Bangunan Peninggalan Bersejarah Di Provinsi Maluku Utara

Maluku Utara (disingkat Malut) adalah salah satu provinsi di Indonesia. Maluku Utara resmi terbentuk pada tanggal 4 Oktober 1999, melalui UU RI Nomor 46 Tahun 1999 dan UU RI Nomor 6 Tahun 2003. Sebelum resmi menjadi sebuah provinsi, Maluku Utara merupakan bagian dari Provinsi Maluku, yaitu Kabupaten Maluku Utara dan Kabupaten Halmahera Tengah.

Pada awal pendiriannya, Provinsi Maluku Utara beribu kota di Ternate yang berlokasi di kaki Gunung Gamalama, selama 11 tahun. Tepatnya sampai dengan 4 Agustus 2010, setelah 11 tahun masa transisi dan persiapan infrastruktur, ibu kota Provinsi Maluku Utara dipindahkan ke kelurahan Sofifi, Kecamatan Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan yang terletak di Pulau Halmahera yang merupakan pulau terbesarnya.

Daerah ini pada mulanya adalah bekas wilayah empat kerajaan Islam terbesar di bagian timur Nusantara yang dikenal dengan sebutan Kesultanan Moloku Kie Raha (Kesultanan Empat Gunung di Maluku), sultan Ternate ke-7 Kolano Cili Aiya atau disebut juga Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331) mengundang raja–raja Maluku yang lain untuk berdamai dan bermusyawarah membentuk persekutuan. Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau Motir Verbond.

Portugis merupakan bangsa eropa pertama yang datang ke Kepulauan Maluku yaitu di banda pada tahun 1511, dan sampai di Ternate pada masa pemerintahan Sultan Bayanullah tahun 1512 dibawah pimpinan Francisco Serrão. Mereka membangun sebuah benteng di Ternate pada tahun 1522 dan selesai pada tahun 1523. Benteng ini merupakan benteng kolonial pertama di Kepulauan Maluku yang diberi nama São João Batista (Benteng Kastela).

Spanyol tiba di Tidore pada tanggal 6 November 1521 dipimpin oleh Juan Sebastián Elcano dengan kapal Trinidad dan Victoria. Kedatangan Spanyol disambut oleh Sultan Tidore pada saat itu Sultan Al-Mansur.

Kekaisaran Jepang menginvasi Maluku pada awal tahun 1942 sebagai bagian dari Kampanye Perang Dunia II Hindia-Belanda, mengusir Belanda dari wilayah tersebut. Halmahera menjadi situs pangkalan angkatan laut Jepang di Teluk Kao. 2 tahun kemudian, pasukan AS dan sekutu mereka melancarkan Pertempuran Morotai pada tahun 1944.

Daftar isi:

  1. Air Kaca
  2. Benteng De Verwacthing
  3. Benteng Kalamata
  4. Benteng Kastela
  5. Benteng Kota Janji
  6. Benteng Oranye
  7. Benteng Tahula
  8. Benteng Tolukko
  9. Benteng Tore
  10. Kedaton Sultan Bacan
  11. Kedaton Sultan Ternate
  12. Landasan Pitu
  13. Makam Sultan Babullah
  14. Masjid Sultan Bacan
  15. Masjid Sultan Ternate
  16. Masjid Wapeue
  17. Museum Perang Dunia II
  18. Monumen Teuro Nakamura


1. Air Kaca

Bangunan Peninggalan Bersejarah Di Provinsi Maluku Utara

Air Kaca merupakan sebuah tempat wisata alam dan bersejarah yang berada di Pulau Morotai, Maluku Utara. Lokasinya berada di desa Wamama, Morotai Selatan. Sekitar 1 km dari bandara Pitu dan hanya sekitar 10 menit dari pusat kota Daruba mengunakan motor atau mobil.

Air Kaca ini adalah sebuah sungai yang terdapat di dalam sebuah gua atau bisa dibilang sungai bawah tanah yang airnya muncul ke permukaan. Sungai ini mengalir ke pantai Transmerter yang lokasinya tak jauh dari Air Kaca, berjarak kira-kira 100 meter. 

