Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra)

Sulawesi Tenggara (disingkat Sultra) merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang terletak bagian tenggara pulau Sulawesi dengan ibu kota Kendari. Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa.

tempat bersejarah di sulawesi tenggara, peninggalan sejarah di kota kendari, kerajaan sulawesi tenggara, peninggalan sejarah sulawesi barat, tempat bersejarah di buton, benda benda artefak yang ada di kota kendari

Sulawesi Tenggara pada masa lalu sama dengandaerah daerah lainnya di Indonesia yakni menderita penjajahan oleh Belanda, jepang. Maka dari itu banyak peninggalan bersejarah terutama bangunan di masa penjajahan tersebut. Berikut ini kami rangkum beberapa Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra).

Daftar isi

  1. Baterai Mata
  2. Batu Popaua
  3. Benteng Baadia
  4. Benteng Keraton Buton
  5. Benteng Liya Togo
  6. Bunker Perumahan Korem
  7. Chineese School
  8. Goa Liang Kobori
  9. Goa Liang Metanduno
  10. Istana Sultan Buton / Malige
  11. Kantor Klasis/Internat [Rumah Pendeta]
  12. Masjid Keraton Buton
  13. Pilboks TVRI
  14. Rumah Controleur Belanda 1
  15. Rumah Jabatan Komandan Tentara Belanda
  16. Terowongan 1
  17. Terowongan 2
  18. Waterreservoir-Anno 1928 (Bangunan PDAM)


1. Baterai Mata

Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra)
Baterai Mata, Kendari (Sumber: kemdikbud.go.id)

Baterai Mata adalah sebuah bangunan yang berfungsi sebagai pertahanan, konstruksi bangunannya adalah beton, berukuran panjang 5,7 m, lebar 5,5 m, dengan ketebalan 52 cm. Bangunan ini dilengkapi dengan senjata kategori mortir, dengan panjang laras 4,2 m dan ukuran lingkar 45 cm. Terdapat tulisan angka tahun 1910 dan 1939 pada pangkal mortir. 

Mortir terletak di tengah-tengah bungker dan bagian dasarnya berada di lingkaran lubang yang ada dalam bungker. Mortir ini memiliki dua roda putar, yang pertama terletak di badan mortir, yang berfungsi mengontrol gerakan vertikal, sedangkan roda putar kedua berada di dasar mortir untuk mengontrol gerakan horisontal. Meskipun komponen besar dari mortir ini masih ada tetapi banyak bagian kecil yang telah hilang.

Tinggi atap 2 m sedangkan atap beton yang berfungsi sebagai pelindung setinggi 5 m. Di sudut dalam dinding utara dan selatan masing-masing terdapat 1 pintu berukuran tinggi 70 cm dan lebar 122 cm.

Menurut keterangan masyarakat setempat, kedua pintu samping tersebut berfungsi menghubungkan baterai ini dengan bangunan pertahanan lainnya. Lingkungan sekitar situs ditumbuhi pepohonan dan perdu-perduan. Denah baterai ini berbentuk segi empat, semua sisi tertutup dinding dan atap kecuali bagian depan/timur yang terbuka tanpa dinding.

Baterai ini berada di lereng bukit yang mengarah ke Teluk Kendari, baterai ini masuk dalam wilayah administratif Kelurahan Mata, Kecamatan Kendari.


2. Batu Popaua

Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra)
Batu Popaua [sumber: https://commons.wikimedia.org/]

Batu Papoa adalah sebuah batu bersejarah yang berada di depan Masjid Kesultanan Buton, di dalam Benteng Keraton Buton, Bau-bau, Sulawesi Tenggara. yang cukup sakral. Situs ini merupakan tempat di mana Raja Buton dinobatkan dan diambil sumpahnya saat menjadi raja.

Ketika diambil sumpah, maka calon raja diharuskan untuk memasukkan satu kakinya ke dalam lubany yang ada di batu tersebut. Kemudian sumpah tersebut diambil dengan Alquran tua yang usianya diperkirakan mencapai ratusan tahun. 


