Peninggalan Sejarah Provinsi Jambi

Jambi (Jawi : جامبي) adalah sebuah Provinsi Indonesia yang terletak di pesisir timur di bagian tengah Pulau Sumatera. Jambi adalah satu dari tiga provinsi di Indonesia yang ibukotanya bernama sama dengan nama provinsinya, selain Bengkulu dan Gorontalo.

Dalam konteks sejarah kebudayaan, wilayah Jambi sejak masa lalu telah menjadi kawasan yang cukup penting, baik di tingkat regional maupun internasional. Gambaran ini setidaknya terlihat dari banyaknya tinggalan kepurbakalaan, terutama di sepanjang daerah aliran sungai Batanghari dan di kawasan Bukit Barisan. Jejak peradaban Jambi, kini dapat ditelusuri dari keanekaragaman tinggalan situs dan benda cagar budaya yang terbentang dari wilayah pegunungan Bukit Barisan hingga pesisir wilayah pantai timur Sumatera.


Beberapa tempat atau barang peninggalan sejarah di Jambi antara lain:
  1. Bunker Jepang
  2. Istana Abdurrahman Thaha Saifuddin
  3. Jembatan Betrix
  4. Kawasan Cagar Budaya Jambi Seberang
  5. Kawasan Kota Lama Kolonial Belanda (Kota Tua Batang Hari)
  6. Klenteng Hok Tek
  7. Makam Belanda/Kerkhof (1900 – 1950)
  8. Makam Raden Muhammad Thahir (Raden Matthaher)
  9. Makam Taman Rajo-Rajo
  10. Masjid Agung Al-falah
  11. Menara Air
  12. Prasasti Karang Berahi
  13. Rumah Dinas Gubernur Jambi
  14. Situs Candi Soloksipin
  15. Situs Candi Muaro Jambi

1. Bunker Jepang

Bunker Japang di Provinsi Jambi
Bunker adalah sejenis bangunan pertahanan militer. Bunker biasanya dibangun di bawah tanah. Banyak bunker dibangun pada Perang Dunia I dan II.

Bunker Jepang di JAmbi terletak di Kelurahan Pall Merah, Kecamatan Jambi Selatan, Kota Jambi. Lokasi bunker saat ini berada di dalam kompleks Bandar Udara Sultan Thaha Syaifudin. Bandar udara tersebut dibangun pada masa penjajahan Belanda dan ketika tentara Jepang menduduki Jambi pada masa Perang Asia Pasifik, salah satu bagian dari sisi landasan pacu didirikan bunker. Bunker terbuat dari cor beton berdinding tebal, berdenah persegi, daun pintu masuk terbuat dari besi, pada bagian atas dilengkapi empat cerobong. Sedangkan pada dinding yang menghadap ke landasan pacu terdapat tiga jendela untuk penempatan senjata mesin.


2. Istana Abdurrahman Thaha Saifuddin

Istana Sultan Thaha Saifuddin
Istana Abdurrahman Thaha Saifuddin merupakan Istana kerajaan bekas peninggalan raja Sultan Thaha Saifuddin. Istana ini terletak di Tanah Garo Muara Tabir Jambi.

Beliau merupakan raja terakhir dari kerajaan jambi yang juga dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Ia meninggal dalam pertempuran melawan Belanda dengan semangat gigih memperjuangkan tanah lahirnya. Nama harum sultan Jambi ini juga terkenal hingga ke negeri Turki. Pada tahun 1298 H Turki menghadiahi Sultan Thaha Saifuddin dengan medali bersegi tujuh. Penghargaan juga datang dari dalam negeri dengan didirikannya patung untuk mengenang Sultan Thaha Saifuddin di depan kantor Gubernur Jambi. (Baca Juga: "Biografi Sultan Thaha Syaifuddin - Pahlawan Nasional dari Jambi")


3. Jembatan Betrix

Jembatan Betrix / Beatrix
Jembatan Beatrix atau yang kerap di sebut masyarakat sebagai Beatrix Brug,  terletak di Kabupaten Sarolangun. Membentang di atas Sub-DAS Batanghari, Sungai Batang Tembesi Sarolangun.