Meski tak jauh dari laut, air di tempat ini adalah air tawar. Karena kejernihannya, warga sekitar menamakan tempat ini sebagai Air Kaca. Airnya sendiri memang sangat jernih sehingga terlihat biru karena warna dari dasar sungai (gua). 

Dulu Air Kaca adalah tempat mandi dan beristirahat bagi General Douglas McArthur, seorang jenderal dari tentang sekutu Amerika Serikat ketika Perang Dunia II. Di masa tersebut, tempat ini pernah tak terjamah oleh warga lokal, maklum saja saat itu Air Kaca sering digunakan oleh sang jenderal dan para perwira Sekutu untuk membersihkan diri.  

Kejernihan Air Kaca tak hanya digunakan untuk berseka. Air Kaca juga menjadi sumber air minum bagi tentara Sekutu yang berdiam di Pulau Morotai.


2. Benteng De Verwacthing
Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Maluku
Benteng De Verwachting
Benteng De Verwachting adalah sebuah benteng peninggalan Belanda yang terletak di pusat Kota Sanana Kabupaten Kepulauan Sula Propinsi Maluku Utara.Benteng ini dibangun  di kepulauan Sula pada tahun 1623 dengan nama Het Klaverblad. Dalam catatan lain bertanggal 24 Desember 1736 disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Iskandar Zoelkarnaen Benteng Het Klaverblad diperbaharui dan kemudian diberi nama De Verwachting.


3. Benteng Kalamata
Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Maluku
Benteng Kalamata
Benteng Kalamata adalah benteng yang dibangun oleh Portugis pada tahun 1540. Benteng Kalamata disebut juga Benteng Kayu Merah. Disebut Benteng Kayu Merah karena berada kelurahan Kayu Merah, Kota Ternate Selatan. Awalnya benteng ini bernama Santa Lucia, tetapi kemudian terkenal dengan Benteng Kalamata. Kalamata sendiri berasal dari nama Pengeran Kalamata, yakni adik dari Sultan Ternate Madarsyah.

Benteng Kalamata pertama kali dibangun oleh Portugis (Fransisco Serao) pada tahun 1540 untuk menghadapi serangan Spanyol dari Rum, Tidore. Kemudian, benteng ini dipugar oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Pieter Both, pada tahun 1609. Benteng Kalamata diduduki oleh Spanyol pada tahun 1625 setelah dikosongkan Geen Huigen Schapen (Portugis). Setelah ditinggal Spanyol, benteng ini diduduki oleh Belanda. Kemudian benteng ini diperbaiki oleh Mayor Lutzow pada tahun 1799. Benteng Kalamata dipugar oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1994 dan diresmikan purna pugarnya pada tahun 1997. Pada tahun 2005, Pemerintah Kota Ternate merenovasi benteng ini dengan menambahkan halaman dan rumah untuk penjaga benteng.

Benteng Kalamata didesain menyerupai empat penjuru mata angin yang memiliki empat bastion berujung runcing dan memiliki lubang bidik. Benteng Kalamata berada di garis pantai dan bagian belakang benteng terlihat pulau Tidore dan Maitara. [Wikipedia]


4. Benteng Kastela
Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Maluku
Benteng Kastela
Benteng Kastela adalah sebuah reruntuhan benteng yang terletak di pesisir barat daya Ternate. Benteng ini terkenal sebagai benteng kolonial pertama yang dibangun di Kepulauan Maluku, Indonesia. Dibangun oleh Portugis pada tahun 1522, benteng ini juga disebut dalam bahasa yang berbeda seperti São João Batista (Bahasa Portugis), Ciudad del Rosario (Bahasa Spanyol) atau Gammalamma (Bahasa Ternate dan Belanda). Benteng ini lebih dikenal oleh masyarakat lokal saat ini sebagai Kastella/Kastela.

Dalam perjalanan sejarahnya, Benteng Kastela beberapa kali menjadi saksi bisu dari peristiwa penting yang melibatkan Kesultanan Ternate dengan bangsa Portugis. Salah satunya adalah, perjuangan rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Baabullah dalam melawan dan mengusir bangsa Portugis. Setelah pertempuran yang berlangsung selama kurang lebih lima tahun, akhirnya Portugis berhasil diusir dari Ternate pada tahun 1575. Benteng Kastela kemudian diduduki dan dikuasai oleh Kesultanan Ternate.


