Alat Musik Tradisional Provinsi Nusa Tenggara Timur

Di awal kemerdekaan Indonesia, kepulauan ini merupakan wilayah Provinsi Sunda Kecil yang beribukota di kota Singaraja, kini terdiri atas 3 provinsi (berturut-turut dari barat): Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Setelah pemekaran, Nusa Tenggara Timur adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tenggara Indonesia.

Provinsi ini terdiri dari kurang lebih 550 pulau, tiga pulau utama di Nusa Tenggara Timur adalah Pulau Flores, Pulau Sumba dan Pulau Timor Barat (biasa dipanggil Timor).

Provinsi ini menempati bagian barat pulau Timor. Sementara bagian timur pulau tersebut adalah bekas provinsi Indonesia yang ke-27, yaitu Timor Timur yang merdeka menjadi negara Timor Leste pada tahun 2002.

Alat Musik Tradisional Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) meliputi: Edang / Ti / Harabili, Foy Doa, Foy Pay, Gong, Gong Alor, Gong Dawan, Gong Ngada, Gong Sabu, Gong Sumba Barat, Heo, Kediding (Adiding), Kelontang, Ketadu Mara, Knobe Khabetas, Knobe Oh, Leko Boko / Bijol, Mendut, Nuren, Pitung Ong, Prere, Reba, Sasando, Suling, Sundin Tongkeng, Sowito, Tambur Terompet (Bi), Tatabuang / Leto, Thobo.


Edang / Ti / Harabili

Edang / Ti / Harabili
Edang / Ti / Harabili
Edang / Ti / Harabili adalah alat musik jenis harpa mulut, terbuat dari belahan bambu yang tipis, alat musik ini terbuat dari kayu, dengan ukuran panjang 20,5 cm dan lebar 2 cm. . Bagian tengah belahan terdapat lidah sebagai sumber bunyi. Pangkal lidah dipasang tali yang berfungsi untuk menggetarkan bagian lidah apabila ditarik ke arah kanan. Edang biasa dimainkan oleh para petani saat waktu senggang ketika di sawah.


Foy Doa

Foy Doa
Foy Doa
Foy Doa ini merupakan alat musik jenis tiup seperti seruling. Alat musik ini juga dibuat dari bambu dengan beberapa lubang di bagian atasnya. Bedanya dengan seruling biasa adalah Foy Doa dianggap seruling ganda karena terdiri dari dua seruling atau lebih yang diikat sejajar menjadi satu.

Dahulu alat musik ini merupakan alat musik sindiran yang biasa dimainkan pada pagi hari. Tujuannya, untuk membangunkan makhluk hidup dari tidur. Ketika salah satu rumah membunyikan foi doa, maka akan menyindir rumah-rumah lain, yang penghuninya masih terlelap. Sindiran tersebut bermaksud baik, untuk berlomba bangun di pagi hari.

Sindiran atau dalam bahasa Bajawa menyebut papa neke berupa lagu yang dialunkan melalui bunyi foi doa, sesuai selera. Yang paling penting foi doa dibunyikan. Sumber: floresbangkit.com


Foy Pay
Foy  Pay
Foy Pay

Foy Pay hampir mirip dengan Foy Doa yang juga merupakan alat musik jenis tiup seperti seruling. Biasanya Foy Pay juga dimainkan bersamaan dengan Foy Doa untuk mengiringi musik-musik tradisional Nusa Tenggara Timur dalam berbagai acara adat atau untuk acara hiburan.

Alat musik tiup dari bambu ini dahulunya berfungsi untuk mengiringi lagu-lagu tandak seperti halnya musik Foy Doa. Dalam perkembangannya waditra ini selalu berpasangan dengan musik Foy Doa. Nada-nada yang diproduksi oleh Foy Pai : do, re, mi, fa, sol.


Gong

Di nusa tenggara Tmur terdapat beberapa nama gong. diantaranya:
  • Gong Sumba Barat (Mamaalu/gong pertama dan Gong Kelompok kedua), 
  • Gong Sabu (Leko yaitu dua buah gong yang mula-mula ditabuh seara bergantian, Didale ae, Didala Iki, dan Gaha yaitu tiga buah gong yang berukuran agak besar (gong bass) yang juga ditabuh secara bergantian, Wo Peibho Abho yaitu dua buah gong yang ditabuh sebagai pengiring gong Leko, Wo Paheli yaitu dua buah gong yang ditabuh sebagai pengiring Leko dan We Peibho Abho.), 
  • Gong Alor,  (Kingkang yaitu dua buah gong kecil, Dung-dung/kong-kong yaitu dua buah gong sedang, Posa yaitu tiga buah gong besar.
  • Gong Ngada, Gong Ngada terdiri dari lima buah dan umumnya berukuran kecil (Doa yaitu dua buah gong yang dimainkan seara silih berganti, Dhere yaitu terdiri dari satu gong, Uto-uto yang juga hanya satu gong, Wela yaitu gong yang paling tingi suaranya.
  • Gong Dawan, Gong Dawan yang dimaksudkan di sini adalah dari Amanuban tepatnya di Desa Nusa Timor Tengah Selatan. Gong yang digunakan umumnya berjumlah 6 buah. (Tetun yaitu dua buah gong keil, namun apabila dari kedua gong ini hanya dibunyikan salah satunya maka namnya berubah menjadi Toluk, Ote' yaitu dua buah gong sedang. Kedua gong ini dibunyikan dengan penuh perasaan, Kbolo' yaitu dua buah gong besar yang dimainkan dengan tidak terlalu cepat.)

Heo

Heo
Heo
Heo merupakan alat musik gesek yang terbuat dari kayu dan penggeseknya terbuat dari ekor kuda yang dirangkai menjadi satu ikatan yang diikat pada kayu penggesek yang berbentuk seperti busur (dalam istilah masyarakat Dawan ini terbuat dari usus kuskus yang telah dikeringkan). Alat ini mempunyai 4 dawai, dan masing-masing bernama :
  • dawai 1 (paling bawah) Tain Mone, artinya tali laki-laki
  • dawai 2 Tain Ana, artinya tali ana
  • dawai 3 Tain Feto, artinya tali perempuan
  • dawai 4 Tain Enf, artinya tali induk
  • Tali 1 bernada sol, tali 2 bernada re, tali tiga bernada la dan tali 4 bernada do.

Kediding (Adiding)

Kediding (Adiding)
Kediding (Adiding)
Kediding adalah Alat musik petik yang berasal dari Alor, terbuat dari bambu.  Di sebelah kanan dan kiri lubang resonansi terdapat masing-masing 3 buah dawai. Alat musik ini sangat populer bagi masyarakat Kabupaten Alor yang berprofesi sebagai petani ladang. Mereka memainkan kediding saat menjaga ladang pada malam hari dan untuk menghilangkan rasa sepi.


Kelontang

Kelontang merupakan alat musik bunyi-bunyian yang terbuat dari tiga belahan kayu bulat kering yang panjangnya 30 cm. Ketiga belahan kayu ini diletakkan di atas kaki pemain yang sedang duduk dan kemudian dipikul dengan batangan kayu sebesar jari tengah.

Pada jaman lampau wilayah pulau komodo masih berhutan, karena itu masih banyak binatang buas perusak tanaman seperti Kera. Untuk mengusir binatang pengganggu tanaman, terciptalah alat musik ini.


Ketadu Mara / Juk

Ketadu Mara adalah alat musik yang terbuat dari kayu dan tali senar. Juk atau ketadu mara merupakan alat musik petik tradisional jenis gitar. Alat musik ini dilengkapi dua utas senar dan bagian puncaknya dibentuk menyerupai kepala ayam. Juk dimainkan sebagai obat pelipur lara saat berada di sawah atau sedang menggembala sapi/kerbau di padang rumput.

Permaianan alat musik ini berfungsi sebagai sarana penggoda hati wanita. Selain itu, suara petikan juk dipercaya pula dapat mengajak cecak bernyanyi dan suaranya disenangi makhluk halus. Ketadu mara juga dimainkan sebagai alat musik pengiring tari-tarian daerah.


Knobe Khabetas

Knobe Khabetas merupakan alat musik yang bentuknya  sama dengan busur panah. Masyarakat Dawan peraya bahwa alat musik Knobe Kbetas telah ada sejak nenek moyang mereka berumah di gua-gua.

Cara memainkannya ialah, salah satu bagian ujung busur ditempelkan di antara bibir atas dan bibir bawah, dan kemudian udara dikeluarkan dari kerongkongan, sementara tali busur dipetik dengan jari. Meripakan kebiasaaan masyarakat dawan di pedesaan apabila pergi berook tanam atau mengembala hewan mereka selalu membawa alat-alat musik seperti Leku, Heo, Knobe Kbetas, Knobe Oh, dan Feku. Sambil mengawasi kebun atau mengawasi hewan-hewan, maka musik digunakan untuk melepas kesepian.

Selain digunakan untuk hiburan pribadi, alat musik ini digunakan juga untuk upacara adat seperti, Napoitan Li'ana (anak umur 40), yaitu bayi yang baru dilahirkan tidak diperkenankan untuk keluar rumah sebelum 40 hari. Untuk menyonsong bayi tersebut keluar rumah setelah berumur 40 hari, maka diadakan pesta adat (Napoitan Li'ana).


Knobe Oh

Knobe Oh
Knobe Oh
Knobe Oh merupakan alat musik yang terbuat dari kilit bambu, dengan ukuran panjang lebih kurang 12,5 cm. ditengah-tengahnya sebagian dikerat menjadi belahan bambu yang memanjang (semacam lidah) sedemikian halusnya, sehingga dapat berfungsi sebagai vibrator (penggetar). Apabila pangkal ujungnya ditarik dengan untaian tali yang terkait erat pada pangkalujung terseut maka timbul bunyi melalui proses rongga mulut yang berfungsi sebagai resonator.


Leko Boko / Bijol

Leko Boko / Bijol
Leko Boko / Bijol
Leko Boko / Bijol adalah alat musik petik. terbuat dari labu hutan (wadah resonansi), kayu (bagian untuk merentangkn dawai), dan usus kuskus sebagai dawainya. Jumlah dawai sama dengan Heo yaitu 4, serta nama dawainya pun seperti yang ada pada Heo. Fungsi Leko dalam masyarakat Dawan untuk hiburan pribadi dan juga untuk pesta adat. Alat musik ini selalu berpasangan dengan heo dalam suatu pertunjukan, sehingga dimana ada heo, disitu ada Leko. Dalam penggabungan ini Lelo berperan sebagai pemberi harmoni, sedangkan Heo berperan sebagai pembawa melodi atau kadang-kadang sebagai pengisi (Filter). Nyanyian-nyayian pada masyarakat Dawan umumnya berupa improvisasi dengan menuturkan tentang kejadian-kejadian yang telah terjadi pada masa lampau maupun kejadian yang sedang terjadi (aktual). Dalam nyanyian ini sering disisipi dengan Koa (semacam musik rap). Koa ada dua macam yaitu, Koa bersyair dan Koa tak bersyair.


Mendut

Mendut
Mendut
Mendut Merupakan alat musik yang terbuat dari bambu yang dimainkan dengancara dipetik atau dipukul dengan menggunakan sepotong kayu yang berukuran kecil. Alat musik yang berasal dari Manggarai ini berupa seruas bambu betung yang berumur 1,5 tahun, panjangnya kira-kira 40 m. Kedua ujung bambu dibiarkan, namun salah satunya dilubangi.

Cara pembuatannya, di tengah bambu dilubangi persegi empat dengan ukuran 5 x 4 m. Disamping kiri kanan lubang masing-masing dicungkil satu kulit bambu yang kemudian diganjal dengan batangan kayu hingga berfungsi sebagai dawai. Cara memainkan alat musik ini adalah dengan dipetik atau dipukul-pukul dengan kayu kecil.


Nuren

Alat musik ini terdapat di Solor Barat. Orang Talibura di Sikka Timur menyebut alat musik ini dengan nama Sason, apabula disebut seara puitis menjadi Sason Nuren. Secara etimologi Sason berarti jantan, dan Nuren berarti perempuan. Sason Nuren merupakan dua buha suling yang dimainkan oleh seorang sendirian, merupakan sebutan keramat, sakral, kesayangan, alat hiburan.


