Maluku adalah sebuah provinsi yang meliputi bagian selatan Kepulauan Maluku, Indonesia. Provinsi ini berbatasan dengan Laut Seram di utara, Samudra Hindia dan Laut Arafura di selatan, Papua di timur, dan Sulawesi di barat. Ibu kota dan kota terbesarnya ialah Ambon.
tempat bersejarah di maluku, sebutkan 5 benteng bersejarah di maluku, bangunan peninggalan spanyol di indonesia, benteng portugis di maluku, benteng pertahanan belanda di maluku, peninggalan portugis di ternate, apa saja peninggalan sejarah kerajaan ternate, benteng yang ada di ambon
Budaya prasejarah Maluku dimulai oleh budaya Batu Tua. Kebudayaan dilanjutkan oleh kebudayaan Batu Baru dengan budaya bercocok tanam, seiring ditemukannya kapak dan cangkul, yang menjadi dasar perkembangan kebudayaan Maluku hingga saat ini. Selanjutnya, kebudayaan perunggu dan besi.
Setelah menaklukkan Melaka pada 1511, Portugis di bawah Francisco Serrão mencari Kepulauan Maluku. Serrão yang pada awalnya berlabuh di Ambon berakhir di Ternate sebagai sekutunya pada 1512. Sejak itu, Portugis berhasil menanamkan kekuasaannya di Maluku. Portugis membangun beberapa loji dan benteng di Ambon serta Banda di mana terjadi penginjilan dan perkawinan campur di permukiman yang tumbuh di sekitarnya.
Belanda pertama kali menginjakaan kakinya di Maluku pada 1599 di bawah pimpinan Wybrand van Warwijck dengan mengunjungi Ambon dan Banda. Kedatangan Belanda disusul Inggris yang datang di bawah pimpinan James Lancaster pada 1601. Mereka membangun loji di Banda. Setahun setelahnya, Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) dibentuk.
Daftar Isi:
- Army Dock dan Navi Base
- Benteng Batu Gong Pillbox
- Benteng Amsterdam
- Benteng Belgica
- Benteng Beverwijk
- Benteng Calombo
- Benteng Concordia
- Benteng De Morgenster
- Benteng Duurstede
- Benteng Haarlem
- Benteng Harderwijk
- Benteng Hollandia (Saparuan)
- Benteng Hoorn
- Benteng Kapahaha
- Benteng Kampung Baru
- Benteng Kayeli
- Benteng Kota (Kijk In Den Pot)
- Benteng Lakui
- Benteng Nasau
- Benteng Nieuw Victoria
- Benteng Nieuw Zeelandia
- Benteng Hectoria
- Benteng Ouw
- Benteng Passo / Benteng Middelburg
- Benteng Piru
- Benteng Revengie
- Benteng Seith
- Benteng Titaley
- Benteng Wantrouw
- Museum Tank Amfibi
- Museum Trikora
- Morotai Wreck
- Pulau Zum-Zum
- Rumah Pengasingan Bung Hatta
- Taman Makam Persemakmuran
- Taman Pattimura
1. Army Dock dan Navi Base
Army Dock & Navy Base bekas peninggalan Perang Dunia II dapat anda temukan di Desa Pandanga yang merupakan markas militer Angkatan Darat dan Angkatan Laut sekutu dalam perang Pasifik di Morotai. Ditempat tersebut dibangun pula instalasi militer infantri, zeni tempur dan rumah sakit serta lima dermaga laut. Lokasi ini sangat penting pada tahun 1944 - 1945. Dulu juga terdapat jembatan terapung yang menghubungkan tempat ini ke Pulau Sumsum yang digunakan untuk mentransfer logistik para tentara perang. Anda dapat menemui puing-puing bekas pelabuhan militer di lokasi ini.
Army Dock menjadi lokasi pertama pendaratan tentara Perang Sekutu Amerika dan membawa semua amunisinya mulai dari tang baja, meriam, peluru, bom hingga obat-obatan. Bahkan Pantai Army juga menjadi basis utama Amerika melancarkan serangan sporadisnya kepada Jepang hingga akhirnya Jepang Mengalami kekalahan.
Pantai Army Dock berada disebalah sisi Barat Pulau Morotai. Pantai yang memilki pasir putih ini hanya berjarak sekira lima- 10 menit perjalanan dengan kendaraan bermotor dari pusat Kota Daruba yakni Ibu Kota Kabupaten Morotai. Saya sendiri datang ke pantai Army Dock hanya naik Bentor ( Becak Ojek Motor) dengan biaya Rp 5000 saja.
2. Benteng Batu Gong Pillbox
Benteng Batu Gong Pillbox merupakan nama lain dari Benteng Kota Lama, benteng ini dibangun oleh Jepang antara tahun 1942 s/d 1945. Benteng kota lama bisa kita kunjungi di kelurahan batu gong, Ambon.
Benteng Amsterdam adalah benteng peninggalan Belanda yang letaknya di perbatasan antara Negeri Hila dan Negeri Kaitetu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, sekitar 42 km dari kota Ambon. Benteng Amsterdam adalah bangunan kedua yang didirikan oleh Belanda setelah Casteel Vanveere di Negeri Seith hancur. Benteng Amsterdam merupakan salah satu bangunan tua yang berusia ratusan tahun dan merupakan bagian dari sejarah penguasaan VOC di Ambon, Maluku. Di benteng Amsterdam terdapat perlengkapan perang dan barang pecah belah yang berusia ratusan tahun.
Benteng Amsterdam terletak di Desa Hila Kecamatan Leihitu, Ambon. Benteng ini dibangun oleh bangsa Portugis dan pada awalnya digunakan sebagai Loji tempat penyimpanan rempah-rempah (cengkeh dan pala).