3. Benteng Baadia

Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra)
Benteng Baadia. [sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id]

Benteng Baadia adalah sebuah benteng pertahanan yang lokasinya berada di Kelurahan Baadia, Kecamatan Murhum, Kota Bau-Bau. Benteng besar ini didirikan oleh Sultan Buton XXIX, yang bernama Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin I (1824-1851).

Benteng yang dibangun oleh Sultan ke-29 ini, maksud pendiriannya sebagai sarana pertahanan dari ancaman bajak laut dan menghadapi agresi.

Benteng seluas 4.389 meter persegi ini menjadi salah satu pertahanan penting dari Kesultanan Buton yang berada di bagian selatan kompleks Istana Buton. Pengunjung yang berada di sini dapat melihat pemandangan laut dari atas sini dan pemandangan kota yang cantik. 


4. Benteng Keraton Buton

Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra)
Benteng Keraton Kesultanan Buton (Negeri Khalifatul Khamis) atau Benteng Wolio

Benteng Keraton Kesultanan Buton (Negeri Khalifatul Khamis) atau Benteng Wolio merupakan salah satu objek wisata bersejarah di Bau-bau, Sulawesi Tenggara. Benteng ini merupakan bekas ibu kota Kesultanan Buton memiliki bentuk arsitek yang cukup unik, terbuat dari batu kapur/gunung. Benteng ini berbentuk lingkaran dengan panjang keliling 2.740 meter. Benteng Keraton Buton mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) dan Guiness Book Record yang dikeluarkan bulan September 2006 sebagai benteng terluas di dunia dengan luas sekitar 23,375 hektare.

Benteng ini memiliki 12 pintu gerbang yang disebut Lawa dan 16 emplasemen meriam yang mereka sebut Baluara. Karena letaknya pada puncak bukit yang cukup tinggi dengan lereng yang cukup terjal memungkinkan tempat ini sebagai tempat pertahanan terbaik di zamannya. Dari tepi benteng yang sampai saat ini masih berdiri kokoh, pengunjung dapat menikmati pemandangan kota Bau-Bau dan hilir mudik kapal di selat Buton dengan jelas dari ketinggian,suatu pemandangan yang cukup menakjukkan. Selain itu, di dalam kawasan benteng dapat dijumpai berbagai peninggalan sejarah Kesultanan Buton.

Benteng Keraton Buton dibangun pada abad ke-16 oleh Sultan Buton III bernama La Sangaji yang bergelar Sultan Kaimuddin (1591-1596). Pada awalnya, benteng tersebut hanya dibangun dalam bentuk tumpukan batu yang disusun mengelilingi komplek istana dengan tujuan untuk mambuat pagar pembatas antara komplek istana dengan perkampungan masyarakat sekaligus sebagai benteng pertahanan. Pada masa pemerintahan Sultan Buton IV yang bernama La Elangi atau Sultan Dayanu Ikhsanuddin, benteng berupa tumpukan batu tersebut dijadikan bangunan permanen.

Pada masa kejayaan pemerintahan Kesultanan Buton, keberadan Benteng Keraton Buton memberi pengaruh besar terhadap eksistensi Kerajaan. Dalam kurun waktu lebih dari empat abad, Kesultanan Buton bisa bertahan dan terhindar dari ancaman musuh. Dari tepi benteng yang sampai saat ini masih berdiri kokoh anda dapat menikmati pemandangan kota Bau-Bau dan hilir mudik kapal di selat Buton dengan jelas dari ketinggian.

Alamat: Jalan Labuke, Melai, Murhum, Melai, Murhum, Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara 93713.


5. Benteng Liya Togo

Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra)
Masjid Mubarak di Liya Togo [sumber: kunkun.59.my.id]

Benteng Liya Togo merupakan benteng pertahanan terluar dari kesultanan Buton, berada di Desa Liya Raya, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara. Luas benteng ini mencapai hingga 30 hektare dan menjadi bukti serta saksi bisu masa lampau yang dikenal sebagai Masjid Mubarak.

Kompleks intinya sendiri berada di posisi tertinggi. Dengan bentuk gerbang khas buton, atau disebut lawa dalam bahasa buton, dan arsitektur baruga yang sama dengan kompleks di tempat lain. Ada Mesjid Mubarak disisi barat dan baruga, atau semacam balairung, di sisi timur. Di Utara terdapat kompleks pemakamanan. Yang terkenal disini adalah Makam Talo-Talo.