Jembatan tersebut, dibangun atas ribuan rakyat Jambi yang dipaksa bekerja paksa atau rodi. jembatan ini memiliki panjang kurang lebih 100 meter dengan lebar lima meter.

Jembatan ini dibangun hampir belasan tahun lamanya yang dimulai sejak 1923 hingga diresmikan pada tahun 1939. Penamaan Beatrix sendiri, menurut cerita turun temurun, kemungkinan disadur dari nama Beatrix Wilhelmina Armgard, yang menjadi Ratu Belanda.


4. Kawasan Cagar Budaya Jambi Seberang


Rumah Batu Olak Kemang
Rumah Batu Olak Kemang
Kawasan cagar budaya Jambi Seberang terletak di tepian Sungai Batanghari, tepatnya di seberang kawasan perniagaan modern Kota Jambi. Sungai Batanghari yang membelah Kota Jambi secara alamiah, seolah menjadi pembatas kedua kawasan ini. Pada kawasan modern dominasi perkotaan tampak dari pertokoan, pasar, dan pusat bisnis modern, sedangkan pada tepi Batanghari sisi seberang merupakan kawasan pemukiman tradisional Jambi dengan dominasi rumah-rumah tradisional Jambi, berupa rumah panggung kayu yang didukung komunitas homogin keturunan Arab-Melayu Jambi, berlatar belakang budaya Islam.

Kawasan Cagar Budaya Jambi Seberang terdiri dari beberapa bangunan, seperti tempat tinggal, kompleks makam Islam, bangunan ibadah, serta sekolah Islam (madrasah/pondok pesantren). Bangunan benda cagar budaya tersebut, diantaranya:

  • Madrasah Nurul Iman, terletak di Jl. KH. Qodir Ibrahim, Kel. Ulu Gedong, Kecamatan Danau Teluk, Kota Jambi. Madrasah ini didirikan pada tahun 1915 diatas tanah seluas 2.935 m² dengan luas bangunan 1400 m². Arsitektural bangunan merupakan perpaduan gaya indis dengan rumah panggung tradisional. Unsur indis terlihat pada atap berbentuk pelana dengan tingkat kemiringan yang tinggi, jendela dan pintu berukuran besar, serta ventilasi berjajar yang berfungsi untuk sirkulasi udara. Sementara elemen lokal terlihat pada bentuk bangunan panggung dengan dinding dihiasi ukiran terawangan sulur-suluran dan sinaran.
  • Madrasah Nurul Islam, terletak di Jl. KH. Qodir Ibrahim Kelurahan Tanjungpasir Kecamatan Danau Teluk, Kota Jambi. Madrasah ini didirikan pada tahun 1915 oleh Kemas Haji Muhammad Saleh dengan luas bangunan 458,78 m² di atas tanah seluas 12.160 m². Arsitektur merupakan perpaduan gaya tradisional dan Kolonial.
  • Makam Bangsawan Melayu, terletak di Kelurahan Tahtulyaman, Kecamatan Pelayangan, Kota Jambi. Terletak di kawasan pemukiman tradisional seberang dan pada masa lalu merupakan makam para bangsawan melayu. Makam tertua terlihat dari bentuk nisannya yang bertipe Aceh, diperkirakan berasal dari abad ke XIV Masehi. Makam tua lainnya yaitu tiga buah makam dengan nisan terbuat dari kayu, dua diantaranya berukiran huruf Arab berbahasa Melayu bernama Sayyid Husain bin Ahmad dengan angka tahun 1178 H/1652 M dan Sayyid Qasim bin husein berangka tahun 1186 H/1765 M.
  • Rumah Batu Olak Kemang, terletak di Kelurahan Olak Kemang, Kecamatan Danau Teluk, Kota Jambi. Bangunan ini merupakan rumah kediaman Sayyid Idrus bin Hasan Al-Djufri yang bergelar Pangeran Wiro Kusumo. Seorang keturunan Arab/Yaman yang mendapat kedudukan penting di Kesultanan Jambi. Disamping itu Beliau merupakan besan dari Sultan Thaha Syaifudin. Sayyid Idrus wafat tahun 1902 dan rumah tersebut dihuni keturunannya. Keunikan Rumah Olak Kemang terdiri dari dua lantai, mempunyai arsitektur perpaduan Melayu, Eropa, dan Cina. Unsur lokal berupa rumah panggung, pengaruh Cina pada bentuk atap, gapura dan ornament-ornamen berbentuk naga, awan, bunga, dan arca singa. Unsur Eropa terlihat dari tiang-tiang panggung dari bahan batu bata dan semen berbentuk pilar menyangga bangunan atasnya. Lantai bawah dilapisi ubin terakota dan pada lantai kedua papan kayu. Kedua lantai dihubungkan dengan tangga semen layaknya rumah bertingkat yang banyak dipakai bangunan indis.
  • Makam Sayyid Idris (Pangeran Wiro Kusumo), terletak tidak jauh dari tempat tinggalnya di Rumah Batu Olak Kemang, berada di lingkungan kompleks Masjid Ak-Ikhsaniyah. Pada masa lalu kedua bangunan tempat tinggal dan masjid merupakan satu kompleks, namun pada saat ini sudah dipenuhi tempat tinggal penduduk dan terdapat sekolah pesantren Ass’ad. Keunikan dari makam Sayyid Idrus, yaitu jirat dan nisannya terbuat dari batu pasiran yang didominasi ukiran hiasan bunga teratai.