Untuk pergi menuju Benteng Amsterdam, anda bisa menggunakan jasa sewa minibus dari Bandara Pattimura, atau bagi backpacker bisa menumpang Angkutan kota Trayek Laha, lalu disambung dengan minibus AKDP trayek Hila. Lokasi Benteng Amsterdam ini berada di Kaitetu, Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.
Benteng Belgica pada awalnya adalah benteng yang dibangun oleh bangsa Portugis pada abad 16 di Pulau Neira. Lama setelah itu, di lokasi benteng Portugis tersebut kemudian di bangun kembali sebuah benteng oleh VOC atas perintah Gubernur Jendral Pieter Both pada tanggal 6 september 1611. Benteng tersebut kemudian diberi nama Fort Belgica, sehingga pada saat itu, terdapat dua buah benteng di Pulau Neira yaitu; Benteng Belgica dan Benteng Nassau. Benteng ini dibangun dengan tujuan untuk menghadapi perlawanan masyarakat Banda yang menentang monopoli perdagangan pala oleh VOC.
Benteng Belgica berada di tengah Kota Banda dan berada 30 meter di atas permukaan laut. Benteng berada di Kecamatan Neira di Pulau Banda Neira yang dikelilingi oleh laut dalam. Benteng ini dibangun untuk mempertahankan serangan dari rakyat Banda yang menentang monopoli perdagangan pala dari VOC. Benteng Belgica berdenah segi lima. Bahan bangunan dari balok batu yang disusun teratur dan direkatkan serta diplester dengan lapisan kapur.
Benteng ini terdiri dari dua bagian, yaitu Bangunan I dan Bangunan II. Bangunan I merupakan pelataran yang tebal dan kokoh. Panjang setiap sisi rata-rata 40 meter, tinggi dinding 5,40 meter. Pada setiap sudutnya terdapat bastion yang berjumlah 5, berukuran 16 x 15 meter. Jalan masuk menuju ruang dalam saat ini dihubungkan dengan tangga yang terbuat dari kayu. Di dalam bangunan I tidak terdapat ruangan. Di samping bastion bawah dibangun satu rumah jaga.
Bangunan II merupakan bangunan bagian dalam yang berdenah segi lima, pada setiap sudutnya terdapat menara pengamat bertangga setinggi 13,8 meter. Pada Bangunan II ini terdapat beberapa ruangan yang dipergunakan untuk tempat istirahat prajurit atau untuk menyimpan amunisi. Ruangan-ruangan tersebut langit-langitnya melengkung dan lantainya berdenah empat persegi panjang. Setiap ruangan dihubungkan oleh pintu menuju ke ruang terbuka di tengah (atrium).
Beverwijk terletak di negeri Sila pulau Nusalaut. Benteng ini didirikan yang pada tahun 1654 dan oleh De Vlaming pada tahun 1656 disebut Beverwijk. Pemberian nama Beverwijk sesuai dengan tempat kelahiran Arnold de Vlaming di Amsterdam Utara. Di benteng ini ditempatkan seorang sersan dengan 20 orang serdadu dan seorang tabib. Benteng itu dipersenjatai dengan empat pucuk meriam dan berada di bawah kekuasaan penguasa Honimoa. Pada tahun 1673 sebaliknya sersan digantikan oleh seorang Onderkoopman atau tenaga pembukuan. Tempat di mana kubu itu dibangun, tidak kaya air sehingga penghuni benteng terpaksa mengambil air minum dari sumur-sumur yang digali di pantai di mana uap yang muncul tidak baik bagi kesehatan mereka.
Benteng Calombo adalah sebuah benteng pengawas untuk memantau perairan Lontor yang dibuat oleh Belanda pada akhir abad ke-18. Adalah Francois Boekholtz yang kala itu memangku jabatan sebagai Gubernur di Kepulauan Banda yang memulai inisiatif pembangunan benteng di sebuah tanjung bagian utara Pulau Gunung Api.
Benteng dengan luas lebih kurang 10 meter persegi tersebut kemudian diberi nama Baterai de Cop. Dikemudian hari Baterai de Cop lebih dikenal oleh Masyarakat Banda dengan nama Fort Calombo.
Baterai de Cop atau Fort Calombo berada di tanjung utara Pulau Gunung Api, desa Nusantara, Kepulauan Banda. Kini, situs Benteng Calombo masih bisa dijumpai. Untuk berkunjung ke situs bersejarah Kepulauan Banda ini, Anda bisa menumpangi perahu dari Pulau Naira.
Kondisi sudah tidak utuh, hanya terdapat sepenggal struktur benteng yang telah tertutup oleh akar tanaman serta bercampur dengan tanah sekitar.
|
Benteng Concordia atau Benteng Wayer |
Benteng Fort Concordia atau dinamakan juga Benteng Wayer adalah benteng yang dibangun pada tahun 1630 oleh VOC pada jaman Belanda. Benteng yang memiliki luas 1600m2ini terletak di Waer, Banda Neira, Kabupaten Maluku Tengah.
Benteng Concordia dibangun untuk mengawasi gerak perdagangan pala penduduk Wayer dengan pedagang luar. Jika penduduk berani menjual pala kepada pedagang selain Belanda, hukuman mati adalah ganjarannya. Ketika baru selesai dibangun, benteng ini berbentuk segitiga. Namun sesudah dirobohkan pada tahun 1732, dibangun kembali satu benteng baru di tempat yang sama dengan bentuk segi empat dilengkapi dengan empat bastion. Akan tetapi hanya ada tiga jalan masuk menuju ke empat bastion tersebut.