Kondisi Struktur benteng yang ada di Benteng Liya masih cukup baik. Bahan yang digunakan pada pembuatan Benteng Liya yaitu batu batuan dan karang karang dari laut, dan sebagai alat perekatnya yakni putih telur.

Liya Togo diceritakan sebagai sebuah hadiah bagi Talo- talo. Talo-talo adalah seorang pemuda yang sangat rajin berlatih meloncat di baliura. Batu ini dipercaya sebagai inti atau asal usul Desa Liya Togo. Hingga ia mampu membunuh raja di Batara Muna dengan cara menyelinap dan masuk ke Benteng kerajannya. Batara adalah kawasan musuh di jaman pemerintahan kesultanan Buton. Karena keberhasilannya, Talo-talo pun menerima Liya Togo sebagai hadiah untuk dijadikan sebagai kawasannya.


6. Bunker Perumahan Korem

Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra)
Bunker Perumahan Korem [sumber: Zona Sultra]

Bunker Perumahan Korem adalah sebuah tempat perlindungan di bawah tanah, saat perang tempat ini dipakai tentara untuk berlindung dari sewrangan musuh. Nama Bunker Perumahan Korem diberikan pada bunker ini karena letaknya di halaman bekas rumah jabatan Danrem 143/HO. Sebagian konstruksi bunker tidak tampak lagi karena tertimbun dalam tanah. Tinggi bunker 152 cm dengan lebar 185 cm.

Bagian lantai dalam juga tidak dapat diamati yang tampaknya menurun ke dalam. Menurut Ansar (66 tahun), ruangan bunker memiliki cabang dan salah satunya tembus ke lubang tanah di belakang rumah controleur Belanda yang sekarang menjadi rumah jabatan wakil ketua DPRD Sulawesi Tenggara. Bunker ini berada pada sisi timur lereng bukit di jalan Lakidende.


7. Chineese School

Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra)
Chineese School di Kendari [sumber: Zona Sultra]

Chineese School adalah salah satu bangunan bersejarah peninggalan penjajahan Belanda di Kendari. Bangunan sekolah ini berada di sudut pertigaan jalan Martadinata No.1 yang secara administratif masuk dalam wilayah Kelurahan Kandai, Kecamatan Kendari, Kota Kendari.

Sekarang bangunannya difungsikan sebagai gedung Akademi Teknik Kendari (ATK). Dahulu, sekolah ini bernama Sekolah China (Chineese School) yang dibangun pada masa pemerintahan Belanda.

Bangunan ini memiliki ukuran panjang 27 m, lebar 16,5 m, dan tinggi platfom 4 m. Bahan pembentuk bangunan ini adalah kayu, semen, kapur, pasir, batu bata, kaca, terali besi, dan seng.

Bangunan ini tidak memakai rangka besi, melainkan balok kayu besar. Denah bangunan persegi empat panjang, dan dinding luar bangunan dicat warna merah muda. Pada bagian depan, terdapat pintu masuk dengan dua daun pintu berpasangan. Bagian depan bangunan bertingkat dua, sedangkan bagian belakang hanya satu tingkat dengan atap terpisah.

Ruangan tingkat I dilengkapi satu pintu utama di bagian depan dan satu pintu samping. Sekarang, ada 9 ruangan di lantai I yang difungsikan sebagai ruang kelas. Akses menuju tingkat II adalah tangga kayu yang setengah rapat di dinding utara.

Tingkat II hanya berukuran 8 m panjang dan lebar 16,5 m, dengan lantai dari balok kayu dan papan. Ada panjang dan lebar 16,5 m, dengan lantai dari balok kayu dan papan. Ada 4 ruangan. Tingkat II dilengkapi pagar yang terdiri dari pion-pion beton setinggi 50 cm di depan teras. [sumber: Zona Sultra]


8. Goa Liang Kobori

Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra)
Liang kobori

Liang kobori merupakan salah satu gua alam yang berada di Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara. Gua ini kini menjadi situs purbakala yang dilindungi dan dilestarikan oleh pemerintah selain itu gua ini pun menjadi tempat pariwisata dan penelitian kepurbakalaan.