5.  Kawasan Kota Lama Kolonial Belanda (Kota Tua Batang Hari)

Kawasan Kota Lama Kolonial Belanda (Kota Tua Batang Hari)
Kawasan Kota Lama / Kota Tua Batang Hari merupakan tempata yang menjadi cikal bakal Kota Tembesi, berada di Jalan Lintas Sumatera Jalur Tengah (Jalinteng) Batang Hari Jambi.
Pada masa penjajahan Belanda dibangunl sebuah kota yang bernuansa Netherland di tanah Jambi. Bangunan ini menjadi saksi bisu tentang masa-masa peralihan kekuasaan dari masa penjajahan ke masa kemerdekaan. Sampai saat ini bangunan ini masih bisa dikunjungi, namun beberapa sudut dan bagian bangunan telah direnovasi oleh pemerintah kota Jambi.


6. Klenteng Hok Tek

Klenteng Hok Tek
Hok Tek merupakan kelenteng pertama dan tertua di Provinsi Jambi, terletak di Jl Husni Thamrin, Jembatan Sungai Maram, Kelurahan Orang Kayo Hitam, Jambi.

Kelenteng ini berdiri sekitar tahun 1800. Karena beberapa alasan, kelenteng pun dipindahkan ke kawasan Kampung Manggis Jl Kirana II RT 10, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi, sekitar tahun 1982.

Kelenteng yang hanya berukuran sekitar 8x6 m ini konon katanya dibangun saat zaman penjajahan Belanda. Kelenteng Siu San Teng merupakan kelenteng yang menganut ajaran Tridarma. Artinya, umat yang berasal dari tiga ajaran agama bisa bersembahyang di kelenteng tersebut. Di antaranya sembahyang umat Buddha, Sembahyang Teo dan Sembahyang Konghucu.

Klenteng Hok Tek telah mengalami renovasi, tercatat pada tahun 1931 dan 1970. Sejak tanggal 4 Februari 1984 klenteng ini sudah tidak difungsikan lagi sebagai tempat ritual, namun keberadaannya tetap dilestarikan dan tahun 1997 dilakukan renovasi dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya.