Benteng ini terletak di desa Wayer, tidak jauh dari pantai, di mana keletakannya menghadap tenggara 120º dari utara, berada di atas tebing yang langsung berhadapan dengan laut. Pengukuran yang dilakukan dari luar pada sisi dinding yang mengarah ke laut, menunjukkan ketinggian dinding benteng yaitu 4.80 M. Benteng ini memiliki dua pintu masuk yaitu pintu yang mengarah ke laut dan satu lagi yang mengarah ke darat. Pintu yang mengarah ke darat memiliki ukuran yang lebih tinggi dengan adanya ornamen pada bagian luar pintu sehingga secara keseluruhan memiliki ukuran yaitu 3.70 M, sementara ukuran ambang pintu yaitu tinggi 2.25 M dan lebar 1.85 M dan panjang lorong pintu yaitu 2.80 M. Adapun ukuran ambang pintu yang mengarah ke laut yaitu 2.40 x 1.90 M dan panjang lorong pintu yaitu 2.70 M.
Pada setiap sisi dinding benteng diperkuat dengan dua lapis dinding yang masing-masing memiliki ketebalan yaitu 75 cm pada bagian luar dan 70 cm pada bagian dalam. Pada bagian tengah kedua lapisan dinding tersebut terpisah dengan jarak 90 cm yang kemudian diisi dengan tanah, bagian ini sekaligus merupakan jalur parit pengintai untuk mobilitas prajurit dan amunisi. Di benteng ini juga ditemukan sebuah meriam dengan panjang 2.45 M, diameter kuping 10 cm, diameter moncong 10 cm, diameter pangkal 40 cm.
Benteng De Morgenster atau Fort Dender dibangun oleh Belanda di desa Dender, pulau Banda Besar. Benteng De Morgenster dibangun sekitar tahun 1626 oleh Gubernur Willem Jansz Admiraal sebagai bangunan pertahanan melawan pemberontakan dan perampokan. Selain itu Benteng De Morgenster dibagun dengan tujuan untuk mengendalikan para budak di perkebunan pala.
Benteng De Morgenster digunakan sampai penghentian kebijakan pemerintah kolonial untuk memonopoli pala pada tahun 1864, setelah itu ditinggalkan. saat ini, hanya ada beberapa fragmen dinding yang tersisa.
Benteng Duurstede dibangun pertama kali oleh Portugis pada tahun 1676, kemudian direbut, dimanfaatkan dan dibangun kembali oleh Gubernur Ambon Mr. N. Schaghen pada tahun 1691. Benteng Duurstede berfungsi sebagai bangunan pertahanan serta pusat pemerintahan VOC selama menguasai wilayah Saparua. Pada 16 Mei 1817 benteng ini diserbu oleh rakyat Saparua dibawah pimpinan Kapitan Pattimura, seluruh penghuni benteng tewas kecuali putra Residen yang bernama Juan Van Den Berg.
Benteng Haarlem atau Van Der Capellen dibangun pada abad ke-17M, terletak di jalan Hewa Tawali, Negeri Lima, Leihitu, Ambon. Denah bangunan berbentuk persegi empat, pintu depan terdapat di sisi timur. Pada bagian tenggara terdapat 2 ruangan dan pada bagian barat laut terdapat 1 ruangan. Material bangunan terdiri dari batu karang dengan perekat kalero/kapur yang kemudian diberi cat. Pada bagian atas benteng sisi timur laut terdapat prasasti bertuliskan"BLOKHUIS VAN DER CAPELLEN GEBOUWD A 1817 DEN 8 DECEMBER DOOR.."
Pada tahun 1655 bangunan pertahanan ("blokhuis") bernama "Haarlem" didirikan dan dihuni oleh sejumlah orang. Kemudian pada tahun 1817 di atas reruntuhan bangunan pertahanan Haarlem ini dibangun bangunan pertahanan Van der Capellen atas perintah Komisaris-Jenderal Buyskes dengan tujuan untuk melindungi Dusun Larike dan Hila. Pembangunan dikoordinasi oleh Kapten Zeni Maynhard dan setelah selesai dibangun, dihuni oleh 50 tentara dan dilengkapi dengan 2 meriam. Pada tahun 1824 bangunan ini dikunjungi oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van der Capellen.
Benteng Harderwijk atau nama lainnya Redut Amahai dibangun pada tahun 1630 oleh Belanda, Benteng ini dapat kita jumpai di pulau Seram tepatnya di jalan poros Amahai - Masohi, kecamatan Amahai, Maluku Tengah.
12. Benteng Hollandia (Saparuan)
Benteng Hollandia (Benteng Toloko) adalah Benteng yang dibuat Bangsa Belanda untuk tempat mempertahankan diri dari pemberontakan rakyat Pulau Banda atas monopoli perdagangan Pala pada masa tersebut. Benteng Hollandia didirikan di pulau Lonthoir/Banda Besar.
Benteng dengan arah hadap utara ini dibuat pada tahun 1642 berhadapan dengan rumah Gubernur Jenderal VOC (Istana Mini) di Neira. Awalnya benteng ini bernama Fort Lonthoir. Kemudian nama ini diubah oleh Pieter Vlak menjadi Fort Hollandia. Benteng itu dibangun untuk mengendalikan lalu lintas laut yang melintas selat antara Naira dan Lonthoir, terutama untuk memonitor aktivitas perdagangan pala di jalur laut lonthoir dan neira.
Benteng Hollandia atau benteng Lonthoir berbetuk persegi dengan tambahan bastion disetiap sudutnya. Pada setiap bastion dilengkapi ruang pengintai (rondelle) berbentuk tabung yang keletakannya berada di sudut terluar bastion.
