu-Buddha Kerajaan Singhasari yang terletak di terletak di kaki Gunung Welirang, tepatnya di desa Candi Wates, Prigen, Pasuruan, Jawa Timur, sekitar 31 kilometer dari kota Pasuruan.
Candi ini terletak di pertengahan jalan raya antara Kecamatan Pandaan - Kecamatan Prigen dan Pringebukan. Candi Jawi banyak dikira sebagai tempat pemujaan atau tempat peribadatan Buddha, tetapi sebenarnya merupakan tempat pendharmaan atau penyimpanan abu dari raja terakhir Singhasari, Kertanegara. Sebagian dari abu tersebut juga disimpan pada Candi Singhasari. Kedua candi ini ada hubungannya dengan Candi Jago yang merupakan tempat peribadatan Raja Kertanegara.
12. Candi Jolotundo
Candi Jolotundo adalah Obyek wisata peninggalan sejarah yang berada di Dukuh Balekambang, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Mojokerto, Jawa Timur.
Candi Jolotundo, merupakan bangunan Patirtan peninggalan Raja Udayana dari Bali diperuntukan bagi Raja Airlangga setelah dinobatkan menjadi Raja Sumedang Kahuripan. Secara geografis Candi Jolotundo berada di ketinggian sekitar 800 meter di atas permukaan laut (Mdpl) tepatnya di bukit Bekel, lereng barat Gunung Penanggungan.
Konon, petirthan Jolotundo memiliki sumber mata air kualitasnya terbaik setelah air zam-zam atau nomer dua dunia. Tak pelak, masyarakat Mojokerto maupun luar Mojokerto, banyak datang untuk melakukan ritual dan mengambil air dipercaya memiliki banyak khasiat ini.
Candi Jolotundo terdapat dua sendang (tempat mandi) berdindingkan batu, di sisi kiri dan sisi kanan, berukuran 2x2 meter menghadap ke Barat. Air sumber keluar dari lubang di tengah batu dinding di sisi timur. Sementara di tengah ada kolam bertingkat, dan dibawahnya terdapat kolam berukuran sekitar 6x8 meter, dan banyak terdapat ikan berukuran besar.
13. Candi Kedaton
Candi Kedaton Probolinggo
Candi Kedaton Mojokerto (
Sumber)
Candi Kedaton adalah nama candi di Indonesia yang bermakna candi kedatuan. Di Jawa Timur terdapat 2 candi yang disebut dengan nama 'Candi Kedaton', yaitu Candi Kedaton Probolinggo, merupakan salah satu candi peninggalan agama Hindu atau salah satu candi Hindu di Indonesia yang dibangun sekitar akhir abad ke 14 tepatnya tahun 1370 masehi, terbuat dari batu andesit. Candi ini berlokasi di Dusun Lawang Kedaton, Desa Andung Biru, Kecamatan Tritis, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. yang lainnya adalah Candi Kedaton Trowulan, merupakan batur atau pondasi yang berupa struktur batu bata merah yang menyerupai candi. Candi ini berlokasi di Dusun Kedaton, Desa Sentonorejo, Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
14. Candi Kidal
Candi Kidal adalah salah satu candi warisan dari kerajaan Singasari. Candi ini dibangun sebagai bentuk penghormatan atas jasa besar Anusapati, Raja kedua dari Singhasari, yang memerintah selama 20 tahun (1227 - 1248). Kematian Anusapati dibunuh oleh Panji Tohjaya sebagai bagian dari perebutan kekuasaan Singhasari, juga diyakini sebagai bagian dari kutukan Mpu Gandring.
Candi Kidal secara arsitektur, kental dengan budaya Jawa Timuran, telah mengalami pemugaran pada tahun 1990. Candi kidal juga memuat cerita Garudeya, cerita mitologi Hindu, yang berisi pesan moral pembebasan dari perbudakan. Sampai sekarang candi masih terjaga dan terawat.