5. Benteng Kota Janji
Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Maluku
Benteng Kota Janji [Kemdikbud]
Benteng Kota Janji adalah sebuah benteng Portugis yang terletak di Jalan Ngade, Dusun Laguna, Desa Fitu, Kecamatan Ternate Selatan, Ternate, Provinsi Maluku Utara, letaknya berada di pinggir jalan utama menuju Kota Ternate dari arah selatan. Benteng yang berdiri dengan kokoh di atas ketinggian 50 meter dari permukaan laut ini dibangun pada masa penjajahan Portugis. Benteng ini dibangun oleh Gubernur Portugis Antonio de Brito pada tahun 1522.

Dinamakan Benteng Kota Janji karena menjadi saksi bisu perjanjian damai Sultan Khairun dan Gubernur Portugis. Tetapi Portugis ingkar dan mencabut nyawa sultan di Benteng Kastela. Maka dari itu, Benteng Kota Janji masih erat kaitannya dengan Benteng Kastela.

Pada tahun 2004, benteng ini pernah direhabilitasi namun hanya sekadar menyelamatkan wilayah cagar budaya dengan mempercantik daerah sekitar Benteng dengan membuat taman serta dibangun pula pagar yang mengelilingi benteng. Tetapi bentuk sesungguhnya dari benteng sudah tidak tampak lagi.


6. Benteng Oranye
Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Maluku
Benteng Oranje / Oranye
Benteng Oranye terletak di Ternate dibangun oleh Belanda pada tahun 1607 dan juga berfungsi sebagai markas besar VOC hingga tahun 1619 sebelum kantor pusat VOC dipindahkan di Batavia. Benteng ini juga berfungsi sebagai kediaman Gubernur Belanda di Ternate.

Benteng Oranje adalah benteng peninggalan Belanda tang terletak di Pulau Ternate. Benteng Oranje didirikan pada tanggal 26 Mei 1607 oleh Cornelis Matclief de Jonge dan diberi nama Benteng Oranje oleh Francois Wiltlentt pada tahun 1609 pada masa Pemerintahan Sultan Mudaffar. 

Benteng oranje ini semula berasal dari bekas sebuah benteng tua yang dibangun oleh Bangsa Portugis dan dihuni oleh orang Melayu sehingga dberi nama Benteng Melayu. Terletak di pusat Kota Ternate tepatnya di Kelurahan Gamalama yang beralamat di Jalan Hasan Boesoeri, Ternate Tengah, Ternate, Maluku Utara. Dengan letak yang strategis tersebut menjadikan benteng ini semakin mudah untuk dikunjungi para wisatawan.

Kini Benteng Oranje telah beralih fungsi menjadi lokasi wisata benteng di Ternate. Dulu yang lokasinya berada tepat disamping laut kini telah berada di tengah kota karena adanya reklamasi dan bagian depan benteng ini dibuat taman kota serta lokasi pertokoan.


7. Benteng Tahula

Bangunan Peninggalan Bersejarah Di Provinsi Maluku Utara

Benteng Tahula terletak di Soa Sio Kota Tidore Dan Kepulauan Propinsi Maluku Utara. Menurut Ramerini (2012), Benteng Tahula adalah benteng utama Bangsa Spanyol di Pulau Tidore. Pembangunan benteng ini berlangsung berlangsung lambat dari 1610 hingga 1615, selain lokasi benteng di atas bukit yang menyulitkan dalam pengangkutan material, juga sering terjadi gangguan dari rakyat Tidore selama proses pembangunannya. Benteng ini ditinggalkan Spanyol antara tahun 1661 – 1662, dan kemudian diduduki oleh Sultan Tidore.

Untuk mencapai lokasi benteng kita mesti menaiki tangga yang cukup tinggi, sebanyak 100-an lebih anak tangga. Ada beberapa anak tangga yang terlalu berjarak sehingga perlu kehati-hatian terutama saat turunnya.