Gua ini terkenal karena adanya ornament-ornament yang berupa lukisan yang terdapat pada dinding gua. Lukisan-lukisan ini merupakan salah satu lukisan yang dibuat oleh para manusia purba.

Gua ini merupakan salah satu gua alam yang memiliki ornament di dalamnya, yang berupa lukisan hasil karya manusia purba, selain gua serupa yang terdapat di didaerah lainnya di Indonesia atau gua serupa yang berada di mancanegara seperti di Prancis dan Spanyol.

Gua ini merupakan sebuah gua alam yang diteliti pertama kali oleh seorang sejarawan bernama Kosasih S.A. pada tahun 1977.

Gua ini terletak kurang lebih 10 km dari pusat kota Raha melalui jalan poros Raha-Mabolu, tepatnya diperbatasan antara Desa Bolo dan Desa Masalili, Kecamatan Lohia. Untuk mencapainya, kita dapat menggunakan kendaraan Umum ataupun kendaran pribadi selama kurang lebih 1 Jam perjalan. Tetapi untuk mencapai bibir gua tidak semudah yang dikira, kita perlu memasuki lorong lagi sejauh ± 2-3 Km dengan akses jalan yang kurang memadai, tetapi kita akan tetap terpukau dengan keindahan alam disekitar jalan masuk.

Ketika memasuki bibir gua, kita akan melihat suatu gua alam yang membentang dengan tinggi bevariasi antar 2-5 m dan lebar sekitar 30 m . selain ornament-ornamen berupa lukisan kita dapat melihat berbagai struktur geologi pada gua ini misalnya saja stalaktit yang berada pada bagian atas dan stalakmit yang berada pada bagian bawah, yang apabila keduanya telah bertemu maka akan membetuk tiang batu.

Gua berikut yang kita dapat temui adalah gua utama yaitu gua liag kobori. Sesuai namanya yaitu liang kobori yang jika kita artikan kedalam Bahasa Indonesia berari gua bertulis, di dalam gua ini kita akan menemukan berbagai macam lukisan yang dibuat oleh para manusia prasejarah. lukisan lukisan pada dinding gua ini sampai saat ini masih menyimpan misteri tentang kehidupan prasejarah masyarakat muna yang tergores pada 130 an situs aneka goresan berwarna merah pada dinding gua bagian dalam. Lukisan lukisan ini masih terjaga keasliannya sampai sekarang.

Dari berbagai aneka lukisan tersebut, tergambar cara hidup masyarakat suku Muna pada masa lalu mulai dari cara bercocok tanam, berternak, berburu, berdapatasi dengan lingkungan, dan berperang untuk mempertahankan diri dari serangan musuh.


9. Goa Liang Metanduno
Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra)
Goa Liang Metanduno

Gua Liang Metanduno adalah situs purbakala yang terletak di perbatasan Desa Bolo dan Desa Masalili, Kecamatan Lohio, kabupaten Muna. Lokasinya berada di Desa/Kelurahan : Leang Kobori, Kecamatan : Lokia, Kabupaten/Kota : Muna, Pulau : Muna, Provinsi : Sulawesi Tenggara.

Di dalam gua ini terdapat banyak lukisan pada dinding gua yang dibuat pada zaman prasejarah. Lukisan pada gua ini kebanyakan adalah lukisan hewan bertanduk. Hal itulah yang menyebabkan gua ini dinamakan Metanduno, karena "tandu" dalam bahasa muna berarti "tanduk". Gua ini ditemukan oleh masyarakat setempat pada tahun 1975. Di dalam gua juga terdapat kantinu (cerukan batu) yang terbentuk secara alami melalui tetesan air, dan akhirnya menjadi tempat penampungan air.

Gua Metanduno merupakan gua yang cukup besar, dengan panjang rongga gua 23 m, lebar mulut gua 21,9 m, tinggi mulut gua 2,8 m, lebar perut gua 17,5 m, dan titik tertinggi langit-langit gua 7 meter. Jarak situs dari tepi pantai 15 m, ketinggian dari permukaan laut 250 m.

Gua Liang Metanduno berjarak 10 kilometer dari Kota Raha melalui jalan poros Raha-Mabolu. Untuk mengakses gua ini, setelah mencapai kawasan gua kita perlu melakukan perjalanan lagi sekitar 2-3 kilometer dengan akses jalan yang kurang memadai, namun ditemani oleh keindahan alam. Liang Metanduno berada di satu kawasan yang sama dengan beberapa gua yang lain, seperti Liang Kobori.


10. Istana Sultan Buton / Malige

Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra)
Istana Malige [sumber: oppobaca.news]

Istana Malige merupakan Rumah yang menjadi tempat tinggal sultan Buton ke 37, yakni Sultan Muhammad Hamidi Kaimuddin yang dibangun pada tahun 1929. Bangunanj ini berlokasi di Jl. Jenderal Sudirman, Tomba, Kecamatan Wolio, Kota Bau-Bau. Letaknya yang sangat dekat dengan pusat kota membuat istana ini mudah ditemui bagi para wisatawan yang datang ke Kota Bau-Bau. 

Bangunan istana berlantai tiga ini memiliki desain khas bergaya rumah adat Buton yang juga berbentuk rumah panggung yang terbuat dari kayu. Istana Malige dibuat dengan fondasi batu alam yang disebut dengan sandi. Sandi tersebut tidak ditanam tapi diletakkan begitu saja tanpa perekat. Fungsinya adalah untuk meletakkan tiang bangunan. Di antara sandi dan tiang bangunan dibatasi oleh satu atau dua papan alas yang ukurannya disesuaikan dengan diameter tiang dan sandi. Ini berfungsi sebagai pengatur keseimbangan bangunan secara keseluruhan. Bangunan ini juga terdiri dari 4 lantai dan terbuat dari kayu yang berasal dari pohon wala dan lantai bangunan ini terbuta dari kayu jati. Pembangunan istana ini terbilang cukup unik karena tidak menggunakan paku, bilah-bilah kayu hanya dikaitkan satu sama lain agar merekat dengan kokoh. bangunan ini kokoh berdiri dengan topangan 40 tiang penopang, di bagian depan terdapat 5 tiang yang berderet hingga 8 baris ke belakang. Tiang utamanya disebut dengan tutumbu yang bermakna selalu tumbuh.

Struktur bangunan Istana Buton pada dasarnya adalah sama setempat sebab berasal dari satu konstruksi yang sama yang disebut banuwa tada. Hanya saja, ketika rumah tersebut difungsikan sebagai rumah para pejabat, terdapat penambahan tiang penyangga yang berfungsi sebagai kambero (kipas) sehingga disebut dengan banua tada kambero atau istana kamali. Setiap raja akan naik tahta maka akan dibuatkan rumah sejenis ini, jadi ada sekitar 38 rumah yang sejenis dengan istana malige.


11. Kantor Klasis/Internat [Rumah Pendeta]

Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra)
Kantor Klasis/Internat (Rumah Pendeta). [sumber: Zona Sultra]

Kantor Klasis/Internat [Rumah Pendeta] adlah rumah yang berada di dalam kompleks Gereja Kendari, Jalan Lakidende, Kelurahan Kandai, Kecamatan Kendari. Rumah ini didirikan sekitar tahun 1940-an untuk tempat tinggal para misionaris Belanda selama di Kendari.

Bangunan rumah terdiri dari dua komponen, yaitu bangunan I merupakan Kantor Klasis sekaligus menjadi rumah tinggal. Bangunan II adalah jejeran 9 kamar yang difungsikan sebagai asrama, berada di belakang atau barat laut bangunan I. Kedua bangunan tersebut dihubungkan oleh koridor.

Bangunan I menghadap ke tenggara atau Teluk Kendari, sementara di timur laut terdapat gereja. Bentuk atap adalah limas dari bahan seng. Denah bangunan persegi dengan tambahan teras depan, samping, dan belakang yang dilindungi atap seng. Lantai rumah dan teras adalah semen.

Keseluruhan dinding dicat berwarna putih. Teras dan rumah lebih tinggi antara 45 cm sampai 120 cm dari permukaan tanah sekitarnya. Lebar teras depan 2 m dan panjang 4 m. Dinding depan terdapat pintu di tengah, di kiri dan kanannya dilengkapi jendela kaca berbingkai kayu, masing-masing tiga ruas. Kusennya kayu, dicat warna biru muda.

Pada dinding barat dilengkapi 6 jendela kayu dan kaca. Bangunan I memiliki 4 ruangan utama dan 2 kamar tidur. Ruangan pertama adalah ruang tamu, ruangan kedua adalah ruang kerja.

Keduanya berurutan dan dihubungkan oleh sebuah pintu. Ruang ketiga berada di sebelah kanan ruang kerja yang merupakan ruang dapur. Kamar-kamar tidur, sejajar dengan ruang tamu, dengan masing-masing pintu yang berukuran lebar 220 dan tinggi 170 cm.

Ruangan keempat merupakan kamar tamu yang terletak di sisi barat bangunan. Kamar tamu terhubung dengan ruang dapur. Terdapat pintu masuk dan jendela di bagian depan kamar, lengkap dengan teras depan kamar. Interior rumah dilengkapi platform dari papan kayu yang dicat berwarna putih. Bagian belakang terdapat 1 pintu kayu yang merupakan akses ke koridor dan asrama. Meskipun masih difungsikan, bangunan ini tidak terawat baik.

Bangunan II memanjang dan melengkung hingga ujung kanan asrama, bertemu dengan sudut bangunan kantor. Asrama yang memiliki 9 kamar ini tidak digunakan lagi. Depan pintu dilengkapi teras, sedangkan atap bangunan menggunakan sirap yang dilapis seng.


12. Masjid Keraton Buton

Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra)
Masjid Agung Keraton Buton [Wikipedia]

Masjid Al-Muqarrabin Syafyi Shaful Mu'min atau lebih dikenal dengan Masjid Agung Keraton Buton adalah sebuah masjid bersejarah yang berlokasi di Jl. Sultan Labuke, Melai, Murhum, Kota Bau-Bau, Pulau BUton, Sulawesi Tenggara. Masjid ini merupakan salah satu dari sembilan Masjid kuno di Indonesia dan telah ditetapkan oleh pemerintah RI sebagai benda cagar budaya atau situs cagar budaya berdasarkan keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No : KM.8/PW.007/MKP.03 Tanggal 04 Maret 2003

Masjid Agung Keraton Buton terletak di dalam Lingkungan Benteng Kesultanan Buton, Benteng tua terluas di dunia menurut catatan rekor MURI. Masjid ini dibangun berbentuk empat persegi panjang berukuran 20,6 x 19,40 m dengan atap berjumlah dua lapis berbentuk limas. Masjid terdiri dari tiga lantai, mengikuti struktur bangunan rumah panggung yang menjadi ciri khas rumah adat masyarakat Sulawesi Tenggara. Bahan yang digunakan untuk membangun masjid itu sama dengan bahan untuk benteng keraton.

Lantai satu yang lebih luas sebagai ruang shalat, sementara lantai dua yang lebih kecil berfungsi sebagai tempat mengumandangkan azan. Di atas bangunan lantai dua itu duduk bangunan empat persegi yang lebih kecil dan merupakan puncak kerucut dari keseluruhan bangunan Masjid Agung. Puncak kerucut itu adalah kubah bagi umumnya model masjid di Tanai Air.

Struktur bangunan masjid yang belum pernah diganti sejak didirikan adalah fondasi dan bangunan dinding yang bahannya menggunakan batuan kapur dengan spesimen pasir dan kapur. Ukuran masjid juga masih tetap seperti aslinya, 20,6 meter x 19,4 meter. Menariknya masjid ini tidak memiliki menara dan justru memiliki tiang bendera yang sangat tinggi.

Masjid Agung Keraton Buton pertama kali didirikan pada tahun 1538 M. Tidak lama berselang, masjid ini terbakar akibat perang saudara yang terjadi di Kesultanan Buton dalam perebutan kekuasaan. Pembangunan masjid tersebut baru dimulai lagi pada tahun 1712 M dengan lokasi yang tidak begitu jauh dari tempat semula pada masa pemerintahan Sultan Zakiyuddin Darul Alam (La Ngkariyri, Sultan Buton XIX).