Candi Kidal terbuat dari batu andesit dan berdimensi geometris vertikal. Candi Kidal memiliki 3 bagian yaitu kaki, tubuh dan atap. Kaki candi tampak agak tinggi dengan tangga masuk keatas kecil-kecil seolah-olah bukan tangga masuk sesungguhnya. Badan candi lebih kecil dibandingkan luas kaki serta atap candi sehingga memberi kesan ramping. Pada kaki dan tubuh can di terdapat hiasan medallion serta sabuk melingkar menghiasi badan candi. Atap candi terdiri atas 3 tingkat yang semakin keatas semakin kecil dengan bagian paling atas mempunyai permukaan cukup luas tanpa hiasan atap seperti ratna (ciri khas candi Hindu) atau stupa (ciri khas candi Budha). Masing-masing tingkat disisakan ruang agak luas dan diberi hiasan. Konon tiap pojok tingkatan atap tersebut dulu disungging dengan berlian kecil.
Hal menonjol lainnya adalah kepala kala yang dipahatkan di atas pintu masuk dan bilik-bilik candi. Kala, salah satu aspek Dewa Siwa dan umumnya dikenal sebagai penjaga bangunan suci. Hiasan kepala kala Candi Kidal tampak menyeramkan dengan matanya melotot, mulutnya terbuka dan tampak dua taringnya yang besar dan bengkok memberi kesan dominan.
15. Candi Pamotan
Candi Pamotan adalah dua (sisa) bangunan peninggalan masa klasik yang berlokasi di Pamotan, Desa Beringin, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Kedua candi berjarak 50 meter, Candi Pamotan I adalah yang berukuran lebih besar. Keduanya telah termasuk bangunan cagar budaya oleh pemerintah Kabupaten Sidoarjo.
Candi Pamotan dibuat dari bata merah, yang dikelilingi lubang berbentuk persegi panjang yang tergenang air bila hujan. Ukuran kedua candi hampir berbentuk persegi (bujursangkar). Candi Pamotan I memiliki panjang 4,84 meter dan lebar 4,78 meter. Candi Pamotan II berukuran 4,75 meter panjang dan 4,30 meter lebar. Kondisi Candi Pamotan II lebih parah dibadingkan Candi Pamotan pertama.
Walujo BA, penilik kebudayaan, dalam catatannya menyebutkan, Candi Pamotan diteliti pertama kali oleh GLA Brandes, orang Belanda, pada tahun 1903. Namun, hingga 1921 candi ini tak pernah dikunjungi para ahli. Baru tahun 1923 NJ Krom, ahli purbakala, menulis tentang candi ini.
Menurut Krom, bentuk profil Candi Pamotan lazim digunakan pada candi-candi di Jawa Timur. Candi ini memiliki gaya periode Majapahit.
Candi Pamotan II ditemukan sekitar 50 meter dari penemuan candi yang pertama, berupa tumpukan batu bata mirip candi. Candi tersebut belum punya nama, sehingga disebut Candi Pamotan II. Candi Pamotan terletak di dekat Candi Pari.
16. Candi Penataran
Candi Penataran atau nama aslinya adalah Candi Palah adalah sebuah gugusan candi bersifat keagamaan Hindu Siwaitis yang terletak di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Candi termegah dan terluas di Jawa Timur ini terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar, pada ketinggian 450 meter di atas permukaan laut. Dari prasasti yang tersimpan di bagian candi diperkirakan candi ini dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kadiri sekitar tahun 1200 Masehi dan berlanjut digunakan sampai masa pemerintahan Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1415.
Dalam kitab Desawarnana atau Nagarakretagama yang ditulis pada tahun 1365, Candi ini disebut sebagai bangunan suci "Palah" yang dikunjungi Raja Hayam Wuruk dalam perjalanan kerajaan bertamasya keliling Jawa Timur.
17. Candi Singasari
Candi Singasari merupakan candi Hindu - Buddha peninggalan bersejarah dari Kerajaan Singasari berlokasi di Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Indonesia, sekitar 10 km dari Kota Malang. Candi ini berada pada lembah di antara Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna pada ketinggian 512m di atas permukaan laut.
Cara pembuatan Candi Singasari ini menggunakan sistem menumpuk batu andesit hingga ketinggian tertentu selanjutnya diteruskan dengan mengukir dari atas baru turun ke bawah.
Candi Singasari ditemukan oleh Nicolaus Engelhard pada tahum 1803. Uniknya candi ini sempat menarik perhatian Th. Stamford Raffles yang mengunjunginya pada tahun 1855. Saat itu disebutkan bahwa candi tersebut berada di tengah hutan jati yang baru dibabat pada tahun 1820.
Komplek percandian menempati areal 200 m × 400 m dan terdiri dari beberapa candi. Candi yang juga dikenal dengan nama Candi Cungkup atau Candi Menara ini, menunjukkan bahwa Candi Singasari adalah candi yang tertinggi pada masanya.
18. Candi Songgoriti
Candi Sanggariti atau Songgoriti adalah sebuah candi yang terletak di Kota Batu, Jawa Timur, Indonesia. Candi ini berada di dekat satu sumber air panas, yang di sekitarnya terdapat tempat outbound Malang, dan juga pasar wisata.
Songgoriti adalah candi tertua di Jawa Timur yang belum diketahui secara pasti kapan masa pembangunannya. Diduga berasal dari masa pemerintahan Mpu Sindok, yakni sekitar abad ke 9 sampai 10 Masehi ketika perpindahan kekuasaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Sebagian tubuh candi berasal dari batu andesit dan yang dapat disaksikan saat ini merupakan bagian kaki candi. Candi Songgoriti berukuran 14,36 x 10 meter, tinggi 2,44 meter.
Terdapat relung atau cekukan pada tubuh candi yang digunakan untuk tempat berdirinya arca. Cekukan disebelah Timur adalah tempat untuk arca Ganesha yang kini arcanya tinggal sebagian. Sebelah Utara sudah tidak memiliki arca karena hilang, dan relung Barat arcanya sudah tidak menempel, tapi tersimpan di lingkungan candi. Arca tersebut adalah arca Agastya yang merupakan wujud lain Dewa Siwa. Karena bukti-bukti dari arca tersebut menunjukkan jika Candi Songgoriti merupakan bangunan candi yang bersifat Hindu beraliran Siwa. Ditengah candi terdapat lubang sampai dasar candi yang terisi air. Pada sisi sebelah Timur candi terdapat mata air panas yang berwarna kuning, yang berarti air tersebut mengandung belerang.
Menurut cerita rakyat setempat, dahulu lokasi candi tersebut merupakan kawah dari gunung berapi yang mengeluarkan air panas. yang akhirnya datanglah Mpu Supo yang membangun candi diatas kawah tersebut sehingga airnya tidak mengalir ke mana-mana. Candi ini pertama ditemukan pada tahun 1799 oleh Van ijsseldijk, lalu diperbaiki oleh arkeolog Belanda pada 1849 oleh Rigg dan Brumund pada tahun 1863. Renovasi besar-besaran dan inventarisasi dilakukan oleh Knebel pada tahun 1902 dan berlangsung pada tahun 1921 sampai 1938.
19. Candi Tikus
Candi Tikus adalah sebuah peninggalan dari kerajaan yang bercorak hindu yang terletak di Kompleks Trowulan, tepatnya di dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Nama ‘Tikus’ hanya merupakan sebutan yang digunakan masyarakat setempat. Konon, pada saat ditemukan, tempat Candi tersebut berada merupakan sarang tikus.
Mengunjungi Candi Tikus ini, jauhnya sekitar 13 km di sebelah tenggara kota Mojokerto. Patokannya dari jalan raya Mojokerto-Jombang, tepat di perempatan Trowulan, membelok ke timur, melewati Kolam Segaran dan sekitar 600 m dari Candi Bajangratu di sebelah kiri jalan.
Candi Tikus yang semula telah terkubur dalam tanah ditemukan kembali pada tahun 1914. Penggalian situs dilakukan berdasarkan laporan bupati Mojokerto, R.A.A. Kromojoyo Adinegoro, tentang ditemukannya miniatur candi di sebuah pekuburan rakyat. Pemugaran secara menyeluruh dilakukan pada tahun 1984 sampai dengan 1985.
Belum didapatkan sumber informasi tertulis yang menerangkan secara jelas tentang kapan, untuk apa, dan oleh siapa Candi Tikus dibangun. Akan tetapi dengan adanya miniatur menara diperkirakan candi ini dibangun antara abad ke-13 sampai ke-14 M, karena miniatur menara merupakan ciri arsitektur pada masa itu.
20. Gedung Balai Pemuda
Balai Pemuda di kota Surabaya adalah salah satu gedung bersejarah (cagar budaya) yang dilindungi oleh Pemerintah Kota Surabaya. Gedung Balai Pemuda terletak di Jalan Gubernur Suryo No.15, Surabaya, Jawa Timur.
Gedung Balai Pemuda dibangun pada 1907 saat masa kolonial Hindia-Belanda. Gedung Balai Pemuda ini bergaya ekletisisme, gaya campuran yaitu neo gothic, renaissance dan klasika romanika.
Pada zaman penjajahan, gedung ini merupakan ruang publik bagi masyarakat Belanda.Gedung ini pula merupakan pusat tempat rekreasi orang-orang Belanda untuk pesta, berdansa, bowling. Kini Gedung tersebut telah menjadi pusat kreativitas budaya.
21. Gedung Nasional Indonesia
Gedung Nasional Indonesia (GNI) yang berlokasi di Jalan Bubutan adalah salah satu gedung yang menjadi saksi sejarah Bangsa Indonesia dan perjuangan Dr. Soetomo. Pemerintah Kota Surabaya pun menetapkan gedung ini sebagai salah satu bangunan cagar budaya. Gedung tersebut kini sering digunakan untuk acara-acara pernikahan.
Gedung ini dibangun atas inisiatif Dr. Soetomo sepulangnya dia dari menyelesaikan studi di Amsterdam dan menjadi saksi dari pergerakan pemuda-pemuda Indonesia di sana.
Pada tanggal 11 Juli 1924, Dr. Soetomo mendirikan sebuah perkumpulan bernama Indonesische Studiclub (IS) berkat pengalaman organisasinya di Belanda. Pada masa itu, rapat-rapat umum hanya dilaksanakan di bisokop dan sifatnya tidak teratur. Karena ketiadaan tempat rapat inilah, Dr. Soetomo berinisiatif untuk mendirikan Gedung Nasional Indonesia.
Peletakan soko guru pendopo dilakukan oleh Dr. Soetomo selaku ketua pada tanggal 11 Juli 1930. Sementara itu, batu pertama pagar GNI dipasang oleh Kaum Isteri Indonesia pada tanggal 13 Juli 1930. (
sumber)
22. Gedung Sejarah bekas Bank Javasche Soerabaia
Museum Bank Indonesia (Indonesian Museum Bank Indonesia) terletak di Surabaya, Indonesia. Museum ini secara khusus didirikan oleh Bank Indonesia dan dibuka pada tanggal 27 Januari 2012 setelah direstorasikan. Museum yang menempati gedung ini dikenal sebagai De Javasche Bank (sekarang: Bank Indonesia)sebagai Bank sentral Hindia Belanda yang bermarkas di Batavia. Setelah kemerdekaan Indonesia gedung ini terus berfungsi sebagai cabang Bank Indonesia di Surabaya hingga tahun 1973. Museum ini tutup pada hari Senin dan hari libur. Meseum ini tidak memungut biaya masuk.
Museum ini memiliki tiga lantai dan menampilkan sejarah sistem perbankan di Indonesia, foto-foto lama dari Surabaya dan juga koleksi mata uang kuno. Tampilan museum dibagi menjadi tiga ruang:
- Ruangan Koleksi Mata Uang Lama: Ruangan sebelumnya berfungsi sebagai kamar aman deposito dan digunakan untuk menampilkan mata uang lama Indonesia.
- Ruangan Koleksi dari Konservasi: Ruangan mengandung bahan bangunan yang diganti untuk konservasi, sejarah, juga konstruksi bank.
- Ruangan Koleksi Harta Budaya: Ruangan mesin bank lama, tampilan, dan peralatan.
23. Gereja Merah
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel, Probolinggo, atau lebih diakrabi sebagai Gereja Merah terletak di Jalan Suroyo 32 Probolinggo.
Disebut Gereja Merah karena keseluruhan banguan cagar budaya ini didominasi warna merah menyala. Tapi saat awal dibangun, warna cat yang dipakai untuk melapisi bangunan ini tidaklah merah, melainkan putih. Hal tersebut dapat dilihat dari foto di ruang pastori gereja.
Gereja Merah dibangun pada masa kependudukan VOC di Indonesia, tahun 1862. Gereja bergaya gothic yang keseluruhan struktur bangunannya terbuat baja ini, dibangun dengan sistem knock down.
Sampai saat ini, bangunan tua yang menjadi cagar budaya dan salah satu objek wisata religi milik pemerintah kota setempat ini, masih aktif digunakan sebagai tempat ibadah setiap hari Minggu pagi. Namun, saat Jepang masuk ke Indonesia (1942-1945), Gereja Merah pernah beralih fungsi menjadi gudang senjata.