Pitung Ong

Pitung Ong
Pitung Ong
Alat Musik ini berasal dari Alor, terbuat dari kayu dan bambu. Alat musik ini secara lengkap mewakili bagian dari gong asli (perunggu). Pitung ong biasanya dimainkan di ladang sebagai ungkapan rasa bahagia setelah menyelesaikan kegiatan berkebun secara gotong royong, misalnya sehabis tanam dan selesai panen. permainan alat musik ini juga sering diselingi dengan tarian untuk menambah semarak suasana.


Prere

Prere termasuk alat bunyi-bunyian. Alat musiki Manggarai ini terbuat dari seruas bambu seukuran pensil yang panjangnya kira-kira 15 cm. Buku ruas bagian bawah dibiarkan tertutup, tetapi bagian atasnya dipotong untuk tempat meniup. Buku ruas bagian bawah dibelah untuk menyalurkan udara tiupan mulut dari tabung bambu bagian atas, sekaligus bagian belahan bambu itu untuk melilit daun pandan sehingga menyerupai corong terompet yang berfungsi memperbesar suaranya. Alat musik ini selain digunakan untuk hiburan pribadi, juga digunakan untuk mengiringi musik gong gendang pada permainan penak silat rakyat setempat. Nada-nada yang dihasilkan adalah do dan re, sehingga nama alat ini disebut Prere.


Sasando

Sasando
Sasando
Sasando adalah sebuah alat musik dawai yang dimainkan dengan dipetik. Instumen musik ini berasal dari pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Secara harfiah nama Sasando menurut asal katanya dalam bahasa Rote, sasandu, yang artinya alat yang bergetar atau berbunyi. Suara sasando ada miripnya dengan alat musik dawai lainnya seperti gitar, biola, kecapi, dan harpa.

Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu. Lalu pada bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan di mana senar-senar (dawai-dawai) yang direntangkan di tabung, dari atas kebawah bertumpu. Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas. Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando.


Sundin Tongkeng

Sundin Tongkeng adalah alat musik tiup seperti suling. Terbuat dari bambu atau buluh yang panjangnya kira-kira 30 cm. Buku salah satu ujung jari dari ruas bambu dibiarkan. Lubang suara berjumlah 6 buah dan bambu berbuku. Sebagian lubang peniup dililitkan searik daun talas. Cara memainkan alat musik ini seperti memainkan flute. Karena posisi meniup yang tegak itu orang Manggarai menyebutnya Tongkeng, sedangkan sunding adalah suling, sehingga alat musik ini disebut dengan nama Sunding Tongkeng. Alat musik ini bisanya digunakan pada waktu malam hari sewaktu menjaga babi hutan di kebun.


Sowito

Sowito
Sowito
Merupakan seruas bambu yang dicungkil kulitnya berukuran 2 cm yang kemudian diganjal dengan batangan kayu kecil. Cungkilan kulit bambu ini berfungsi sebagai dawai. Cara memainkan dipukul dengan sebatang kayu sebesar jari tangan yang panjangnya kurang dari 30 cm. Sertiap ruas bambu menghasilkn satu nada. Untuk keperluan penggiringan, alat musik ini dibuat beberapa buah sesuai kebutuhan.


Tambur Terompet (Bi)

Tambur Terompet adalah alat musik pukul, terbuat dari kayu, rotan dan kulit binatang. Tambur terompet dibuat dari kayu lai (sejenis kurma hutan) dan kulit rusa. Alat musik ini dimainkan saat berlangsung upacara adat dan untuk mengiringi lego-legi (tari tradisional) bagi kalangan bangsawan. Konon, tambur seperti ini pertama kali ditemukan oleh Agustinus. benda aslinya sekarang tersimpan di suku bangsa Alalu, Desa Aramaba, Kecamaan Pantar Tengah.


Thobo

Thobo adalah alat musik tumbuk dari bambu yang berasal Kabupaten Ngada. Seruas Bambu betung yang buku bagian bawahnya dibiarkan, sedangkan bagian atasnya dilubangi. Cara memainkannya adalah dengan cara ditumbuk ke lantai atau tanah (seperti menumbuk padi). Alat musik ini berfungsi sebagai bass dalam mengiringi musik Foy doa.

Berbagai sumber