13. Pilboks TVRI

Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra)
Pilboks TVRI Kemdari

Pilboks TVRI berada di pinggir jalan Jenderal Ahmad Yani, atau di depan kantor TVRI Kendari, yang secara administratif termasuk dalam Kecamatan Baruga. Pilboks ini dalam kondisi tidak terawat. Pilboks berbentuk silinder ini berdenah bundar dengan dimensi sebagai berikut: garis tengah 2,43 m, lingkar 7,70 m, tebal 33 cm, sedangkan ketinggian dan beberapa dimensi pilboks tidak diketahui karena tertimbun tanah dan akar pohon besar.

Bagian pilboks yang tersingkap di permukaan tanah hanya 50 %. Pintu masuk berada di sisi selatan, sedangkan lubang intai berada di sisi timur laut dan timur.

Jumlah lubang intai 2 dengan ukuran lebar 60 cm, tinggi 28 cm, dan ketebalan 33 cm. Ukuran pintu masuk serta tinggi ruang dalam pilboks tidak dapat diketahui karena tertimbun. Bahan baku pilboks ini adalah semen, besi, dan kerikil. Di bagian atap terdapat 3 lubang angin, masing-masing diameternya 5 cm. Topografi tanah di sebelah timur dan timur laut [arah lubang pengintaian] lebih rendah dan menurun.

Pilboks dibangun antara tahun 1942--1945 sebagai bangunan pertahanan saat Jepang berkuasa atas kepulauan Indonesia.


14. Rumah Controleur Belanda 1

Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra)
Rumah Controleur Belanda 1 [Dokumentasi Sudarso for ZONASULTRA.COM]

Bekas rumah Contoleur Belanda ini berada di lereng bukit di kawasan kota lama Kendari yang secara administratif masuk dalam wilayah Kelurahan Kandai, Kecamatan Kendari, Kota Kendari. Sekarang, rumah ini menjadi rumah dinas Wakil Ketua DPRD Sulawesi Tenggara.

Secara fisik, beberapa komponen bangunan lama seperti separuh dinding bagian depan dan samping masih dipertahankan tetapi disesuaikan dengan bangunan gaya modern. Sepintas, tidak terlihat lagi ciri arsitektur lama pada bangunan ini.

Secara historis, Controleur Belanda yang dahulu menghuni rumah ini bertugas sebagai kepala pemerintahan Onderafdeeling Kendari, di bawah Afdeeling Buton.

Rumah ini menghadap ke Timur atau ke laut. Di halaman sudut Tenggara, terdapat meriam dengan kondisi kurang terawat. Meriam ini berukuran panjang 227 cm, diameter pangkal 38 cm, diameter ujung 18 cm dan lubang meriam berukuran 10 cm.


15. Rumah Jabatan Komandan Tentara Belanda

Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra)
Rumah Jabatan Komandan Tentara Belanda. (Dokumentasi Sudarso for zonasultra.com)

Rumah Jabatan Komandan Tentara Belanda adalah bekas rumah jabatan Komandan Tentara Belanda yang berada di Jalan Lakidende, termasuk wilayah Kelurahan Kandai, Kecamatan Kendari. Bangunan ini berada sekitar 60 meter dari bekas rumah controleur Belanda. Bekas rumah jabatan Komandan Tentara Belanda ini berada diwilayah Kelurahan Kandai, Kecamatan Kendari

Sekarang, bangunan ini difungsikan sebagai rumah Dinas Angkatan Darat Korem 143/HO dan telah mengalami renovasi pada tahun 2005. Di sebelah barat terdapat satu bunker. Dinding luar rumah dicat warna kuning, sedangkan daun pintu dan kuseng jendela dicat warna coklat.


16. Terowongan 1

Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra)
Terowongan 1

Terowongan 1 adalah sebuah terowongan yang berada dalam wilayah Kelurahan Anggilowu, Kecamatan Mandonga. Menghadap ke barat daya, terowongan ini memiliki panjang 34,5 meter, lebar mulut 2,2 meter dan tinggi antara 1,9 meter sampai 2,2 meter.

Lebar terowongan bagian dalam tidak merata, antara 2,4 meter sampai 2,7 meter. Depan mulut terowongan merupakan areal pemukiman penduduk. Terowongan ini berada pada lereng bukit. Bukit tersebut merupakan endapan Kala Miosen yang dibuktikan oleh kehadiran fosil-fosil kerang laut.