8. Benteng Tolukko

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Maluku

Benteng Tolukko terletak di Ternate, Maluku Utara, di bangun oleh Portugis pada tahun 1540 dan kemudian diperbaiki oleh Belanda pada tahun 1610 dan terakhir oleh pemerintah Indonesia. Benteng Tolukko adalah benteng peninggalan Portugis yang berada di Kelurahan Sangadji, Kecamatan Ternate Utara, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara, Indonesia. Benteng Tolukko dibangun oleh seorang panglima Portugis yang bernama Fransisco Serao, pada tahun 1540. Benteng ini dibangun Portugis sebagai pertahanannya dalam menguasai cengkih dan juga menguasai dominasinya di antara bangsa Eropa yang lain. Benteng ini diambil alih oleh Belanda pada tahun 1610 dan direnovasi oleh Pieter Both. Pada tahun 1864, oleh Residen P. van der Crab, benteng Tolukko dikosongkan karena sebagian bangunannya telah rusak. Pemerintah Republik Indonesia memugar benteng ini pada tahun 1996-1997.

Dahulu benteng Tolukko dikenal dengan nama Benteng Hollandia. Benteng Tolukko dibangun di atas fondasi batuan beku. Benteng ini terbentuk dari tiga buah bastion, ruang bawah tanah, halaman dalam, lorong serta bangunan utama berbentuk egi empat. Konstruksi bangunannya terbuat dari campuran batu kali, batu karang, pecahan batu bata yang direkat oleh campuran kapur serta pasir.

9. Benteng Tore

Bangunan Peninggalan Bersejarah Di Provinsi Maluku Utara

Benteng Torre terletak di Soa Sio Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara. Benteng ini dibangun tahun 1578 oleh Portugis atas perintah Sancho de Vasconcelos yang mendapat ijin dari Sultan Gapi Baguna tanggal 6 Januari 1578. Nama benteng “Torre” kemungkinan berhubungan dengan nama Kapten Portugis pada saat itu yaitu Hernando De La Torre.

Benteng ini digunakan untuk melihat kapal-kapal yang hendak menyerang markas Portugis pada waktu itu karena letaknya berdekatan dengan Kedaton Kie Kerajaan Tidore. Benteng ini juga merupakan saksi kejayaan Kerajaan Tidore pada saat itu. Pulau Tidore merupakan salah satu pulau penghasil rempah-rempah pada beberapa abad lalu.

Untuk menuju Benteng Tore, pengunjung harus menuju Ternate terlebih dahulu tentunya. Sebab Tidore belum memiliki bandara sendiri. Dari Bandara Sultan Baabullah, Ternate, menuju ke Pelabuhan Rum pulau Tidore menggunakan speedboat maupun kapal Ferry. Dan sesampainya di Pelabuhan Rum, disambung dengan Becak Motor atau Mikrolet menuju Benteng Torre.


10. Kedaton Sultan Bacan

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Maluku

Kedaton Sultan Bacan adalah sebuah bangunan yang terletak di tengah Kota Labuha, tepatnya di Jl. Oesman Syah, Amasing Kota Bar., Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara. Dulu, Kedaton ini awalnya merupakan kediaman sultan Muksin Syah. Kediaman sultan ini digunakan sebagai kedaton dikarenakan kedaton sebelumnya hancur akibat perang dunia II. 

Pada tahun 2003 Kedaton ini sempat direnovasi dengan mengganti bagian atap rumahnya. Warna kuning yang mendominasi kedaton ini melambangkan kesultanan.

Kedaton ini juga menjadi tempat untuk menyimpan barang-barang peninggalan yang masih dapat diselamatkan dari kedaton aslinya yang hancur terbakar selama Perang dunia II. Benda peninggalan tersebut antara lain mahkota, keris, beserta payung. Mahkota yang disebut Lakare ini terbuat dari kain beludru dengan hiasan batu-batu mulia asli. Mahkota ini merupakan daya tarik yang sangat besar bagi pengunjung kedaton ini.


11. Kedaton Sultan Ternate

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Maluku

Kedaton Sultan Ternate adalah bangunan peninggalan Kesultanan Ternate yang berada di bukit Limau, jalan Sultan Khairun, Kelurahan Sao-sio, Ternate Utara, Ternate, Maluku Utara, Indonesia.

Kedaton Sultan Ternate dibangun pada 24 November 1813 oleh Sultan Muhammad Ali dengan luas bangunan 1500 meter kuadrat di tanah seluas 1,5 hektar. Museum ini dibangun oleh seorang arsitektur dari Tiongkok. Sejak tahun 1981, pengelolaan bangunan diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, walaupun dalam kesehariannya masih digunakan sebagai kediaman sultan.

Kini Kedaton Sultan Ternate menjadi sebuah Museum dengan nama Museum Kedaton Sultan Ternate yang diresmikan oleh Menteri Kebudayaan pada tahun 1982.

Museum Kedaton Sultan Ternate berbentuk segi delapan yang menyerupai seekor singa yang sedang duduk dengan kedua kaki depannya menghadap ke laut dan gunung Gamalama sebagai latar belakangnya. Museum ini memiliki koleksi benda geologi, etnografi, arkeologi, sejarah, numismatik, filologi, teknologi, seni rupa, dan keramik.

Di museum ini terdapat peninggalan Kesultanan Ternate dan Eropa. Peninggalan kesutanan ternate misalnya berupa mahkota, singgasana yang berwarna emas, peralatan perang, peralatan upacara adat dan upacara kesultanan dan Al-Quran tulisan tangan. Mahota peninggalan Kesultanan Ternate tersebut memiliki rambut yang tumbuh setiap saat seperti rambut manusia. Untuk memotong rambut yang tumbuh tersebut, diadakan upacara ritual istampa setiap hari raya Idul Adha. Mahkota tersebut diperkirakan telah berumur 500 tahun sejak sultan Ternate yang pertama berkuasa.


12. Landasan Pitu

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Maluku

Pulau Morotai adalah pulau kecil terpencil di Provinsi Maluku Utara. Meski kecil, hanya seluas 1.800 kilometer persegi. dari Pulau inilah Jepang dilumpuhkan pasukan Sekutu. Pulau Morotai memiliki peran penting dalam sejarah Perang Dunia II. Di sana terdapat tujuh landasan pesawat, Pitu Street, sebagai saksi sejarah yang digunakan Amerika Serikat untuk pendaratan pesawat tempur.

Landasan Pitu adalah sebuah Landasan pesawat peninggalan Tentara Jepang yang dibangun pada tanggal 17 Oktober 1944. Terdapat 7 landasan terbang di tempat ini, namun salah satunya telah dioperasionalkan sebagai Bandara Udara Pitu Pulau Morotai. Landasan Pitu berada di Wawama yang berdekatan dengan Kota Daruba.


13. Makam Sultan Babullah

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Maluku

Makam Sultan Babullah yang berada di Kelurahan Foramadiahi, Kecamatan Ternate Pulau, Ternate, Maluku Utara.

Sultan Baabullah (10 Februari 1528 (?) – Juli 1583) atau Babullah, juga dikenali sebagai Baab atau Babu dalam sumber Eropa, merupakan sultan ke-7 dan penguasa ke-24 Kesultanan Ternate di maluku utara yang memerintah antara tahun 1570 dan 1583. Ia dianggap sebagai Sultan teragung dalam sejarah Ternate dan Maluku karena keberhasilannya mengusir penjajah Portugis dari Ternate dan membawa kesultanan tersebut kepada puncak kejayaannya di akhir abad ke-16. Sultan Baabullah juga dikenali dengan gelar "Penguasa 72 Pulau", berdasarkan wilayah kekuasaannya di Indonesia timur, yang mencakup sebagian besar Kepulauan Maluku, Sangihe dan sebagian dari Sulawesi. Pengaruh Ternate pada masa kepemimpinannya bahkan mampu menjangkau Solor (Lamaholot), Bima (Sumbawa bagian timur), Mindanao, dan Raja Ampat. Peran Maluku dalam jaringan niaga Asia meningkat secara signifikan karena perdagangan bebas hasil rempah dan hutan Maluku pada masa pemerintahannya.

