Papua adalah provinsi yang terletak di bagian tengah Pulau Papua atau bagian paling timur wilayah Papua milik Indonesia. Belahan timurnya merupakan negara Papua Nugini. Provinsi Papua sebelumnya bernama Irian Jaya yang mencakup seluruh wilayah Pulau Papua. Sejak tahun 2003 dibagi menjadi dua provinsi, dengan bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya memakai nama Papua Barat (Pabar). Provinsi Papua memiliki luas 316.553,07 km2 dan merupakan provinsi terbesar dan terluas pertama di Indonesia.
Sudah sejak lama daerah Papua sering disinggahi para penjelajah asing, beberapa dia antara mereka berniaga untuk mendapatkan rempah-rempah asli Papua. Bangsa Tiongkok berniaga ke Papua sekitar akhir tahun 500 M, oleh bangsa Tiongkok Papua diberi nama Tungki.
Melihat kesuksesan pedangang asal China, di awal tahun 700 M, pedagang Persia dan Gujarat mulai berdatangan ke Papua, juga termasuk pedagang dari India. Tujuan mereka untuk mencari rempah-rempah. Para pedagang ini sebut nama Papua dengan Dwi Panta dan Samudranta, yang artinya Ujung Samudra dan Ujung Lautan.
Pada abad ke-14, kepulauan Papua dikuasai oleh Kerajaan Tidore, dan baru pada abad ke-16, Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore memiliki wilayah dari Sulawesi dan Papua. Nama Papua sendiri berasal dari kata Papa-Ua, yaitu penamaannya oleh Kerajaan Tidore, dimana dalam bahasa Tidore, itu berarti tidak bergabung atau tidak bersatu, yang artinya di pulau ini tidak ada raja yang memerintah.
Semakin dikenalnya negeri Papua oleh orang luar membuat masuknya para pedagang dari Eropa ke Nusantara yang menjadikan awal kolonialismenya.
Beberapa pandangan berbeda menjelaskan bagaimana pertama kali Islam masuk dan menyebar di tanah Papua. Syiar Islam di negeri Mutiara Hitam mulanya tersebar di wilayah Papua Barat. Masyarakat di sana meyakini, Islam lebih dahulu tersebar dibandingkan agama lain.
Bukti penyebaran Islam di tanah Papua adalah berdirinya masjid bersejarah. Terdapat tiga masjid bersejarah di sana.
Daftar Isi:
2.5. Monumen Pendaratan Tentara Jepang3.
Kab. Merauke 3.1. Gedung Bekas Kantor Pos 3.2. Gedung Bekas Kantor Residen
4. Kab. Boven Digoel
4.1. Bekas Penjara Boven Digoel
Wisata Bukit atau Gunung Srobu terletak di Kelurahan Abepantai, Distrik Abepura. Situs prasejarah Gunung Srobu merupakan sebuah tanjung yang membentang di perairan Teluk Youtefa seluas 5.250 m2, dan tanjung ini menyatu atau bagian dari kaki gunung Tiahnuh di sebelah baratnya.
Situs Gunung Srobu merupakan hasil peninggalan buatan tangan manusia dari Zaman Megalitikum 350 Sebelum Masehi (SM). Situs ini tertua di Papua dan Papua Barat, bahkan di wilayah Pasifik.
Saat melakukan survei intensif di wilayah antara Bukit Srobu dan Tiarnum, para peneliti menemukan pusat pemujaan di kawasan yang disebut warga setempat sebagai Bukit Kerang. Para arkeolog berasumsi di kawasan Bukit Srobu itu pada Zaman Batu Besar ada dua permukiman besar dan dua pusat pemujaan. Temuan yang menunjukkan periode Zaman Megalitikum antara lain menhir, meja batu, tangga teras batu, dan bekas permukiman
Ada beberapa bentuk tinggalan megalitik yang ditemukan di situs tersebut yaitu bangunan pemujaan yang terdiri dari keberadaan 3 buah menhir, sebuah meja batu/ dolmen dan punden berundak, batu temugelang, dan struktur batu bekas bangunan pemukiman. Selain itu terdapat banyak sekali fragmen-fragmen gerabah dan cangkang kerang yang berserakan di beberapa titik di situs ini.
Goa Skouw terletak di desa Skouw Distrik Abepura
Tugu Peringatan Pendaratan Tentara Sekutu pada Perang Dunia II
Tugu ini terletak kurang lebih 5 kilometer sebelah selatan pusat kota Jayapura, tepatnya di Distrik Jayapura Selatan Kota Jayapura, Provinsi Papua.
Monumen Tank Pasukan Pendarat Sekutu peninggalan Perang Dunia II di Pantai Hamadi Belakang Mako Lantamal X, yang terletak di Pantai Hamadi ini merupakan lokasi pendaratan tank pasukan Sekutu pada tahun 1944. Pantai ini menjadi saksi bisu saat pasukan Sekutu menghadapi pasukan Jepang yang menguasai sebagian besar wilayah Pasifik.
Untuk menuju lokasi, dapat ditempuh dari Pusat Kota Jayapura dengan menempuh jarak 5,6 km (15 menit) lewat Jl. Argapura dan Jl. Amphibi/Jl. Raya Kelapa Dua Entrop. Bisa juga dari Pelabuhan dengan menempuh jarak 4,4 km (12 menit) lewat Jl. Argapura dan Jl. Amphibi/Jl. Raya Kelapa Dua Entrop. Atau dari Bandara Sentani yang dapat ditempuh dengan jarak 31,2 km (58 menit) lewat Jl. Raya Abepura.
Goa Mher atau Goa Mer adalah sebuah situs goa yang terletak di Gunung Mher, Kampung VIM, Distrik Jayapura Selatan. Goa ini dianggap keramat oleh masyarakat Tobati dan Enggros. Gunung Mher merupakan batas timur kawasan Taman Wisata Alam Teluk Youtefa. Gunung ini konon merupakan asal muasal masyarakat Tobati dan Enggros, sehingga oleh masyarakat gunung ini dianggap mempunyai kekuatan gaib karena dihuni oleh roh-roh leluhur mereka.
Tugu MacArthur adalah tempat bersejarah yang terletak di puncak Ifar Gunung. Tugu ini berdiri sejak Perang Dunia II dan didirikan oleh pasukan sekutu Amerika yang dipimpin oleh jenderal bintang lima asal Angkatan Darat Filipina. Jendral yang dikenal dengan strategi "Loncat Katak"-nya ini berperan penting dalam Perang Pasifik pada Perang Dunia II.
Pasukan Sekutu mendarat di Teluk Humboldt atau Teluk Hamadi pada tanggal 22 April 1944. Douglas Mac Arthur memerintahkan para pasukannya untuk mendirikan Markas Besar Umum Daerah Pasifik Barat Daya di Distrik Sentani, tepatnya di Ifar Gunung. Tujuan tugu Mac Arthur didirikan di markas besar adalah sebagai pembuktian atau simbol bahwa Amerika Serikat di bawah pimpinan Jenderal Douglas Mac Arthur dan para sekutunya telah mendarat di New Guinea dan menguasai Jayapura (Hollandia) pada perang dunia kedua. Saat Perang Dunia II, Jayapura menjadi markas pertahanan untuk menetralisir pertahanan Jepang di Rabual, Papua Nugini.
Tugu Mac Arthur berada dalam markas TNI. Untuk masuk ke daerah ini diharuskan melapor ke pos penjagaan Resimen Induk Kodam (Rindam) XVII Cenderawasih. Di pos penjagaan pengunjung akan meninggalkan kartu identitas agar dapat diperbolehkan masuk ke dalam markas. Jarak yang ditempuh untuk mencapai Tugu Mac Arthur sekitar 15 menit dari Bandara Sentani dengan menggunakan kendaraan bermotor. Karena Tugu Mac Arthur berada di atas bukit, pemandangan panorama indah seperti distrik Sentani, bandara internasional Sentani dan deratan pegunungan Cyclops serta danau Sentani yang mempesona dengan pulau-pulau kecil di tengah Danau dapat dilihat dari tempat ini.
Situs Megalitik Tutari Doyo Lama
|
Menhir-menhir di Situs Megalit Tutari Doyo Lama dengan latar Danau Sentani. (sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/) |
Situs Megalitik Tutari terletak di Kampung Doyo Lama, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, Papua. Situs ini menyimpan sejarah kebudayaan masyarakat di pinggir Danau Sentani pada masa prasejarah, tepatnya zaman neolitik akhir.
Pada zaman itu, manusia mulai hidup bercocok tanam, berkelompok, menetap, dan tinggal bersama dalam kampung. Tutari karena berada di Bukit Tutari. Konon suku yang pernah mendiami wilayah sekitar situs ini adalah Suku Tutari. Suku ini memperoleh makanan dengan berburu, menangkap ikan, beternak, dan bercocok tanam.
|
Gambar di permukaan batu di Situs Megalit Tutari Doyo Lama. (sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/) |
Di situs ini ditemukan lukisan yang dihasilkan dengan cara menggores batu jenis batuan beku peridiotit. Batu-batu hitam sebagai media lukis disebut batu gabro. Pada beberapa sektor terdapat motif ikan dan motif kadal, motif ikan dan motif geometris. Di sektor lainnya terdapat motif ikan, kadal, geometris, dan kura-kura.
Kemudian pada sektor lainnya terdapat motif ikan, kadal, geometris, kura-kura, manusia, flora, dan motif lingkaran-lingkaran berjumlah 18 buah yang dihubungkan oleh sebuah garis. Batu mahluk gaib ada di sektor 4. Bongkahan-bongkahan batu ini masing-masing berbentuk menyerupai kepala, leher dan badan. Semuanya berjumlah 4. Keempat batu ini, kata Hari, dipercaya sebagai representasi empat panglima perang Ondoafi Uii Marweri yang mengalahkan Suku Tutari, yaitu Ebe, Pangkatana, Wali dan Yapo.
Ada 110 batu berdiri yang ditopang batu-batu kecil yang berbentuk lonjong dengan ukuran bervariasi. Batu ini dipercaya sebagai tempat bersemayam roh nenek moyang.
Selain itu ditemukan pula motif manusia, manusia setengah ikan, binatang, tumbuhan, dan benda-benda budaya seperti gelang, kapak batu serta motif geometris seperti lingkaran dan matahari. Semua adalah ekspresi pengetahuan manusia saat itu tentang alam sekitar.
Bekas Tangki Minyak pada Perang Dunia II
Peninggalan Tangki Minyak Sekutu Perang Dunia ke – II dapat ditemui di Distrik Depapre. Tangki ini cukup besar dan tersebar di beberapa lokasi. Jumlah seluruh tangki yang tersebar 26 tangki. Tangki ini dulunya adalah tempat penyimpanan solar dan avtur ketika tentara sekutu melawan tentara jepang. Bila kita dalam perjalanan ke arah Pantai Tablanusu kita dapat menjumpai tangki ini tepat di sisi kiri jalan sedangkan kalau ke arah Pantai Amay kita dapat menjumpai tangki ini di sisi sebelah kanan yang sudah dipagari oleh pemerintah.
Untuk mencapai peninggalan Tangki Minyak ini bisa menggunakan perjalanan darat selama -/+ 1 jam 20 menit dari Bandara Sentani. (Sumber: https://disbudpar.jayapurakab.go.id)
Gereja Asei merupakan gereja tua di Sentani. Tepatnya di Desa Asei Besar, Kec. Sentani Timur, Kab. Jayapura, Papua. Untuk menuju lokasi gereja tua ini harus menggunakan perahu. Mengingat posisinya berada di tengah Danau Sentani.
Gereja Asei kali pertama dibangun sekitar 1930-an. Letaknya di kaki bukit, dibangun dengan bentuk yang sangat sederhana. Dindingnya terbuat dari bahan gaba-gaba (pelepah sagu), dengan atap rumbia. Pada Perang Dunia Kedua, sekitar 1944, gereja ini hancur akibat pertempuran antara Jepang dan sekutu (Amerika Serikat).
Setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua, masyarakat di Pulau Asei membangun kembali gereja baru di tempat yang paling tinggi. Tepanya di bukit Pulau Asei. Desainnya didapatkan dari Jerman, dari salah satu Sekolah Teknik di sana. Gereja ini mulai diresmikan pada 01 Januari 1950.
Pada 2000 Gereja Asei mengalami kerusakan yang cukup berat. Hanya menyisakan atap menara paling bawah. Sebagian dinding gereja sudah dirobohkan, karena Jemaat di sana menganggapnya sudah rapuh. Selanjutnya bangunan tersebut dipugar pada 2001 dan dijadikan situs gereja tua oleh Pemerintah Daerah Irian Jaya. (Sumber: http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/gereja-tua-asei/)
Monumen Pendaratan Tentara Jepang
Monumen Pendaratan Tentara Jepang berlokasi di Kampung Kwase Distrik Nimboran. Monumen ini di bangun untuk memperingati gugurnya tentara jepang di daerah ini yang dulunya dikubur massal oleh masyarakat. Hampir tiap tahun turis Jepang datang ketempat ini untuk berziarah, pernah ada rencana dari kerabat mereka di Jepang untuk mengambil sisa-sisa jasad kerabat mereka dan di bawa ke negara asal tapi selalu di pertahankan oleh masyarakat sekitar karena telah menjadi bagian sejarah masyarakat Nimboran. Untuk mencapai monumen ini bisa menggunakan perjalanan darat selama -/+ 2 jam dari Bandara Sentani.
|
Bagian depan gedung bekas kantor pos 1920 (Sumber: Kemdikbud) |
Gedung Eks Kantor Pos ini dibangun pada tahun 1920 sesuai dengan prasasti yang tertulis di bagian atas bangunan. Bangunan ini terletak di seberang Gedung Eks Resident di Distrik Merauke Kota. Bangunan menghadap ke timur dan berada di lingkungan pemukiman penduduk. Di bagian depan bangunan terdapat pintu masuk dan jendela loket di sebelah utara serta jendela kayu krepyak di sebelah selatan pintu. Di samping loket terdapat lubang surat. Di samping utara bangunan dilengkapi pintu kayu dan disamping kiri dan kanan pintu terdapat 1 (satu) buah jendela kayu dengan model krepyak. Di bagian belakang bangunan kantor pos terdapat bak penampugan air berbentuk menyerupai sumur yang terbuat dari dari bata yang dilepa dan berfungsi untuk mencukupi kebutuhan air pada masa itu.
Gedung Bekas Kantor Residen
Gedung ini dibangun pada tahun 1902 dan digunakan sebagai Kantor Residen pada masa penjajahan Belanda. Secara administratif gedung ini sekarang terletak di Jl. Sabang, Distrik Merauke, Kota Merauke, Provinsi Papua dan terletak pada koordinat 54 L 0433030, Y 9062601.
Boven Digoel
Bekas Penjara Boven Digoel |
Bekas Penjara Boven Digoel |
Boven Digoel adalah penjara alam yang didirikan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda di Pulau Papua. Penjara Boven Digul merupakan salah satu tempat bersejarah dalam pergerakan nasional Indonesia. Bangunan ini dirintis oleh Kapten L.Th. Beeking, seorang pasukan tentara KNIL pada awal 1927.
Bangunan tersebut ditujukan sebagai tempat pengasingan atau tempat pembuangan para tokoh pergerakan atau perintis kemerdekaan.Upaya pengasingan/pembuangan dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda terhadap tokoh-tokoh nasionalis yang dianggap membahayakan kedudukan penjajahan Belanda di Indonesia. Para tokoh yang diasingkan di Boven Digul, antara lain Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, Maksum, Suko, Bodan, Burhanuddin dan Marwoto. Kompleks penjara dikelilingi oleh dua pagar keliling yang terbuat dari bata spesi semen dan kawat duri. Di dalam kompleks terdapat beberapa bangunan, antara lain bangunan kantor I, kantor II, bangunan penghuni pria I, bangunan penghuni pria II, dua kamar mandi/WC, dapur umum, ruang bawah tanah, dan bengkel. Elemen material khas pada bangunan ini adalah dinding yang tebal dan kokoh.
Eks Penjara Boven Digoel di Tanah Merah Distrik Mandobo terletak di hilir tepi sungai Digul dan Kamp tersebut dipersiapkan dengan tergesa-gesa untuk mengatasi kebijakan akhir pemerintah kolonial terhadap orang-orang yang terlibat dalam pemberontakan PKI tahun 1926 dan 1927. Luas wilayah kawasan itu hampir 10.000 hektar, dan terkenal sangat terasing dari dunia luar dan peradaban masyarakat.