17. Terowongan 2

Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra)
Terowongan 2. (Dokumentasi Sudarso for zonasultra.com)

Terowongan 2  merupakan terowongan yang berada di Kelurahan Anggilowu, Kecamatan Mandonga. Menghadap ke barat daya, terowongan ini memiliki panjang 29 meter, lebar mulut 2,4 meter dan tinggi bervariasi antara 2 meter sampai 2,3 meter. Lebar terowongan bagian dalam tidak merata, antara 2,2 meter sampai 2,6 meter. Terowongan ini berada pada lereng bukit yang sama dengan Terowongan 1.


18. Waterreservoir-Anno 1928 (Bangunan PDAM)

Bangunan Peninggalan Sejarah Sulawesi tenggara (Sultra)
Waterreservoir-Anno 1928 atau Bangunan PDAM lama [Sumber: kemdikbud.go.id]

Secara administratif bangunan PDAM berlokasi di Kampung Jati, Kelurahan Jati Mekar, Kecamatan Kendari, Kota Kendari.

Bangunan ini terdiri atas dua unit yaitu bangunan mesin pengolah dan bangunan menara penampung. Struktur bangunan adalah tembok beton, bagian depan bangunan menggunakan atap seng, sedangkan bangunan induk atapnya terbuat dari beton. 

Tulisan Waterreservoir Anno 1928 pada salah satu bangunan dari tiga bangunan di lokasi ini, menandakan masa pembangunan dan penggunaan bangunan ini sebagai tempat penampungan dan distribusi air. 

Ketiga komponen bangunan ini terdiri dari komponen pertama berupa bangunan yang berisi instalasi pipa untuk pengambilan air. Komponen bangunan kedua adalah bak penampungan, dan komponen ketiga adalah bangunan pengolahan dan pendistribusian air. 

Dimensi bangunan pertama dengan pengambilan ukuran dari bagian luar adalah panjang 4,44 m, lebar 5,1 m, dan tinggi 3,1 m, dengan ketebalan dinding 47 cm. Sedangkan bagian dalam ruangan berukuran panjang 3,5 m, lebar 4 m. Pintu berada di bagian selatan, dengan daun pintu berupa terali besi, berukuran tinggi 1,94 m dan lebar 1,1 m. 

Di dinding, ada dua lubang angin, satu di dinding timur dan satu lagi di dinding barat. Bangunan ini berisi dua instalasi pipa, satu instalasi untuk pengambilan air dari sumber mata air ke bak penampungan, dan satu lagi untuk mengeluarkan air dari bak penampungan yang berada di bagian luar sisi utara bangunan pertama. 

Dimensi bangunan kedua adalah ukuran dari utara ke selatan sepanjang 9,3 m, dan dari timur ke barat adalah 11,6 m. Di bagian atap bak terdapat lubang kontrol berukuran 1 X 1 m, untuk mengetahui air dalam bak. Bak penampungan air ini berada di utara bangunan pertama. Instalasi pipa untuk memasukkan dan mengeluarkan air berada di dinding sebelah selatan. Dimensi bangunan ketiga adalah panjang 5,5 m, lebar 10,2 dengan tinggi 3,6 m. 

Di belakang/utara bangunan ketiga terdapat instalasi pipa dan satu kran besar yang dikuatkan oleh satu struktur campuran semen dan pasir. Instalasi air ini berfungsi mendistribusikan air ke beberapa arah. Semua pipa yang digunakan adalah pipa besi. Bangunan ketiga berada di sebelah barat bak pempungan air dengan jarak 4,5 m.


Sumber:

  • https://zonasultra.com/inilah-peninggalan-jepang-dan-belanda-yang-tersembunyi-di-kota-kendari-2.html
  • https://penasultra.com/amp/lima-peninggalan-sejarah-jepang-dan-belanda-ada-di-kendari/
  • https://www.idntimes.com/travel/destination/brahm-1/5-destinasi-wisata-sejarah-di-pulau-buton-c1c2/5
  • https://spkt.kemdikbud.go.id/bangunan-pdam-kota-lama