Benteng dengan luasan 450 m² ini dibangun dari susunan batu andesit, batu karang, dan bata merah yang direkatkan menggunakan kalero (bubuk batu karang yang dihasilkan melalui proses pembakaran), serta tambahan batu ekspos (kotak) pada dinding terluar bastion.
|
Benteng Hoorn/Pelauw |
Benteng Hoorn/Pelauw adalah sebuah bangunan peninggalan zaman Belanda. Benteng ini dibangun pada tahun 1785 oleh de Vlaming berdasarkan gambar seorang letnan artileri Strick, atas perintah Gubernur Van Plauran sebagai pertahanan dari bajak laut Papua. Benteng ini awalnya merupakan sebuah rumah yang dibangun pada tahun 1656 dengan sederhana dari nipah yang diberi pagar.
Benteng ini lebih dikenal dengan nama "Post Pengintaian Hoom" yang dilengkapi dengan 4 meriam dijaga oleh seorang kopral bersama 6 tentara. Pada tahun 1817 terjadi pemberontakan penduduk. Selanjutnya pada tahun 1918 sampai 1921 benteng mendapat perawatan yang cukup baik oleh Letnan Molenaar. Pada masa pendudukan Jepang benteng ini digunakan sebagai pertahanan Jepang dan selama pemberontakan RMS dijadikan rumah tinggal Brimob.
Benteng Hoorn berbentuk empat persegi panjang berukuran 29 x 22 m, dengan bastiom di setiap sudutnya. Gerbang utama terdapat pada sisi utara menghadap laut dan pada sisi selatan menghadap jalan desa. Benteng ini terbuat dari batu karang dan batu kapur yang direkatkan dengan campuran kapur dan pasir. Pada beberapa bagian digunakan bata merah dan batu kali. Tembok keliling benteng berukuran tingi 2,4 m dengan tebal 1 m. Benteng ini memiliki tiga jendela pada sisi timur, barat, dan selatan serta dilengkapi dengan meriam.
Benteng Hoorn/Pelauw terletak di Unnamed Road, Kariuw, Haruku Island, Kabupaten Maluku Tengah, provinsi Maluku.
Kapahaha adalah sebuah benteng pertahanan leluhur Kota Ambon dan sekitarnya dari serangan Penjajah Belanda. Benteng Kapahaha, Tempat Berlindungnya Para Kapitan Dan Amalesi. Benteng Kapahaha adalah sebuah benteng pertahanan pada perang Kapahaha yang terjadi sekitar tahun 1637-1646. Letaknya benteng itu kurang lebih 4 KM ke arah utara Pusat Uli Sailessy. Sebelum menjadi Benteng Pertahanan, tempat ini memang sudah dihuni oleh masyarakat pribumi sejak berabad-abad.
Benteng Kampung Baru atau disebut De Post terletak di desa Kampung Baru Kecamatan Banda Neira, Pulau Neira, Maluku Tengah. Berjarak 122 Meter ke arah timur laut dari Gereja Nollot. Kondisi benteng ini sudah rusak parah, tidak dapat dilihat bagaimana bentuk dan luasannya, kondisi yang bisa dilihat hanya sisa dari susunan batu yang membentuk lingkaran yang diperkirakan sebagai sumur pada saat benteng tersebut masih berfungsi.
Menurut masyarakat sekitar, struktur benteng dahulu masih dapat dijumpai akan tetapi selama berjalannya waktu struktur tersebut hilang akibat abrasi sehingga sekarang pada pinggir pantai sekarang dibangun talut untuk mengurangi abrasi. Pada masa kini, masih dapat dilihat beberapa sisa struktur yang berada di dalam air.
Jika dilihat dari letak yang berada di pinggir pantai, maka diperkirakan Benteng De Post dahulu di fungsikan sebagai benteng pengintai yang mengamati segala aktivitas yang terjadi di selat yang memisahkan Pulau Saparua dengan Pulau Seram.
Benteng Kayeli adalah sebuah Benteng VOC yang berada di di Negeri Kayeli, Kecamatan Waepo, Pulau Buru, Maluku. Untuk menuju ke lokasi benteng ditempuh menggunakan kapal yang menyeberangi Teluk Namlea dengan jarak tempuh selama 20 menit, lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh 500 meter dari tempat sandaran kapal.
Benteng yang dibangun VOC tahun 1785 ini menandai kerajaan Kayeli sebagai pusat pemerintahan Belanda di Pulau Buru pada masa administrasi Provinsi Amboina dengan Gubernurnya Bernadus Van Pleuren.
Sebelum tahun 1919, Kayeli adalah ibu kota Pulau Buru. Kejayaan Kayeli sebagai pusat pemerintahan Belanda di Pulau Buru pada masa administrasi Provinsi Amboina dengan Gubernurnya Bernadus Van Pleuren, di sana ditandai dengan berdirinya sebuah benteng yang dibangun pada tahun 1785.
Pada tahun 1919, akibat banjir bandang, Belanda memindahkan pusat pemerintahan ke Namlea. Pada masa penjajahan Belanda, Kayeli dipimpin oleh raja-raja bermarga Wael.
17. Benteng Kota (Kijk In Den Pot)
Nama asli benteng ini Kijk In Den Pot, dibangun oleh Van der Vliet tahun 1664 untuk mengawasi dan mengintai lalu lintas kapal di sekitar Gunung Api dan Pulau Banda Besar. Berada tepat di Gunung Api di sisi barat. Tahun 1683 benteng ini mengalami kerusakan berat akibat gempa bumi dan dibangun ulang dalam bentuk setengah lingkaran. Tahun 1762 direstorasi lagi oleh Gideon Dulez. Karena dipandang tidak memadai maka pada tahun 1769 sebuah meriam dipindah ke Fort Hollandia, menyadari pentingnya keberadaan meriam di benteng ini, maka beberapa meriam ditempatkan kembali di benteng ini pada tahun 1780. Kondisi bangunan sudah rusak parah dan dinding ditumbuhi oleh tumbuhan berbatang keras dan semak belukar. Dari pengamatan lapangan dihasilkan gambar benteng yang berbentuk busur dengan bagian lengkung menghadap laut (barat daya). Pada bagian lengkung busur terdapat lubang meriam sejumlah 13 buah dengan ukuran 140 cm di bagian dalam dan 235 cm di bagian luar.