Gua Binsari atau yang dikenal sebagai Gua Jepang adalah salah satu dari beberapa peninggalan bersejarah yang terdapat di Pulau Biak, Papua, tepatnya di kampung Sumberker, distrik Samofa. Nama asli dari gua ini adalah Abyab Binsari yang berarti ‘Goa Nenek’. Jika ditinjau dari namanya, menurut kepercayaan masyarakat sekitar sebelum tentara Jepang datang, ada seorang nenek yang tinggal disekitar gua ini, namun setelah tentara Jepang datang nenek itu hilang tanpa jejak. Abyab Binsari menjadi saksi bisu Perang Dunia II yang terjadi saat itu yaitu pada tanggal 27 Mei 1944 hingga 20 Juni 1944, dari sejarah yang ada menceritakan bahwa banyak pasukan Jepang mati terbunuh akibat serangan sekutu di dalam Gua ini. Sekutu melancarkan serangannya dengan cara menjatuhkan bom tepat di atas lokasi ini.
Gua ini merpak gua alami lengkap dengan stalagtit yang menggantung indah di atap gua yang tinggi. Gua Binsari menjadi museum alam yang menyimpan berbagai peninggalan sejarah tak ternilai harganya, terdapat tulang belulang dari tentara Jepang yang tersimpan rapih dalam suatu ruangan. Selain itu, terdapat pula artefak, senjata, alat makan, seragam, mortir tank hingga alat-alat pribadi milik tentara Jepang seperti botol obat, kacamata dan lainnya. Saat ini Gua Binsari dijadikan sebagai tempat wisata dan edukasi bagi para wisatawan yang berkunjung.
Kuburan Tua Padwa adalah lokasi wisata di Biak, tepatnya di Kampung Padwa – Biak. Adalah lokasi Kuburan Tua. Jaman dulu Nenek moyang di daerah ini orang yang sudah meninggal, mayatnya ditaruh di atas bukit-bukit gunung.
Sebelum diletakkan di ceruk, jasad orang meninggal direndamkan dalam air laut hingga kulit dan daging terlepas hingga tinggal tulang saja, kemudian tulang-tulang itu diangkat dan diletakan pada Abai (bahasa Biak) atau peti dengan ukuran 80 x 20 cm yang telah disediakan kemudian dinaikan ke ceruk yang terdapat di sekitar pantai ini.
Kuburan tua Padwa merupakan salah satu tempat pemakaman dengan memanfaatkan ceruk yang ada sekitar pantai Padwa. Padwa yang dalam bahasa Biak disebut sebagai kurungan, karena Desa Padwa ini terletak diantara dua tanjung yang jika air laut pasang, kampung ini terkurung.
Jalan menuju ke kuburan tua Padwa agak berat, medannya menurun dengan kemiringan sekitar 250 – 350 hingga ke pantai. Di pinggiran pantai menuju ceruk 1 melewati hamparan batu karang yang tajam. Tempat pemakaman masa prasejarah ini hanya memanfaatkan dua tebing karang yang ada di daerah pantai ini. Kedua tebing ini memiliki ceruk yang layak untuk dijadikan sebagai tempat pemakaman pada masa itu.
Goa Kontilola terletak di Distrik Kurulu, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Terletak di ketinggian 1.650 meter di atas permukaan laut, goa Kontilola sudah lama dikenal sebagai destinasi wisata bagi wisatawan yang berkunjung di Lembah Baliem.
Goa ini memiliki pemandangan yang menawan. Di dalam goa juga terdapat lukisan manusia purba, yang disebut-sebut sebagai gambar alien. Tak seperti goa yang lainnya, Goa Kontilola memiliki ruangan yang cukup besar, dan mulut goanya pun cukup lebar.
Gambar alien yang terdapat di goa Kontilola sesungguhnya merupakan gambar berbentuk manusia biasa, ada lima gambar yang masih nampak, dan tidak ada gambar atau motif lain. Dalam goa tersebut juga ditemukan spesies udang bertubuh transparan berukuran 1 -1,5 cm. Di dalam ruang goa yang gelap terdapat sumber air tawar, yang merupakan kumpulan air yang menetes dari stalagtit. Di dalam sumber air inilah udang tersebut ditemukan.
Sumber:
Incoming search: tempat bersejarah di jayapura, peninggalan sejarah di papua barat, tempat bersejarah di papua barat, sejarah tanah papua, peninggalan perang dunia 2 di papua, sejarah perang dunia ke 2 di papua, tugu peringatan pendaratan tentara sekutu pada perang dunia ii di hamadi distrik jayapura selatan, tugu pendaratan sekutu di hamadi