Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Gorontalo

Gorontalo adalah provinsi di Indonesia yang lahir pada tanggal 5 Desember 2000 dan memiliki ibu kota provinsi bernama sama yaitu, Kota Gorontalo. Sama halnya dengan ibu kotanya, Provinsi Gorontalo terkenal dengan julukan "Serambi Madinah". Provinsi Gorontalo terletak pada Semenanjung Gorontalo di Pulau Sulawesi, tepatnya di bagian barat dari Provinsi Sulawesi Utara.

Pencarian Google: peninggalan bersejarah yang terdapat di provinsi gorontalo, deskripsikan salah satu bangunan bersejarah, sebutkan bangunan bersejarah yang ada di gorontalo, deskripsikan salah satu bangunan bersejarah yang ada di daerah gorontalo, peninggalan kerajaan gorontalo brainly, peninggalan-peninggalan kerajaan islam di gorontalo, sebutkan bangunan bersejarah yang ada di daerah gorontalo, sebutkan peninggalan kesultanan islam di berbagai daerah termasuk peninggalan islam di gorontalo

Pada masa lampau, Gorontalo adalah salah satu daerah yang disinggahi oleh perusahaan dagangan Hindia Belanda atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Maka tak heran kalau Gorontalo khususnya Kota Gorontalo memiliki banyak bangunan tua peninggalan kolonial, yang berbentuk arsitektur indie atau bangunan arsitektur bentuk terapan budaya lokal dan arsitektur Hindia Belanda.

Beberapa bangunan dengan arsitektur penting peninggalan kolonial yang ada di Kota Gorontalo itu sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. Meski demikian masih banyak bangunan-bangunan tua baik milik saudagar atau masyarakat biasa yang tidak ditetapkan sebagai cagar budaya.

Terdapat begitu banyak bangunan peninggalan bersejarah di provinsi ini, berikut ini penjelasannya:

Daftar Isi:

  1. Sekolah Dasar Negeri 61 Kota Gorontalo
  2. Benteng Maas
  3. Benteng Orange
  4. Benteng Otanaha
  5. Kantor Pos Gorontalo
  6. Masjid Hunto (Masjid Sultan Amay)
  7. Menara Pakaya Limboto
  8. Monumen Nani Wartabone
  9. Museum Pendaratan Pesawat Ampibi Soekarno
  10. Pemakaman Suci Ju Panggola
  11. Rumah Adat Bantayo Pomboide
  12. Rumah Adat Dulohupa
  13. Situs Taman Purbakala Kota Jin

1. Sekolah Dasar Negeri 61 Kota Gorontalo

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Gorontalo
Sekolah Dasar Negeri 61 Kota Gorontalo [sumber: Kemdikbud]

Sekolah Dasar Negeri 61 Kota Gorontalo adalah sebuah banguanan sekolah yang terletak di Jalan M.H Thamrin No.123, Kelurahan Ipilo, Kecamatan Kota Timur. Bangunan ini didirikan pada masa pemerintahan Belanda dan sampai saat sekarang difungsikan sebagai bangunan sekolah. Pada awal penggunaan sekolah ini bernama HIS tahun (1918 sd 1950), kemudian menjadi ALS (tahun1950 sd 1951), SRN IV (tahun 1951 sd 1971), SDN 1 tahun (1971 sd 1981), SDN 4 (tahun 1981 sd 2005), dan SDN 061 tahun 2005 sampai sekarang.

Bangunan yang arsitekturnya dipengaruhi oleh gaya Indisini memiliki luas 738,63 m2. Bentuk bangunan berbentuk huruf L, yang terbagi tujuh ruang dan setiap ruang kelas dihubungkan dengan pintu kaca. Di tengah–tengah bangunan sekolah terdapat bangunan terbuka yang berfungsi sebagai aula.

2. Benteng Maas

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Gorontalo
Benteng Maas [sumber: sindonews.com]

Benteng Maas adalah sebuah situs bersejarah yang berada di Desa Cisadane, Kecamatan Kwandang. Saat ini, benteng tersebut menjadi objek ekskavasi Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Gorontalo.

Benteng ini merupakan benteng Portugis pada masa abad ke 18 yang fungsinya untuk mengontrol keamanan perairan laut Sulawesi kala itu. Berdiri di atas lahan dengan luas kurang lebih dua hektare ini, Benteng Maas dikenal masyarakat sekitar benteng itu sebagai peninggalan sejarah karena ditemukan sejumlah struktur dan puing bangunan yang bertuliskan bahasa Portugis.

Menurut cerita yang sudah turun-temurun, bahwa situs tersebut dibangun pada tahun 1790 atau abad ke 18 bertempat di pinggiran pantai.


3. Benteng Orange

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Gorontalo
Benteng Oranye (Fort Oranje) atau dalam ejaan lama Benteng Orantje

Benteng Oranye (Fort Oranje) atau dalam ejaan lama Benteng Orantje, adalah sebuah benteng yang terletak di Bukit Arang yang masuk wilayah administratif Lingkungan I, Desa Dambalo, Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Lokasi ini berada sekitar 61 kilometer dari Kota Gorontalo, atau 2 kilometer dari pusat Kota Kwandang, ibukota Kabupaten Gorontalo. Benteng Oranye ini diduga buatan bangsa Portugis pada abad ke-15.

Benteng ini dibangun oleh Portugis pada 1630 Masehi dengn tujuan sebagai alat pertahanan dan mengontrol jalur pelayaran. Bahan-bahan yang digunakan untuk membangun benteng ini adalah batu karang, batu gunung, pasir, dan kapur, serta dengan bahan perekatnya dari getah pelepah daun rumbia. Bahan-bahan ini digunakan karena pada waktu itu belum ada semen.

Pada abad 18, benteng ini diperbaiki oleh bangsa Belanda, dengan menambah bangunan kecil di atas bukit sebagai tempat memantau dan pusat penembakan, dengan menempatkan sebuah meriam.

Penambahan bangunan benteng serta perubahan konstruksi bangunan benteng, mulai memakai semen. Semula, orang Gorontalo menamai benteng ini dengan sebutan Benteng (ota) Lalunga. Namun, ketika Snouck Orange memerintah benteng ini maka namanya diganti dengan nama Fort Orange (Benteng Oranye).


4. Benteng Otanaha

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Gorontalo
Benteng Otanaha [sumber: Wikipedia]

Benteng Otanaha adalah bangunan peninggalan bersejarah yang terletak di atas bukit di Kelurahan Dembe 1, Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo. Benteng ini dibangun sekitar tahun 1522. Benteng Otanaha terletak di atas sebuah bukit, dan memiliki 4 buah tempat persinggahan dan 348 buah anak tangga ke puncak sampai ke lokasi benteng. Jumlah anak tangga tidak sama untuk setiap persinggahan. Dari dasar ke tempat persinggahan I terdapat 52 anak tangga, ke persinggahan II terdapat 83 anak tangga, ke persinggahan III terdapat 53 anak tangga, dan ke persinggahan IV memiliki 89 anak tangga. Sementara ke area benteng terdapat 71 anak tangga, sehingga jumlah keseluruhan anak tangga yaitu 348.

Bangunan ini merupakan bekas peninggalan penjajah yang dibangun oleh penjajah Portugis pada abad ke-15. Benteng Otanaha, digunakan para Raja Gorontalo sebagai tempat perlindungan dan pertahanan. Keunikan benteng terlihat adalah material yang digunakan untuk membangun benteng campuran pasir, plester, dan putih telur Maleo. Pemandangan Danau Limboto dapat dilihat jelas dari sini, karena letaknya di atas dataran tinggi. Tepatnya, di Dembe I, Kota Barat, sekitar 8 km dari pusat kota Gorontalo. Ada dua benteng lagi yang terletak di daerah yang sama, yaitu Otahiya dan Istana Ulupahu. Pengunjung harus melewati 345 anak tangga untuk mencapainya.


5. Kantor Pos Gorontalo

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Gorontalo
Kantor Pos Gorontalo [sumber: Kemdikbud]

Kantor Pos Gorontalo merupakan sebuah cagar budaya yang terletak di  Jalan Nani Wartabone No. 15 RT.01 RW.01 Kelurahan Ipilo, Kecamatan Kota Timur, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Bangunan ini awalnya berfungsi sebagai kantor pos dan Telegraph, tetapi saat ini digunakan sebagai tempat yang melayani penerimaan, pengumpulan, penyortiran, transmisi, pengantaran surat dan paket pos. 

Bangunan ini memiliki luas 693 m2 dengan luas lahan ± 900 m2. Fondasi dari batu dan sistem struktur dari beton bertulang. Atap bangunan berbentuk pelana dan terbuat dari genteng, listplang sangat lebar. Bagian dalam terbagi 8 (delapan) ruangan. Bangunan ini beri pagar keliling tembok dan besi. Di bagian luar pagar terdapat kotak surat dari zaman Belanda. Luas bangunan 693 m2 dan luas lahan ± 900 m2.

Salah satu ruangan yang terpenting adalah ruangan “Khasanah” yang didesain khusus dengan ketebalan dinding 50 cm. Di ruangan ini ditempatkan brankas yang berisi dokumen-dokumen penting. Brankas ini sejak zaman Belanda hingga kini masih berfungsi.

Kantor Pos Gorontalo pernah di pugar pada tanggal 15 Juli – 30 Desember 1959. Bangunan ini menghadap kearah barat dan terdiri dari satu lantai.


6. Masjid Hunto (Masjid Sultan Amay)

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Gorontalo
Masjid Hunto Sultan Amai [sumber: Wikipedia]

Masjid Hunto Sultan Amai adalah masjid tertua yang ada di Provinsi Gorontalo. Masjid ini dibangun pada tahun 899 Hijriah atau bertepatan dengan 1495 Masehi oleh Sultan Amai, pemimpin Kerajaan Gorontalo yang pertama kali masuk Islam dan diberi nama Masjid Hunto Sultan Amai. Hunto singkatan dari Ilohuntungo berarti basis atau pusat perkumpulan agama Islam kala itu. Lokasi Masjid Hunto Sultan Amai berada di Kelurahan Biawu, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo. Saat ini bentuk dan ukuran Mesjid Hunto Sultan Amay telah dipugar dan diperbesar tanpa menghilangkan keasliannya. Diantaranya mimbar yang biasa digunakan untuk berkhotbah dan tiang-tiang mesjid yang masih kokoh berdiri serta ornamen-ornamen beraksen kaligrafi Arab.

Adapula bedug yang terbuat dari kulit kambing yang sudah mulai menipis dengan kondisi telah dihiasi lubang-lubang kecil tetapi masih digunakan hingga saat ini. Posisinya terletak dibagian dalam, tepatnya di sudut kanan depan Mesjid. Semuanya asli dan telah berumur lebih dari 600 tahun.

Peninggalan asli lainnya adalah sumur tua yang hingga kini masih digunakan oleh jemaah dan masyarakat sekitar. Posisinya terletak di samping kiri mesjid, dekat dengan tempat wudhu. Sumur tua tersebut terbuat dari kapur dan putih telur Maleo dengan diameter lebih dari satu meter dan ketinggian mencapai tujuh meter.

Masjid Hunto Sultan Amay merupakan syarat yang harus dilaksanakan Raja Amay yang saat itu masuk Islam. Raja Amay masuk islam karena berkeinginan menikahi putri Raja Palasay yang bernama Boki Antungo asal Mautong Sulawesi Tengah. Mendirikan mesjid adalah salah satu syarat yang dimintan Raja Palasay untuk  Raja Amay selain harus masuk Islam sebelum menikahi Boki Antungo. Mesjid tersebut kemudian diberi nama Hunto Sultan Amay. Hunto singkatan dari Ilohuntungo berarti basis atau pusat perkumpulan agama Islam ketika itu.


7. Menara Pakaya Limboto

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Gorontalo
Menara Pakaya Limboto

Menara Pakaya Limboto atau Menara keagungan sebuah menara dengan kontruksi dari baja yang terletak kota Limboto, Kabupaten Gorontalo, Indonesia. Menara dengan ketinggian 65 yang meter yang menyerupai Menara Eiffel ini menjadi salah satu simbol kota Limboto dan menjadi salah satu tujuan wisata populer di Gorontalo

Menara Keagungan dibangun tahun 2002 dengan pelaksana pembangunan PT. Gunung Garuda Indonesia dan PD. Pedago menghabiskan anggaran 8,6 Miliar. Nama Menara Keagungan ditetapkan dengan SK Bupati Gorontalo Nomor 717 tahun 2003 tanggal 18 September 2003. Tanggal 20 September 2003 menara ini diresmikan oleh Wakil Presiden Indonesia saat itu, Dr. H. Hamzah Haz, M.A., Ph.D.

Menara Pakaya Limboto merupakan sebuah menara dengan ketinggian 60 meter. Pada bagian atas menara ini terdapat teleskop untuk gunakan menjelajahi pemandangan yang indah dari Danau Limboto. Di dalam menara ini Anda bisa melihat banyak cendera mata yang ditampilkan dan beberapa restoran. Menara Pakaya Limboto dijuluki pula dengan nama "Menara Eiffel van Gorontalo".

Menara Keagungan terdiri dari 5 lantai. Untuk menaiki menara ini bisa dilalui dengan 2 cara, yaitu dengan menaiki anak tangga dan bisajuga dengan lift. Lift hanya sampai di lantai 3. Untuk naik ke lantai 4 dan 5 harus menaiki anak tangga.


8. Monumen Nani Wartabone

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Gorontalo
Monumen Nani Wartabone [sumber: Wikipedia]

Monumen Nani Wartabone adalah patung seorang pahlawan dari Gorontalo yang  bernama Nani Wartabone. Nani Wartabone adalah putra asli Daerah Gorontalo, yang telah banyak mengabdikan diri sebagai pejuang bangsa dan negara, dalam gerakan patriotisme dalam melawan penjajah. Gerakan patriotisme Rakyat Gorontalo dibawah pimpinan Nani Wartabone, merupakan suatu gerakan yang panjang waktunya melalui kurun waktu dan berbagai macam siasat dan strategi perjuangan, baik yang bersifat legal maupun ilegal.

Monumen Nani Wartabone dibangun pada tahun 1987 oleh Wali Kota Gorontalo ke-5, Bapak Drs. A. Nadjamudin, tepat didepan rumah Dinas Gubernur Propinsi Gorontalo.

Monemen Nani Wartabone dibangun untuk mengingatkan kepada masyarakat Gorontalo akan peristiwa bersejarah 23 Januari 1942, dan diharapkan agar bibit buah hasil perjuangan itu akan tumbuh pada jiwa generasi sesudahnya untuk membangun Indonesia tercinta ini dalam mengisi kemerdekaan.

Monumen Nani Wartabone berlokasi di Lapangan Taruna Remaja, Kota Gorontalo. Lapangan Taruna Remaja memiliki fungsi sebagai alun-alun Kota Gorontalo dan juga Ruang Terbuka Hijau (RTH). Lapangan Taruna Remaja terletak tepat di depan rumah Dinas Gubernur Provinsi Gorontalo saat ini.


9. Museum Pendaratan Pesawat Ampibi Soekarno

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Gorontalo
Museum Pendaratan Pesawat Ampibi Soekarno [sumber: Dinas Pariwisata Gorontalo]

Museum Pendaratan Pesawat Ampibi adalah museum yang terletak di Desa Iluta, Kecamatan Batudaa, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Saat Soekarno berkunjung ke Gorontalo, dua kali menggunakan pesawat amfibi dan mendarat di Danau Limboto. Kala itu, kedalaman Danau Limboto diperkirakan lebih dari 20 meter. Adapun museum tersebut berada sekitar 15 meter dari bibir danau.

Soekarno untuk pertama kalinya berkunjung ke Gorontalo pada 1950 dan kembali lagi pada 1956. Kini, jejak Soekarno di tempat itu dibuat sebagai museum.

Dulunya, bangunan yang kini menjadi museum tersebut adalah rumah peninggalan Belanda yang dibangun pada 1936. Selanjutnya, pada 29 Juni 2002 rumah itu direnovasi dan diresmikan oleh Presiden RI yang kelima, Megawati Soekarnoputri, sebagai museum. Museum itu didirikan untuk mengenang semangat juang Soekarno mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti yang tercantum dalam papan nama museum.

Di museum ini terdapat benda-benda kuno, seperti foto-foto Soekarno dan uang kertas di era awal kemerdekaan RI. Di ruang beranda atau ruang tamu, ada kotak kaca berukuran 1 meter x 1 meter. Kotak itu berisi tujuh buku dan satu radio transistor model kuno. [sumber: kompas.com]


10. Pemakaman Suci Ju Panggola

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Gorontalo
Pemakaman Suci Ju Panggola [sumber: nusagates.com]

Pemakaman suci Ju Panggola dibangun abad ke-14 terletak di Kecamatan Dembe I, 8 km dari pusat Kota Barat di kota Gorontalo. Orang Gorontalo yang tinggal di sekitar kuburan menganggap pemakaman ini sebagai tempat suci karena memiliki karakteristik yang unik, terkait dengan budaya Islam. Oleh karena itu, tidak mengherankan untuk mengetahui bahwa banyak pengunjung melakukan meditasi di sekitar daerah pemakaman. 


11. Rumah Adat Bantayo Pomboide

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Gorontalo
Rumah Adat Bantayo Pomboide [sumber: takterlihat.com]

Rumah Adat Bantayo Pomboide atau Bandayo Poboide adalah rumah adat Gorontalo yang berfungsi sebagai tempat musyawarah. Para baate atau pemangku adat dan tokoh agama merundingkan berbagai masalah masyarakat dan kerajaan.

Bandayo Poboide memiliki luas 515,16 meter persegi, terletak di desa Kayu Bulan Kecamatan Limboto Kabupaten Limboto. Di bagian depan terdapat 8 tiang, 2 yang terletak di bagian depan terluar diantaranya lebih besar ukurannya, disebut wolihi, menancap ke tanah dan menyangga langsung rangka atap.

Rumah Adat Bandayo Pomboide merupakan bagunan yang digunakan sebagai lokasi pagelaran budaya serta pertunjukan tari di Gorontalo. Di dalamnya terdapat berbagai ruang khusus dengan fungsi yang berbeda. Gaya arsitekturnya menunjukkan nilai-nilai budaya masyarakat Gorontalo yang bernuansa Islami. Rumah Adat Bandayo Pomboide terletak di depan Kantor Bupati Gorontalo. Bandayo artinya ‘gedung’ atau ‘bangunan’, sedangkan Pomboide berarti ‘tempat bermusyawarah’. 


12. Rumah Adat Dulohupa
Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Gorontalo
Rumah Adat Dulohupa [sumber: Pemandangan Indah]

Dulohupa adalah rumah adat atau rumah tradisional Indonesia yang berasal dari Kelurahan Limba, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo, Provinsi Sulawesi Utara. Penduduk Gorontalo menyebut Dulohupa dengan nama Yiladia Dulohupa Lo Ulipu Hulondhalo. Dulohupa memiliki bentuk rumah panggung dengan badan terbuat dari papan dan struktur atapnya bernuansa daerah Gorontalo. Sebagai lambang dari rumah adat Gorontalo, Dulohupa memiliki hiasan berupa pilar-pilar kayu, sedangkan sebagai simbol tangga adat atau yang disebut juga dengan Tolitihu, Dulohupa memiliki dua buah tangga yang masing-masing berada di sebelah kanan dan kiri rumah. Saat ini, Dulohupa dilengkapi dengan taman bunga, bangunan tempat penjualan cendera mata, serta bangunan yang menyimpan kereta kerajaan yang disebut dengan Talanggeda.

Rumah Adat Dulohupa adalah sebuah bangunan balai musyawarah dari kerabat kerajaan. Terbuat dari papan dengan bentuk atap khas daerah tersebut. Pada bagian balakangnya ada anjungan tempat para raja dan kerabat istana beristirahat sambil melihat kegiatan remaja istana bermain sepak raga. Saat ini rumah adat tersebut berada di tanah seluas + 500m ² dan dilengkapi dengan taman bunga, bangunan tempat penjualan cenderamata, serta bangunan garasi bendi kerajaan yang bernama talanggeda. Pada masa pemerintahan para raja, rumah adat ini digunakan sebagai ruang pengadilan kerajaan. Bangunan ini terletak di Kelurahan Limba, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo.


13. Situs Taman Purbakala Kota Jin

Bangunan Peninggalan Bersejarah di Provinsi Gorontalo
Situs Taman Purbakala Kota Jin [sumber: Kekunaan]

Kota Jin merupakan salah satu situs taman purbakala yang berada di Desa Kota Jin Utara, Kecamatan Atinggola, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Lokasi ini berbatasan dengan Laut Sulawesi di bagian utara, berbatasan dengan Desa Monggupo dan Pinotoyonga di bagian selatan, berbatasan dengan Sungai Andagile di bagian timur, yang menjadi tapal batas dengan Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara atau sekitar 100 kilometer dari Kota Gorontalo.

Kota Jin merupakan tumpukan batu yang memiliki goa di dalamnya, atau dalam bahasa setempat disebut Ota lo jin. Ota berarti benteng atau istana, sedangkan lo jin adalah miliknya para jin, sehingga Ota lo jin berarti benteng atau istananya para jin. 

Farha Daulima dan Hapri Harun dalam bukunya, Mengenal Situs/Benda Cagar Budaya di Provinsi Gorontalo (2007), mengisahkan bahwa  perkampungan Kota Jin semula berupa dataran yang menyatu dengan lembah sebuah pegunungan, dan sebagiannya masih berupa lautan. Pada 1800, ketika lautan itu kering, maka hamparan yang dulunya berupa lautan berubah menjadi rawa-rawa yang ditumbuhi semak belukar.

Tahun 1850, mulailah berdatangan orang-orang dari luar wilayah untuk membuka ladang dan perkebunan. Kesuburan tanah membuatnya bertambahnya penduduk, sehingga dataran tersebut berubah menjadi sebuah perkampungan.[sumber: Kekunaan]