Di dinding garis lurus busur (timur laut) terdapat pintu masuk. Di bagian timur laut ini diperlukan pengkajian lebih dalam karena ditemukan struktur pondasi yang mengarah ke luar (timur laut). Hal ini juga diperkuat dengan adanya lobang-lobang bekas kayu di dinding sebelah utara pintu masuk. Untuk menuju benteng ini, dari pantai terdapat reruntuhan anak tangga yang menurut informasi merupakan bagian dari bangunan tersebut.
Pada akhir abad ke-18, Gubernur Francois Boekholtz membangun beberapa pertahanan kecil yang Batavia, Sibergsburg dan De Kop. Berdasarkan daftar register, terdapat 2 (dua) buah batterij di Pulau Gunung Api, yaitu Batterij Batavia dan Batterij Siebensburg. Pada saat tim melakukan pendataan di lapangan, hanya menemukan satu buah batterij. Namun, berdasarkan foto yang dibuat Belanda, maka bangunan yang diinventarisasi oleh Tim adalah Benteng De Koop. Bangunan berbentuk persegi ini dalam kondisi yang rusak parah. [sumber:
Kemdikbud]
Benteng Lacoy atau Benteng Lakui adalah sebuah bangunan benteng yang dibangun oleh Belanda di desa Lontor, pulau Banda Besar yang berfungsi untuk mengawal atau menjaga kapal VOC. Teluk Lakui di sisi Selatan Banda Besar digunakan oleh kapal VOC sebagai pelabuhan yang terlindungi. Dari sinilah pasukan VOC mendarat di pulau Banda Besar pada tahun 1621, selama ekspedisi pertama untuk menaklukkan pulau Banda Besar. Saat ini hanya ada beberapa sisa dinding bagian Selatan dan Barat. Tingginya 60 cm dan lebar 50 cm.
|
Gerbang utama Benteng Nassau [Kemdikbud]
|
Benteng Nassau adalah benteng Belanda pertama yang dibangun di Pulau Neira, Kepulauan Banda, Maluku. Benteng ini selesai dibangun pada tahun 1609, tujuannya adalah untuk mengontrol perdagangan pala, yang pada saat itu waktu itu hanya tumbuh di Kepulauan Banda.
Selain menjadi tempat pertahanan, benteng ini juga menjadi kantor administrasi Belanda di Pulan Banda. Pembangunan benteng lainnya menyusul di Banda Besar antara lain Benteng Hollandia dan Benteng Belgica.
20. Benteng Nieuw Victoria
|
Benteng Nieuw Victoria
|
Benteng Victoria (Benteng Perangi atau Benteng Kota Laha) adalah salah satu benteng peninggalan Portugis terletak di Kecamatan Sirimau, pusat kota Ambon. Benteng Victoria merupakan benteng tertua di kota Ambon. Benteng Victoria dibangun oleh Portugis pada tahun 1575, tetapi kemudian diambil alih oleh Belanda. Benteng ini merupakan salah satu objek wisata yang ada di Pulau Ambon.
Benteng Victoria oleh Belanda kemudian dijadikan sabagai pusat pemerintahan untuk mengeruk harta kekayaan masyarakat pribumi, berupah rempah-rempah (cengkeh dan pala).
Benteng Victoria memiliki kamar-kamar dengan fungsinya masing-masing. Fungsinya sebagai tempat mengatur strategi dan tempat penyimpanan bahan makanan. Di depan Benteng Victoria terdapat pelabuhan yang dulu digunakan sebagai jalur penghubungan kapal antar pulau. Melalui pelabuhan tersebut, Belanda dapat mengangkut hasil rempah-rempah untuk didistribusikan ke benua Eropa. Di sebelah Benteng terdapat pasar bagi orang-orang pribumi. Jalan di depan benteng yang berhubungan langsung dengan bibir Pantai Honipopu bernama jalan Boulevard Victoria. Di Benteng Victoria terdapat meriam yang berukuran raksasa. Sekarang di beberapa kamar terdapat patung berukir yang terbuat dari kayu, dan peta perkembangan Kota Ambon dari abad 17 hingga 19, serta koleksi lukisan para Administrator Belanda di Maluku.
21. Benteng Nieuw Zeelandia
|
Benteng Nieuw Zelandia/Benteng Haruku |
Benteng Nieuw Zeelandia/Benteng Haruku adalah bangunan cagar budaya yang merupakan peninggalan Belanda di Haruku, Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Benteng yang dibangun Gubernur Van Gorkum pada tahun 1626 ini semula berukuran kecil dengan nama Zeelandia. Benteng ini berubah nama menjadi Nieuw Zeelandia pada tahun 1655 setelah diperluas dan disempurnakan.
Nieuw Zeelandia pernah diserang 100 pemuda dalam perang Pattimura tahun 1817. Namun, sejak 1862, Benteng ini tidak lagi berfungsi sebagai basis pertahanan militer tetapi menjadi gudang cengkeh di Haruku.
Benteng Nieuw Zeelandia berbentuk segi empat dengan dua bastion. Tinggi dinding benteng sekitar empat meter. Kini, sebagian benteng sudah hilang karena abrasi dan termakan usia, sehingga hanya menyisakan bidang benteng di bagian timur.
Benteng Nieuw Zeelandia ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya yang dilindungi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.
Pada tahun 1626 Gubernur Van Gorkum membangun satu benteng kecil yang dinamakan Zeelandia. Pada tahun 1655 Benteng Nieuw Zeelandia dibangun untuk menggantikan benteng kecil Zeelandia. Pada tahun 1817 benteng tersebut rusak. Pada tanggal 27 April 1820 sebuah surat dari Gubernur Maluku dikirim ke Residen Haruku sehubungan dengan rencana perluasan dan perbaikan benteng. Dua tahun kemudian pada tahun 1822, reruntuhan Benteng Nieuw Zeelandia dibangun lagi. Pada tahun 1862 benteng sudah ditinggalkan pasukan dan menjadi tempat hunian para pengawas yang bertugas mengawasi penyerahan panen cengkeh. Pada tahun 1921 di halaman dalam benteng didirikan sejumlah gubuk yang dikelilingi kebun-kebun kelapa dan jagung.
Benteng Hectoria difungsikan sebagai pondasi rumah penduduk. Benteng ini dibangun pada tahun 1627 oleh Belanda dengan luas 16 m persegi. Terletak di Desa Oma, Kec. Pulau Haruku, Kab. Maluku Tengah, Pulau Maluku.
|
Benteng Ouw
|
Benteng Ouw adalah sebuah benteng yang letaknya berada di tengah pemukiman. Benteng ini dibangun oleh Portugis ketika datang ke wilayah Kepulauan Lease. Kepemilikannya direbut oleh Belanda tak lama setelah berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Maluku.
Benteng Ouw berbentuk empat persegi panjang dengan luas bangunan secara keseluruhan kurang lebih 1.850 M2, namun 48% dari luas bangunan telah digunakan untuk pembangunan gereja dari denominasi Advent Hari Ketujuh dan luas benteng yang dapat diinventarisasi hanya seluas 950 M2.
Di dalam benteng didapati rumah tempat tinggal warga semi permanent yang telah ditempati lebih dari 10 tahun. Disamping rumah tinggal tersebut terdapat bangunan lainnya yang digunakan sebagai tempat pembuatan gerabah secara tradisional.
Kondisi dinding terlihat masih utuh dengan ketebalan dinding sekitar 50 cm. Di bagian dinding didapati banyak bekas pintu dan jendela. Terdapat 13 jendela dan 6 buah pintu yang masih utuh dengan struktur material yang cukup kuat.
Bahan bangunan yang digunakan untuk membangun Benteng Ouw adalah batu karang laut yang diperkuat dengan pasir pantai dan kapur. Bentukan tanah liat ini merupakan bahan baku dan material penting untuk pembuatan tela sebagai bahan bangunan seperti yang dijumpai pada bangunan benteng colonial di sekitar daerah Sapaua lainnya seperi Benteng Beverwijk dan beberapa benteng yang hanya menyisakan bentuk pondasinya saja.
24. Benteng Passo / Benteng Middelburg
Benteng Middelburg dibangun oleh Bangsa Portugis. Belanda kemudian membangun kembali benteng ini pada masa Ingenieur Von Wagner. Penguasa Belanda yang selanjutnya memugar benteng ini pada tahun 1686 adalah Gubernur Robertus Padbrugge. Nama “Middelburg” dipilih atas prakarsa Padbrugge. Pada tahun 1921 Van De Wall, dalam perjalanannya untuk menginspeksi semua benteng di Provinsi Maluku dan Maluku Utara, menemukan bahwa Middelburg ada dalam kondisi tidak dihuni dan rusak berat. Benteng Middelburg pada masa VOC berfungsi sebagai tempat pemeriksaan “surat jalan” bagi nelayan atau pedagang yang ingin melewati terusan yang menghubungkan Teluk Ambon dan Teluk Baguala.
Benteng Middelburg kini berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Hanya tersisa satu dari empat sisi dinding. Dinding sisi timur yang masih tersisa pun nyaris roboh dan sudah mengalami kemiringan sekitar 12 derajat. Passo adalah sebuah negeri atau desa yang terletak di Kecamatan Baguala, Kota Ambon.
Benteng Piru adalah Benteng Peninggalan Belanda yang berada di Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku.
Benteng Piru merupakan benteng berbentuk segi empat dengan ukuran yang kecil. Pagar kelilingnya terbuat dari batu. Benteng Piru saat ini hanya menyisakan gerbang dan empat bangunan barak.
Sekitar tahun 1688 bangunan pertahanan ini dipimpin oleh van den Bosch,di bawah pemerintahan Nicolaas Schagen. Benteng(blockhouse) Wambuis/Wambais/Piru dibangun kembali pada tahun 1695 terbuat dari batu. Pada tahun 1697 bangunan ini dihancurkan, kemudian bangunan gudang tersebut diberikan kepada orang-orang Kaja di daerah tersebut. Selanjuntya pada masa Perang Dunia II, benteng ini dibangun kembali oleh Belanda dengan bentuk yang jauh berbeda.
Benteng Revengie adalah salah satu bangunan peninggalan penjajahan Belanda yang hingga saat ini dapat ditemui. Letaknya di pulau Ay sebelah barat Pulau Gunung Api.
Benteng yang berbentuk kura-kura ini dibangun pada tahun Pada 1615 dengan dilengkapi senjata dan meriam yang berasal dari salah satu kapal Belanda. Pada tahun 1683 Benteng rusak berat akibat gempa hebat : bastion benteng yang menghadap ke laut rubuh. Pada tahun 1748 benteng ini menjadi tempat pembuangan pegawai VOC yang telah melakukan tindakan kriminal atau bertentangan dengan kebijakan perusahaan, antara lain: mantan Komandan pasukan di Timur Laut Jawa, Elso Sterrenberg. Pada 1753 Benteng Revengie dipugar dan terus berfungsi hingga akhir abad ke-19.
Benteng Seith adalah sebuah benteng yang berada si desa Seith, terletak di pantai barat laut Pulau Ambon. Benteng ini dibangun pada tahun 1643. Redut Seith disebut juga Reduyt Zondernaam, yang berarti redout tanpa nama. Bentuknya segi empat dengan dua bastion yang telatak pada sudut yang berlawanan. Redut Seith berfungsi sebagai blokade pertama di Wawani, yang bertugas untuk mengontrol penduduk lokal. [Sumber: www.bentengindonesia.org]
Benteng Titaley yang berlokasi tak jauh dari Negeri Amahai Soahuku, Seram Selatan. Di benteng ini telah ditemukan barang pecah belah berupa keramik, porselin, batu-batu pamali, kerang (kuli bia) dan lain-lain. Selain benda-benda sejarah, ditemukan pula mata air yang dikenal dengan nama "Wailima" serta sumber "Tanah Liat" sebagai bahan baku pembuatan keramik, porselin.
Benteng Wantrouw merupakan Rumah Bongkah berbentuk segi empat dengan gerbang utama masih berdiri di antara reruntuhan dinding. Menara pengintai sudah rubuh, tetapi masih terlihat. Selain itu, dinding gudang mesiu masih berdiri.
Sebelum rumah bongkah Wantrouw dibangun, sudah berdiri satu bangunan pertahanan yang terbuat dari kayu yang diberi nama Wantrouw. Pada tahun 1657 digantikan dengan bangunan pertahanan yang disusun dari batu alam oleh Gubernur Simon Cos. Lokasi: Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku.
Museum Tank Amfibi di Morotai merupakan bangkai tank Amphibi milik tentara sekutu yang kini dijadikan sebagai cagar budaya. Terdapat dua buah bangkai tank Amphibi yang berlokasi dipingiran pemukiman warga. Kedua bangkai tank Amphibi ini pun dibuat rumah-rumah untuk melindunginya.
Bangkai tank Amphibi tersebut berjenis Landing Vehicle Tracked Mark 2 atau disingkat LVT-2. Tank jenis ini milik Angkatan Laut Amerika, batalion tank amphibi ke-708 yang mulai beroperasi tahun 1943 di wilayah Pasifik Selatan, termasuk di Morotai.
Tank jenis ini lebih dikenal dengan nama amphtrack atau amtrak yang pertama kali diperkenalkan oleh pensiunan teknis mesin asal Amerika, Donald Roebling pada tahun 1930an.
Tank jenis ini didukung dengan mesin 262 tenaga kuda seri Continental W-670-9A berkapasitas 10.932 cc dengan bahan bakar bensi. LVT-2 ini bisa melaju dengan kecepatan 32 km/jam di darat dan 12 km di atas air dengan daya jelajah sejauh 240 km di darat dan 80 km diatas air.
Museum Trikora adalah Museum Perang Dunia II yang diresmikan pada tahun 2012 silam, oleh mantan Presiden Ke 6, Susilo Bambang Yudhoyono.
Museum ini terletak di Desa Wawama Kecamatan Morotai Selatan, berjarak sekitar 2 kilometer dari Kota Daruba. Monumen ini dibangun untuk mengenang sejarah perjuangan tentara Indonesia dalam peristiwa pembebasan Irian Barat dalam operasi Trikora. Dari pulau yang indah ini, tentara Indonesia membangun basis kekuatan untuk membebaskan Irian Barat dari tangan penjajah.
Desain modern membuat Museum Trikora tampak unik. Museum ini berisi berbagai benda peninggalan bersejarah, mulai dari potongan-potongan dokumentasi hingga diorama yang memajang replika peralatan alutsista yang dimiliki tentara Indonesia pada saat itu.
Tak hanya itu, di bagian luar juga terdapat monumen Trikora yang menggambarkan semangat tentara Indonesia dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dive Site World War II Wrecks adalah situs selam bangkai peralatan Perang Dunia II yang yang paling populer di Pulau Morotai. Di tempat ini dapat ditemukan bangkai-bangkai perangkat Perang Dunia II seperti truk, jeep, bangkai pesawat tempur; pembom dan fighter.
Salah satu bangkai pesawat yang terdapat di kedalaman Morotai adalah Bristol Beaufort. Australia mengerahkan Bristol Beaufort sebagai bagian 3.000 pesawat sekutu untuk menggempur Jepang di Filipina.
Ada pula Bristol Beaufighter. Yang ini bukan bomber, tapi fighter. Beaufighter bertugas mengawal pembom dari serangan Mitsubishi A6M Zero yang dioperasikan Jepang. Pilot Jepang menujuluki Beaufighter sebagai whispering death, karena mesinnya halus.
33. Pulau Zum-Zum
Pulau Zum-Zum (Arthur Island) terletak sangat dekat dengan Pulau Morotai. Jaraknya hanya sekitar 3 mil atau 7 km dari pelabuhan terdekat. Pulau Zum-Zum juga merupaakn Pulau Persembunyian Jenderal Sekutu. Pada masa Perang Dunia II, Pulau Zum Zum sempat dijadikan basis pertahanan pasukan sekutu di pasifik yang dipimpin oleh Jenderal MacArthur. Dibangunnya Monumen Jenderal MacArthur di pulau ini, merupakan salah satu upaya untuk mengenang kembali peran penting sang jenderal atas kepemimpinan militernya yang tangguh.
34. Rumah Pengasingan Bung Hatta
Rumah Pengasingan Bung Hatta merupakan tempat Mohammad Hatta menjalani hukuman pengasingan sebagai tahanan politik selama 6 tahun (1936 - 1942). Beliau bersama dengan tokoh nasional lain bernama Sutan Sjahrir juga diasingkan dekat rumah pengasingan Bung Hatta yang sekarang dikenal sebagai Rumah Pengasingan Bung Sjahrir. Untuk mengenang jasa besar mereka berdua, pulau Pisang diganti namanya menjadi Pulau Sjahrir sementara pulau yang terletak di tenggara Pulau Banda dinamai menjadi Pulau Hatta.
Pada tahun 2008, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menetapkan bangunan Rumah Pengasingan Bung Hatta sebagai Cagar Budaya dari provinsi Maluku dengan SK Menteri Nomor PM.31/PW.007/MKP/2008. Sampai saat ini, bangunan bercat putih yang berlokasi di jalan dr. Rehatta di kawasan Nusantara ini telah menjadi museum sebagai objek wisata sejarah utama di Banda Neira.
Rumah utama dari rumah pengasingan ini memiliki sebuah selasar depan seluas 29,25 m² dan selasar belakang seluas 42,25 m², sebuah ruang tamu seluas 36 m², sebuah ruang makan seluas 17,6 m², dan tiga ruang tidur yang masing-masing luas terdiri dari 22,5 m², 19,8 m², dan 19,8 m². Atap bangunan ini masih berupa atap seng berbentuk perisai kuda-kuda dari kayu dengan plafon berupa papan kayu yang ditahan oleh balok kayu. Lantai bangunan ini masih berupa ubin terakota berwarna merah bata dengan ukuran bervariasi. Di bangunan inilah terdapat barang-barang peninggalan Bung Hatta seperti, kacamata, meja kerja, mesin tik, kursi santai, dan lemari berisi sepatu dan pakaian Beliau.
Bangunan ini memiliki atap seng berbentuk perisai kuda-kuda dari kayu dengan plafon berupa papan kayu yang ditahan oleh balok kayu. Lantainya masih sama dengan lantai rumah utama yaitu berupa ubin terakota berwarna merah bata dengan ukuran bervariasi. Dua ruangan depan lantainya terbuat dari batu alam berwarna abu-abu sedangkan dua ruangan belakang lantainya terbuat dari semen polos berwarna abu-abu.
Di bangunan inilah Bung Hatta dan Bung Sjahrir membuka sekolah sore bagi anak-anak di Banda Neira. Untuk bagian bangunan sama persis seperti rumah utama tetapi yang membedakan adalah adanya deretan bangku dan papan tulis sebagai tempat mengajar serta tempayan besar berisi air untuk minum.
35. Taman Makam Persemakmuran
|
Taman makam persemakmuran (Sumber : tripadvisor.co.id) |
Taman Makam Persemakmuran adalah tempat dimakamkannya tentara Gull Force asal Australia yang gugur pada Perang Dunia II yang menjadi tahanan tentara Jepang tahun 1945. Lokasinya berada di kawasan Tantui, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon.
Di tempat ini selalu dilakukan peringatan pembebasan tentara Australia oleh anggota keluarga veteran tentara Gull Force asal Australia yang gugur pada Perang Dunia IIsetiap 10 September, bertepatan dengan tanggal pembebasan mereka tahun 1945.
Tercatat sebanyak 694 orang tentara Australia dari total 1.131 orang tentara yang berasal dari Batalyon 2/21 Australia Gull Force gugur saat berperang melawan tentara Jepang di Ambon pada tahun 1941.
Para tentara yang meninggal dimakamkan di Taman Persemakmuran Tantui, sedangkan yang bisa selamat dan kembali ke negaranya sebanyak 232 orang.
Lokasi Taman Makam Persemakmuran “War Cemetery” di kawasan Tantui saat Perang Dunia II, merupakan lokasi kamp tahanan tentara negara-negara persemakmuran oleh tentara Jepang.
Lokasi makam Persemakmuran juga merupakan kamp militer tentara Australia saat 1.131 personil Gull Force mendarat di Ambon pada bulan Desember 1941. (Sumber)
Taman Patimura ini merupakan sala satu tempat wisata sejarah, di dalamnya terdapat sebuah patung pahlawan nasional yaitu patung Thomas Matulessy yang mempunyai gelar Kapitan atau panglima perang, untuk menggantikan patung lama yang sudah dipindahkan pada kawasan sekitar Museum Siwalima.
Patung baru ini terbuat dari bahan perunggu dan memiliki setinggi sekitar tujuh meter serta memilki berat sekitar kurang lebih empat ton. Patung ini dibuat oleh seorang pematung yang bernama Risdian Rachmadi dan patung dikerjakan di kota Bandung. Monumen yang satu ini memang sengaja dibuat untuk mengenang tanggal 15 Mei 1817 yang juga merupakan awal mulanya perlawanan pahlawan Pattimura saat melawan bangsa Belanda.
Di tempat ini juga ada jenazah Pattimura yang diletakkan setelah dihukum dengan cara digantung pada tahun 1817. Untuk menemukan taman yang satu ini memanglah tidak sulit karena taman ini letaknya hanya diapit oleh Kantor Walikota Ambon, dan juga Gereja Kristen Protestan Maranatha, serta Gong Perdamaian Dunia di sekitar persimpangan Slamet Riyadi, pada Jalan Imam Bonjol dan juga Jalan Pattimura.
D dalam Taman Pattimura ini juga terdapat miniature gitar dan speaker untuk mengumandangkan lagu-lagu, juga terdapat air mancur menari dengan warna yang berganti-ganti sesuai irama lagu.