Sultan Baabullah mangkat pada bulan Juli tahun 1583. Terdapat versi yang berbeda-beda mengenai penyebab dan tempat kematiannya. Menurut sebuah riwayat meragukan yang muncul jauh di kemudian hari (catatan François Valentijn, 1724), ia diperangkap oleh Portugis dalam kapal mereka dan dibawa ke Goa, tetapi meninggal di perjalanan. Riwayat-riwayat lainnya menyatakan bahwa ia dibunuh ketika berada di kediamannya, entah melalui racun atau sihir.

14. Masjid Sultan Bacan

Masjid Sultan Bacan dibangun saat Kesultanan Bacan dipegang oleh Sultan Usman Syah akhir abad 18. Dia membangun sekembalinya dari berguru dengan Syeh Soleman Asyamadani, seorang ulama asal Jawa yang dibuang ke Ambon.

Masjid Kesultanan Bacan merupakan bagian dari Kedaton Kesultanan Bacan yang digunakan sebagai pusat ibadah dan pusat kebudayaan Islam di Pulau Bacan. Masjid ini terletak di Kelurahan Amasing Kota RT.03 RW.07, Kecamatan Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Masjid ini berada di tengah-tengah pemukiman yang terdapat di Kota Labuha. Kurang lebih 100 m ke arah barat dari Kedaton Sultan Bacan.

Ada beberapa pendapat penanggalan Masehi pendirian Masjid Kesultanan Bacan. Ada yang mengatakan bahwa masjid ini didirikan semasa pemerintahan Sultan Usman Syah pada akhir abad 18 setelah sultan berguru kepada Syekh Sulaiman As Samadani, seorang ulama asal Jawa yang diasingkan ke Ambon. Sedangkan, pada Direktori Masjid Bersejarah (2008) disebutkan bahwa masjid ini dibangun sekitar tahun 1901 yang diarsiteki oleh Cronik van Hendrik, seorang arsitek dari Jerman, pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Sadek.

Terlepas dari perbedaan itu, masyarakat Labuha meyakini bahwa masjid tersebut telah berumur ratusan tahun. Masjid berdenah persegi ini memiliki atap limasan bersusun dua yang berdiri di atas lahan seluas 6.020 m². Pada kubah limas paling atas terdapat kaligrafi di setiap sisinya. Pada salah satu terasnya, terdapat sebuah bedug bercat hijau yang memiliki diameter 1 m dengan panjang 1,5 m, sedangkan pada bagian belakang masjid terdapat kompleks pemakaman kuno keluarga serta kerabat dari Kesultanan Bacan.

Masjid Kesultanan Bacan ini tidak dikelilingi pagar, akan tetapi dekat masjid dari tiga arah jalan masuk ke lingkungan masjid tersebut terdapat pintu gapura beratap gua susun sebagai gerbang menuju lingkungan masjid tersebut.


15. Masjid Sultan Ternate

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Maluku
Masjid Sultan Ternate (Sigi Lamo) adalah sebuah masjid yang terletak di kawasan Jalan Sultan Khairun, Kelurahan Soa Sio, Kecamatan Ternate Utara, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara. Masjid ini menjadi bukti keberadaan Kesultanan Islam pertama di kawasan timur Nusantara ini. Kesultanan Ternate mulai menganut Islam sejak raja ke-18, yaitu Kolano Marhum yang bertahta sekitar 1465-1486 M. Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500), yang makin memantapkan Ternate sebagai Kesultanan Islam dengan mengganti gelar Kolano menjadi Sultan, menetapkan Islam sebagai agama resmi kerajaan, memberlakukan syariat Islam, serta membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama.

Masjid Sultan Ternate letaknya sekitar 100 meter dari Kedaton. Pembangunannya di mulai pada tahun 1606 saat berkuasanya Sultan Saidi Barakati dan kemudian dilanjutkan oleh Sultan Musafar dan dirampungkan oleh Sultan Hamzah pada tahun 1648 dengan komposisi bahan yan terbuat dari susunan batu.


16. Masjid Wapeue

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Maluku
Masjid Tua Wapauwe adalah masjid yang sangat bersejarah dan merupakan masjid tertua di Maluku. Umurnya mencapai tujuh abad. Masjid ini dibangun pada tahun 1414 Masehi oleh Perdana Jamillu. Masjid yang saat ini masih berdiri dengan kokohnya, menjadi bukti sejarah Islam di Maluku pada masa lampau.

