Bangunan Peninggalan Sejarah di Provinsi Kalimantan Utara

Kalimantan Utara (disingkat Kaltara) adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian utara Pulau Kalimantan.

Dalam sejarahnya negeri-negeri di bagian utara pulau Kalimantan, yang meliputi Sarawak, Sabah, Brunei. Sejak masa Hindu hingga masa sebelum terbentuknya Kesultanan Bulungan, daerah yang sekarang menjadi wilayah provinsi Kalimantan Utara hingga daerah Kinabatangan di Sabah bagian Timur merupakan wilayah mandala negara Berau yang dinamakan Nagri Marancang. Namun belakangan sebagian utara Nagri Marancang (alias Sabah bagian Timur) terlepas dari Berau karena diklaim sebagai wilayah mandala Brunei, kemudian oleh Brunei dihadiahkan kepada Kesultanan Sulu dan Suku Suluk mulai bermukim di sebagian wilayah tersebut. Kemudian kolonial Inggris menguasai sebelah utara Nagri Marancang dan Belanda menguasai sebelah selatan Nagri Marancang (sekarang provinsi Kaltara).

Proses pemekaran Kalimantan Utara menjadi suatu provinsi terpisah dari Kalimantan Timur telah dimulai pada tahun 2000-an. Setelah melalui proses panjang, pembentukan provinsi Kalimantan Utara akhirnya disetujui dalam rapat paripurna DPR pada tanggal 25 Oktober 2012.

Provinsi Kalimantan Utara memiliki potensi wisata sejarah dan religi seperti situs Bulungan, masjid kuno, makam sultan dan wali, serta sisa peninggalan Belanda, atau Perang Dunia II. Di provinsi ini juga terdapat beberapa makam wali penyebar agama Islam dan kerabat sultan di Salimbatu, Bulungan, antara lain Syeh Achmad Almagribi dan Datu Adil juga menjadi objek wisata sejarah dan religi yang potensial.

Bangunan Peninggalan Sejarah di Provinsi Kalimantan Utara

Daftar isi:

  1. Baloy
  2. Bangunan kuno BPM
  3. Makam Datu Adil
  4. Makam Syeh Achmad Almagribi
  5. Masjid Sultan Kasimuddin
  6. Meriam Anti Udara
  7. Museum Rumah Bundar
  8. Tembok pertahanan dan pengintai


1. Baloy

Bangunan Peninggalan Sejarah di Provinsi Kalimantan Utara
 Baloy, Rumah Adat Tidung 

Rumah Baloy adalah Rumah adat terkenal dari masyarakat Kalimantan Utara. Rumah adat ini merupakan hasil kebudayaan seni arsitektur dari masyarakat suku Tidung, Kalimantan Utara. Seperti suku lainnya, suku Tidung ini mempunyai kebudayaan dan model rumah adat sendiri. Walaupun rumah adat ini masih menggunakan sejumlah tiang tinggi pada bagian bawahnya, bentuk bangunan rumah adat ini terlihat lebih modern dan modis. Diduga rumah adat ini adalah hasil pengembangan arsitektur Dayak dari Rumah Panjang (Rumah Lamin) seperti yang dihuni oleh suku Dayak Kenyah di Kalimantan Timur.

Rumah adat ini berbahan dasar kayu ulin. Rumah Baloy dibangun menghadap ke utara, sedangkan pintu utamanya menghadap ke selatan. Di dalam Rumah Baloy terdapat empat ruang utama yang biasa disebut Ambir, yaitu:

  • Ambir Kiri (Alad Kait), adalah tempat untuk menerima masyarakat yang mengadukan perkara, atau masalah adat.
  • Ambir Tengah (Lamin Bantong), adalah tempat pemuka adat bersidang untuk memutuskan perkara adat.
  • Ambir Kanan (Ulad Kemagot), adalah ruang istirahat atau ruang untuk berdamai setelah selesainya perkara adat.
Lamin Dalom, adalah singgasana Kepala Adat Besar Dayak Tidung. Pada bagian belakang Rumah Baloy ini, ada bangunan yang dibuat di tengah-tengah kolam yang disebut dengan Lubung Kilong. Bangunan ini adalah sebuah tempat untuk menampilkan kesenian suku Tidung, seperti Tarian Jepin. Di belakang Lubung Kilong ini, ada lagi sebuah bangunan besar yang diberi nama Lubung Intamu, yaitu tempat pertemuan masyarakat adat yang lebih besar, seperti acara pelantikan (pentabalan) pemangku adat atau untuk acara musyawarah masyarakat adat se-Kalimantan.


2. Bangunan kuno BPM

Bangunan kuno BPM (Bataafsche Petroleum Maatscappij) atau perusahaan minyak Belanda sudah beroperasi 1930-an.

3. Makam Datu Adil

Makam Keluarga Datu Adil terdapat di desa Salimbatu. Lokasi dapat dicapai lewat jalur sungai 30 menit. Menurut legenda, Datu Adil adalah kerabat Kesultanan Bulungan dan ia terkenal sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana.

Sultan Datu Alam Muhammad Adil (1873-1875) adalah Sultan pertama yang terang-terangan menantang kolonial Belanda di Bulungan.

Datu Adil dikenal denghan nama Datuk Alam gelar Sultan Muhammad Adil. Beliau naik tahta sebagai Sultan Bulungan pada tahun 1873. Ia adalah putra pangeran Maulana, seorang anak yang lahir dari pernikahan Sultan Alimuddin dengan Aji Aisyah dari Tanah Tidung. [sumber]


4. Makam Syeh Achmad Almagribi

Bangunan Peninggalan Sejarah di Provinsi Kalimantan Utara
Makam Syeh Achmad Almagribi

Makam Syeh Achmad Almagribi bulungan adalah sebuah makam yang berukuran 3 x 6 meter dari Wali Allah yang dimakamkan di Desa Salimbatu. Makam ini dapat ditempuh + 30 menit dari kota tanjung Selor dengan menggunakan speedboat + 300 meter dari makam ini terdapat pula dua makam keramat lainnya yaitu : Makam Sayid Ali Idrus dan Sayid Abdullah Bilfaqih, mereka berdua adalah orang yang pertama kali menyebarkan agama Islam di Kecamatan Tanjung Palas, tepatnya di Salimbatu.

Beliau dikenal dengan Syekh Maulana Al-Magribi namun aslinya adalah Syaid Abdudurachman Al-Idrus. Beliau berasal dari Sulu Filipina Selatan, dan berjasa besar dalam menyebarkan Islam pertama kali di Bulungan.

Untuk menyebarkan Islam ke Bulungan, Syech Syaid Abdudurachman Al-Idrus ditemani dua murid setianya yaitu Syech Al-Juhri dan Sultan Iskandar salah satu Sultan yang berkuasa di salah satu kerajaan di Sulu Filipina Selatan yang rela meninggalkan harta, keluarga dan kekuasaan yang dimilikinya hanya semata-mata kecintaan yang tinggi kepada Allah SWT.

Syeh Achmad Almagribi wafat pada tahun 1832 M.

Hingga akhir hayatnya, Syech Al-Juhri dan Sultan Iskandar diketahui tetap bermukim di Desa Salimbatu, hingga dimakamkan berdampingan dengan makam sang guru yaitu Syekh Ahmad Al-Magribi. [sumber]


5. Masjid Sultan Kasimuddin

Bangunan Peninggalan Sejarah di Provinsi Kalimantan Utara
Masjid Sultan Kasimuddin, Bulungan-Kaltara

Masjid Kasimuddin adalah sebuah masjid bersejarah di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, Indonesia. Masjid ini berlokasi di Tanjung Palas Tengah, kecamatan Tanjung Palas. Masjid Kasimuddin didirikan pada waktu pemerintahan Sultan Maulana Muhammad Kasimuddin (1901-1925), Raja Bulongan. Setelah meninggal, dia dimakamkan di halaman masjid sebelah barat, sedangkan makam di sekitarnya merupakan makam keluarga raja. Pemugaran Masjid Kasimuddin dilaksanakan oleh Proyek Pelestarian/Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kalimantan Timur dari tahun anggaran 1992/1993-1993/1994.

Luas lahan Masjid Kasimuddin 3.560,25 m2, dan luas bangunan 585,64 m2. Bangunan masjid terbuat dari kayu dan beton, berbentuk bangunan semi permanen. Dinding bangunan terbuat dari papan kayu ulin.

Menurut keterangan masyarakat setempat pondasi dan lantainya terbuat dart campuran semen dan batu yang berlapiskan tegel/ubin bermotif arsitektur Eropa yang diimpor dart Belanda. Ruang utama berbentuk bujur sangkar, berukuran 19 × 19 m, tinggi bangunan sampai puncaknya 15,50 m. Bangunan ruang utama mempunyai beberapa tiang penyangga yang terdiri dari empat tiang utama/saka guru dengan penampang segi empat, tinggi 11,15 m. Duabelas tiang pembantu dengan penampang segiempat tinggi 8 m mengelilingi tiang utama. Lima puluh buah tiang pembantu deretan ke tiga mengelilingi 12 tiang pembantu, merupakan deretan tiang paling bawah yang sekaligus menjadi pegangan konstruksi papan dinding dan pintu-pintu masjid, dan empat puluh tujuh tiang. Masjid Kasimuddin tidak mempunyai jendela, sedangkan pintu masuknya 11 buah yang terletak disekeliling bangunan. Bangunan pengimaman mempunyai kekhususan pada ruangan dan atapnya. Ruang tersebut berukuran 3,60 × 2,80 m dengan bentuk segi lima. Dinding semi permanen terdiri atas bagian bawah setinggi satu meter terbuat dari pasangan ubin/tegel bermotif dengan warna hijau papan kuning, dinding atas terbuat dari bahan papan kayu ulin.

Pada bagian depan ruangan pengimaman/mihrab dipasang kaca berwarna putih bening dan bagian atasnya dipasang kaca berwarna hijau yang mengelilingi ruangan tersebut. Jendela-jendela kaca ini berfungsi sebagai alat penerangan ruangan masjid. Di ruang pengimaman terdapat enam tiang berfungsi sebagai penopang atap. Atapnya tidak bersusun tiga, melainkan hanya satu dan lebih pendek daripada atap bangunan induk. Atap pengimanan ini berbentuk segi delapan. Puncak kubahnya seperti bangunan induk, makin keatas atap kubah makin mengecil/meruncing dan pada ujungnya terdapat sebuah mahkota yang terbuat dari kayu ukir.

6. Meriam Anti Udara

Meriam anti-udara di Gunung Tembak Pantai Amal atau sejumlah bunker. Peninggalan Kerajaan Bulungan, berupa alat perang (meriam) yang bernama Melati, Rindu, dan Dendam. Sekarang berada di Kesultanan Bulungan Tanjung Palas.


7. Museum Rumah Bundar

Bangunan Peninggalan Sejarah di Provinsi Kalimantan Utara
Museum Rumah Bundar, Kaltara

Museum Rumah Bundar adalah salah satu objek sejarah yang berada di kawasan kampung baru Jl. Danau Jempang Kelurahan Pramusian Kecamatan Tarakan tengah Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Utara. lokasi tersebut dapat ditempuh sekitar 15 menit dari Bandara Juwata Tarakan. Seperti namanya Rumah Bundar, di mana atap dari bangunan museum tersebut berbentuk setengah lingkaran. Bangunan ini didirikan oleh tentara Australia pada tahun 1945 sebagai tempat tinggal setelah merebut kekuasan dari tangan Jepang. 

Beberapa benda tersebut seperti sepatu, senjata senjata, peluru tentara Jepang dan juga perlengkapan perlengkapan perang pada saat perang dunia ke II, tidak hanya itu kita juga akan melihat baling baling pesawat tempur yang digunakan pada masa peperangan itu.


8. Tembok pertahanan dan pengintai

Tembok pertahanan dan pengintai (stelling) tentara Jepang pada perang dunia (PD) II