7. Makam Belanda/Kerkhof (1900 – 1950)

Makam ini terletak di Kelurahan Beringin, Kecamatan Beringin, Kota Jambi. Kerkhof ini merupakan bagian dari saksi sejarah ketika Belanda berkuasa di Jambi sejak tahun 1833-1945. Di samping makam orang Belanda dan keturunannya juga terdapat makam tentara Jepang yang pada masa penjajahan juga pernah menduduki Jambi.


8. Makam Raden Muhammad Thahir (Raden Matthaher)

Raden Muhammad Thahir (Raden Matthaher), merupakan salah satu pejuang Jambi saat melawan mauknya kolonialisme Belanda di Jambi. Semasa hidupnya beliau melanjutkan perjuangan Sultan Thaha Syaifuddin untuk terus bertempur menentang Belanda atas pendudukan di wilayah Kesultanan Jambi. Setelah beliau wafat, dimakamkan dilokasi yang kini berada di Jl. Kampung Baru, Kelurahan Solok Sipin, Kecamatan Telainapura, Kota Jambi atau masih satu kompleks dengan Taman Makam Rajo-Rajo.


9. Makam Taman Rajo-Rajo

Taman Rajo-Rajo terletak di Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Legok, Kota Jambi. Taman Rajo-Rajo merupakan tempat pemakaman Sultan Mahmud Mahidin dan istrinya R. Isah. Sultan Mahmud yang memerintah Kesultanan Jambi sekitar tahun 1821-1826. Nisan makam-makam terbuat dari kayu sungkai, bebentuk gada dan diukir pada permukaannya. Komplek makam dikelilingi pagar berupa dinding bata berukuran besar (seperti bata candi) dan saat ini hanya tersisa sebagian.


10. Masjid Agung Al-falah

Masjid Agung Al-falah Jambi
Masjid Agung Al-Falah dikenal dengan sebutan ‘masjid seribu tiang’, dibangun pada tahun 1971 dan selesai pada tahun 1980, dengan menghabiskan 9 tahun masa pembangunan. Masjid terbesar di kota Jambi ini walau terkenal dengan sebutan Masjid Seribu Tiang, namun sebenarnya tiang yang ada di dalam masjid ini hanyalah berjumlah 256 buah. Bentuk masjid ini sederhana dengan tanpa adanya sekat dan dinding, yang ada hanyalah tiang dan atap beserta kubanya.

Bangunan masjid ini memang hanya seperti sebuah pendopo terbuka dengan banyak tiang penyangga dan satu kubah besar di atasnya. Bentuk bangunan dengan konsep keterbukaan tanpa sekat seperti ini menghasilkan konsep ramah.

Tanah tempat berdirinya Masjid Seribu Tiang merupakan saksi sejarah perjuangan raja Thaha Saifuddin melawan Belanda. Pada tahun 1885, tanah Kerajaan Jambi dulunya terikat janji penguasaan oleh Belanda, namun hal ini ditentang oleh Thaha Saifuddin. Mendengar hal ini belanda memutuskan akan menyerang kerajaan Jambi, namun alangkah kagetnya Belanda karena belum sempat mereka menyerang, ternyata mereka terlebih dahulu diserang oleh pasukan Thaha Saifuddin. Belanda pun melancarkan serangan balik dan memporak-porandakan Kerajaan Jambi.


11. Menara Air

Menara Air Jambi
Menara yang kini menjadi reservoir PDAM Jambi ini merupakan salah satu peninggalan Belanda. Terletak di Kelurahan Murni, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi atau berada di depan Museum Perjuangan Rakyat Jambi dan berada di belakang Masjid Agung. Menara air, Museum Perjuangan Rakyat Jambi, dan Masjid Agung pada masa Kesultanan Jambi merupakan bekas lokasi Istana Tanah Pilih yang kemudian dihancurkan Belanda dab didirikan benteng pertahanan. Sebagai bangunan reservoir, menara tersebut berfungsi untuk menampung air minum dengan luas bangunan berdiameter 9.360 m dan tinggi 24.150 m. Sejarah mencatat di atas menara air ini pengibaran bendera nerah putih pertama kalinya oleh pejuang Jambi pada tanggal 19 Agustus 1945 atau dua hari setelah diumumkan Proklamasi Kemerdekaan RI.