Mulanya Masjid ini bernama Masjid Wawane karena dibangun di Lereng Gunung Wawane oleh Pernada Jamilu, keturunan Kesultanan Islam Jailolo dari Moloku Kie Raha (Maluku Utara). Kedatangan Perdana Jamilu ke tanah Hitu sekitar tahun 1400 M, yakni untuk menyebarkan ajaran Islam pada lima negeri di sekitar pegunungan Wawane yakni Assen, Wawane, Atetu, Tehala dan Nukuhaly, yang sebelumnya sudah dibawa oleh mubaligh dari negeri Arab.

Hal lainnya yang bernilai sejarah dari masjid tersebut yakni tersimpan dengan baiknya Mushaf Alquran yang konon termasuk tertua di Indonesia. Yang tertua adalah Mushaf Imam Muhammad Arikulapessy yang selesai ditulis (tangan) pada tahun 1550 dan tanpa iluminasi (hiasan pinggir). Sedangkan Mushaf lainnya adalah Mushaf Nur Cahya yang selesai ditulis pada tahun 1590, dan juga tanpa iluminasi serta ditulis tangan pada kertas produk Eropa.

Imam Muhammad Arikulapessy adalah imam pertama Masjid Wapauwe. Sedangkan Nur Cahya adalah cucu Imam Muhammad Arikulapessy. Mushaf hasil kedua orang ini pernah dipamerkan di Festival Istiqlal di Jakarta, tahun 1991 dan 1995.

Selain Alquran, karya Nur Cahya lainnya adalah: Kitab Barzanzi atau syair puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW, sekumpulan naskah khotbah seperti Naskah Khutbah Jumat Pertama Ramadhan 1661 M, Kalender Islam tahun 1407 M, sebuah falaqiah (peninggalan) serta manuskrip Islam lain yang sudah berumur ratusan tahun.


17. Museum Perang Dunia II

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Maluku
Museum Perang Dunia II berada di Pulau Morotai, Maluku Utara. Lokasi Museum Perang Dunia II ini berada di sisi Bandara Pitu ke arah laut dan bergabung dengan Museum Trikora. Letaknya dari Darubah/pusat kota sekitar 5-10 menit dengan kendaraan pribadi atau angkutan umum (bentor).

Museum ini merupakan saksi dahsyatnya Perang Dunia II pada saat itu. Barang-barang peninggalan di dalam museum ini menjadi salah satu bukti paling otentik yang dimiliki di Morotai. Morotai merupakan basis pangkalan perang pasukan Sekutu saat Perang Dunia II terjadi. Bagian dalam museum ini terdapat perlengkapan perang yang pernah digunakan pasukan Sekutu dan Jepang saat perang pada tahun 1944-1945. Bahkan sebagian perlengkapan tersebut merupakan hasil restorasi dari perlengkapan yang diangkat dari perairan Morotai. Terdapat juga salah satu pakaian yang dipajang adalah asli milik Jenderal Mc Arthur. Bagian luar museum terdapat tank peninggalan PerangDunia II yang berdiri dengan gagah.


18. Monumen Teuro Nakamura

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Maluku
Monumen Teuro Nakamura adalah sebuah monumen yang berada di Desa Deheglia, Morotai berdiri, dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara. Teruo Nakamura, lahir di Taiwan di bawah pemerintahan Jepang, 8 Oktober 1919 – meninggal di Taiwan, Republik Tiongkok, 15 Juni 1979 pada umur 59 tahun. Ia adalah prajurit dua Angkatan Darat Kekaisaran Jepang kelahiran Taiwan yang bertempur demi Jepang di dalam Perang Dunia II dan baru menyerah pada tahun 1974 di Pulau Morotai, Indonesia. Ia merupakan salah satu dari sekian banyak Tentara Jepang yang menolak menyerah setelah berakhirnya Perang Dunia II dan juga yang dikonfirmasi sebagai yang terakhir.

Nakamura terlahir dengan Attun Palalin, sementarar Media Taiwan menyebutnya dengan nama Lee Guang-Hui 李光輝, sebuah nama yang baru ia ketahui setelah ia direpatriasi pada tahun 1975.