24. Goa Jepang 1943
Goa Jepang 1943 adalah sebuah gua peninggalan Jepang di Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Gua ini mdemiliki lebar 2,5 meter dan tinggi sekitar 4 meter. Diperkirakan Goa ini dibangun pada 1943 oleh warga Indonesia yang dijadikan romusha pada masa penjajahan Jepang di Indonesia. Gua itu kemudian tertutup hingga ditemukan kembali dan lokasinya berada di kawasan Hotel Inna Tretes, tepatnya di bawah lobi dan restoran hotel peninggalan Belanda itu.
25. Klenteng Hong Tiek Hian
Klenteng Hong Tiek Hian adalah sebuah tempat ibadah penganut kepercayaan tradisional Tionghoa di Indonesia yang bera;lamat di Jl. Dukuh No.23, RT.002/RW.05, Nyamplungan, Kec. Pabean Cantian, Kota SBY, Jawa Timur. Klenteng yang sudah berdiri ratusan tahun lamanya ini berada di kawasan Pecinan Surabaya.
Ini merupakan salah satu klenteng tertua di Surabaya. Konon, Klenteng ini dibangun oleh Pasukan Tar-Tar di zaman Khu Bilai Khan di awal Kerajaan Majapahit berdiri.
Karena terletak di Jalan Dukuh, membuat masyarakat sekitar mengenal klenteng ini dengan sebutan Klenteng Dukuh. Klenteng Hong Tiek Hian ramai dikunjungi warga penganut Khong Hu Chu untuk beribadah pada hari-hari besar warga Tionghoa seperti saat Imlek.
Makam Dr. Soetomo adalah makam salah satu pendiri organisasi Budi Utomo, yakni
dr Soetomo. Makam ini berada di Jl. Raya Bubutan, Surabaya. Jejak perjuangan Dr. Soetomo dapat kita jumpai di Gedung Nasional Indonesia (GNI) yang terdapat di kawasan Bubutan, Surabaya. Di kompleks GNI, tepatnya di belakang gedung, akan dijumpai Museum Dr. Soetomo. Museum ini diresmikan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, pada 29 November 2017.
Gedung dua lantai ini menyimpan barang-barang pribadi peninggalan Dr. Soetomo. Dari koleksi semasa menjadi dokter di Rumah Sakit CBZ (Central Burgelijke Ziekeninrichting) yang lalu berubah nama menjadi Rumah Sakit Simpang (saat ini sudah menjadi gedung Plaza Surabaya), cerita mengenai perjuangan Dr. Soetomo semasa hidup, hingga pernikahannya dengan perempuan Belanda, Everdina J. Broering.
Museum itu menempati eks gedung Bank Nasional Indonesia, yang dibangun di tahun 1930. Letaknya yang berada di belakang bangunan utama (pendopo--red) GNI menjadikan museum ini sepi pengunjung.
27. Pendopo Agung Trowulan
Pendopo Agung Trowulan merupakan situs yang berada di wilayah Dusun Nglinguk, Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Pendopo Agung didirikan pada 15 Desember 1966 atas prakarsa Kolonel Sampurna. Pendirian bangunan ini dengan berdasar pada umpak-umpak yang ditemukan di situs, gajah mada yang menurut anggapan mereka pada masa dahulu pasti berdiri pendopo yang sangat besar yang layak menjadi pendopo keraton. Di depan pendopo selanjutnya didirikan patung Raden Wijaya sebagai pendiri kerajaan Majapahit dan di belakangnya terdapat relief Gajah Mada sedang melakukan sumpah Amukti Palapa.
Sebelum berdiri pendopo, umpak-umpak batu berdenah segi enam berdiri berjajar membujur arah barat-timur sebanyak 26 buah. cancangan gajah Enam belas di antaranya digunakans ebagai umpak pendopo, satu umpak digunakan sebagai candra sengkala berdirinya Pendopo Agung, sedang sisanya diletakkan di halaman sebelah barat pendopo. Tiga di antara enam belas umpak tersebut posisinya masih di situ difungsikan sebagai umpak saka guru. Di halaman barat dan selatan pendopo terdapat semacam tiang batu yang oleh masyarakat disebut batu cancangan gajah. Di halaman belakang Pendopo Agung terdapat makam yang disebut Kubur Panggung. Penelitian terdahulu menyebutkan di bawah bangunan makam ini terdapat struktur bata yang saling bersilangan, sebagai bagian dari peninggalan Majapahit. (
Sumber)
28. Petirtaan Watugede
Petirtaan Watugede terletak di Dusun Sanan, Kelurahan Watugede, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Petirtaan Candi Jolotundo memiliki luas bangunan 112,5 m2 dengan luas lahan 2.516 m2.
Menurut para ahli yang melihat latar sejarah petirtaan dan juga gaya hiasannnya, dapat diperkirakan bahwa petirtaan Watugede berasal dari abad XIV. Pada abad ini, Kerajaan Majapahit merupakan suatu kerajaan terbesar kekuasaannya pada saat itu. Dapat disimpulkan bahwa petirtaan Watugede berasal dari zaman kerajaan Majapahit.
Bangunan petirtaan Watugede terletak 9 m lebih rendah dibanding permukaan lahan di sekitarnya, terdiri dari dua petak kolam. Dasar kolam yang terletak di utara lebih tinggi dibanding kolam yang terletak di Selatan. Dinding kolam selatan saat ini tertimbun tanah. Kolam utara berdenah persegi berukuran 22,50 x 18 m, memiliki tangga di sisi barat. Struktur bangunan terbuat dari batu bata rata-rata berukuran 35 x 24 x 7 cm. Namun sayangnya bangunan pada saat ini tidak lagi sempurna karena bagian atas struktur, bata dan panjang struktur sudah tidak terdapat lagi.
Air yang terdapat pada kolam berasal dari mata air di bawah pohon Lo yang terdapat pada timur kolam/petirtaan.
29. Pura Mandara Giri Semeru Agung
Pura Mandara Giri Semeru Agung adalah tempat peribadatan umat Hindu tertua di Indonesia yang berada di Desa Senduro, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Arsitektur dan tata ruang pura ini mirip dengan Pura yang berada di Bali. Sekaligus dibalut dengan gaya arsitektur khas Majapahit. Terdapat ruangan Aula atau Pandapa, ornamen patung gajah atau bale gajah.
Pura ini memiliki nama lain Pura Kahyangan Jagat (tempat pemujaan Hyang Widi Wasa) oleh umat Hindu. Oleh karena itu, di hari-hari tertentu atau hari besar Hindu, pura ini ramai dikunjungi. Apalagi saat ulang tahun pura (Piodalan) tersebut banyak pengunjung umat Hindu dari Pulau Dewata. Bahkan bisa sampai puluhan bus yang berjajar di depan pura saat hari raya umat Hindu.
30. Siti Inggil Trowulan Mojokerto / Siti Inggil Cemetery
Situs Siti inggil terletak di Dusun Kedungwulan Desa Bejijong Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto Provinsi Jawa Timur. Situs ini merupakan suatu fondasi bangunan dengan bahan bata, seperti halnya bangunan-bangunan masa majapahit. Denah segi empat, arah hadap ke barat dan berhias pilaster. Di atas bangunan ini sekarang berdiri makam baru yang dikeramatkan oleh aliran-aliran tertentu. Disamping itu areal sekitar Siti Inggil juga didirikan bangunan baru berkaitan dengan aliran tersebut di atas. Bangunan Siti Inggil sangat teduh, karena di tengan fondasi bangunan berdiri pohon beringin yang cukup besar.
Tempat ini merupakan petilasan Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jawawardhana atau Brawijaya I yang menjadi tonggak awal lahirnya Majapahit di tahun 1293 M. Semasa kecilnya, Raden Wijaya dipanggil dengan nama Djoko Suruh. Petilasan yang sebelumnya lebih terkenal dengan istilah Lemah Geneng itu berada di dusun Kedungwulan, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
Petilasan tersebut berbentuk makam dengan panjang sekitar 2 meter lebih. Masyarakat desa sekitar turun temurun meyakini bahwa di dalam kompleks bangunan makam ini bukan jenazah Raden Wijaya, melainkan hanya sebagian abu dari jenazahnya yang dibakar.
Di dalam kompleks petilasan ini terdapat beberapa nisan. Selain makam Raden Wijaya yang paling besar dan panjang, di dalamnya juga terdapat makam orang terdekatnya yaitu Permaisuri Brawijaya pertama yakni Gayatri, juga dua istri selir bernama Ndoro Petak dan Ndoro Jinggo.