Alamat Menara Air Jambi: Jl. Slamet Riyadi No.50a, Murni, Telanaipura, Kota Jambi, Jambi 36124


12. Prasasti Karang Brahi

Prasasti Karang Brahi adalah sebuah prasasti dari zaman kerajaan Sriwijaya yang ditemukan pada tahun 1904 oleh Kontrolir L.M. Berkhout di tepian Batang Merangin. Prasasti ini terletak pada Dusun Batu Bersurat, Desa Karang Berahi, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin, Jambi.

Prasasti ini tidak berangka tahun, namun teridentifikasi menggunakan aksara Pallawa dan bahasanya Melayu Kuno. Isinya tentang kutukan bagi orang yang tidak tunduk atau setia kepada raja dan orang-orang yang berbuat jahat. Kutukan pada isi prasasti ini mirip dengan yang terdapat pada Prasasti Kota Kapur dan Prasasti Telaga Batu.


13. Rumah Dinas Gubernur Jambi

Rumah Dinas Gubernur Jambi adalah tempat kelahiran Sultan Kerajaan Melayu Kesultanan Jambi, Sultan Abdurrachman Thaha Syaifuddin yang lahir di salah satu kamar bagian tengah Rumah Dinas Residen Jambi yang pertama (sekarang Rumah Dinas Gubernur Jambi), Raden Inu Kertopati di Tanah Putih, Kecamatan Pasar, Kota Jambi sekarang, pada Jum’at, 16 Juni 1950.


14. Situs Candi Soloksipin

Situs Soloksipin terletak di Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Legok, Kota Jambi. Situs ini berasal dari periode klasik Hindu-Budha. Di dalam situs saat ini hanya tinggal puing-puing berupa pondasi bata bangunan candi. Di Candi Soloksipin ini juga ditemukan arca Budha terbuat dari batu pasiran (sand stone) setinggi 1,72 meter yang digambarkan dalam posisi berdiri memakai jubah. Kemudian 2 buah makara, lapik dan stupa. Baik arca dan makara sekarang tersimpan di Museum Negeri Jambi. Candi Soloksipin ditemukan kembali oleh orang Belanda yang pernah datang ke Jambi. Berdasarkan tulisan yang terdapat pada arca Budha tersebut dapat diperkirakan arca berasal dari abad 8 M. Sedangkan pada salah satu makara terdapat tulisan angka tahun 1064 M. sayangnya, kondisi situs saat ini udah semakin terhimpit oleh pemukiman penduduk dan hanya beberapa bagian yang bias diselamatkan.


15. Situs Candi Muaro Jambi

Situs Candi Muaro Jambi
Situs Purbakala Kompleks Percandian Muara Jambi adalah sebuah kompleks percandian agama Hindu-Buddha terluas di asia tenggara, dengan luas 3981 hektar. yang kemungkinan besar merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu. Kompleks percandian ini terletak di Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Indonesia, tepatnya di tepi Batang Hari, sekitar 26 kilometer arah timur Kota Jambi. Koordinat Selatan 01* 28'32" Timur 103* 40'04". Candi tersebut diperkirakakn berasal dari abad ke-11 M. Candi Muara Jambi merupakan kompleks candi yang terbesar dan yang paling terawat di pulau Sumatera. Dan sejak tahun 2009 Kompleks Candi Muaro Jambi telah dicalonkan ke UNESCO untuk menjadi Situs Warisan Dunia.


Sumber: