Bangunan Peninggalan Sejarah Nusa Tenggara Barat (NTB)

Nusa Tenggara Barat (disingkat NTB) ialah sebuah provinsi di Indonesia yang berada pada bagian barat Kepulauan Nusa Tenggara. Provinsi ini beribu kota di Mataram dan memiliki 10 Kabupaten dan 2 Kota, termasuk kota Mataram. 

benda peninggalan sejarah di lombok, sebutkan peninggalan sejarah islam di pulau lombok, peninggalan-peninggalan sejarah di lombok, sejarah yang ada di pulau lombok, tempat bersejarah di lombok, sebutkan dua peninggalan sejarah yang terdapat di provinsi ntb, peninggalan agama hindu di nusa tenggara barat, benda bersejarah di lombok

Ketika Kerajaan Lombok dipimpin oleh Prabu Rangkesari, Pangeran Prapen, maka saat itu putera Sunan Ratu Giri datang mengislamkan kerajaan Lombok. Dalam Babad Lombok disebutkan, pengislaman ini merupakan upaya dari Raden Paku atau Sunan Ratu Giri dari Gersik, Surabaya yang memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan Palembang untuk menyebarkan Islam ke berbagai wilayah di Nusantara.

Daftar Isi:

  1. Klenteng Po Hwa Kong
  2. Kota Tua Ampenan
  3. Makam Loang Baloq
  4. Makam Selaparang
  5. Masjid Kuno Bayan Beleq
  6. Masjid Pujut
  7. Makam Seriwa
  8. Masjid Qubbatul Islam
  9. Masjid Sultan Muhammad Salahuddin
  10. Pura Batu Bolong
  11. Pura Lingsar
  12. Pura Mayura
  13. Pura Meru Cakranegara
  14. Pura Suranadi
  15. Taman Narmada


1. Klenteng Po Hwa Kong

Bangunan Peninggalan Sejarah Nusa Tenggara Barat (NTB)
Klenteng Po Hwa Kong, Kota Mataram - NTB

Klenteng Po Hwa Kong atau sering pula disebut sebagai Vihara Bodhi Dharma merupakan klenteng tertua yang ada di Pulau Lombok yang diperkirakan didirikan pada 1840. Klenteng ini merupakan tempat pengisian umat Tri Dharma, yakni Kong Hu Cu, Tao, dan Buddha.

Keberadaan klenteng ini terkait erat dengan cikal bakal kalap permukiman Tionghoa kala itu di kawasan Kota Tua Ampenan, sebelum dikembangkan oleh Belanda pada abad ke-19 serta dijadikan sebagai pelabuhan paling ramai di Nusa Tenggara Barat.

Klenteng ini terletak di Jalan Yos Sudarso No. 180, Kelurahan Ampenan, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jika anda sudah berada di Kota Mataram, hanya butuh bebeberapa menit saja ke arah barat kota, sudah bisa menikmati keindahan bangunan tua di ampenan, termasuk Kelenteng Po Hwa Kong.

Selepas berwisata religi, Anda bisa menikmati keindahan pantai ampenan. Selanjutnya Anda bisa kepusat kota kembali menggunakan angkutan umum maupun moda transportasi tradisional, Cidomo.


2. Kota Tua Ampenan

Bangunan Peninggalan Sejarah Nusa Tenggara Barat (NTB)
Simpang Lima - Kota Tua Ampenan

Kota Tua Ampenan merupakan salah satu Kota yang ditetapkan oleh pemerintah dalam Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI). Kota Ampenan dibangun sejak tahun 1924 oleh Belanda untuk mengimbangi kerajaan-kerajaan yang ada di Pulau Bali.

Ampenan bersal dari kata amben, dalam bahasa Sasak berarti tempat persinggahan. Nama ini sangat tepat, mengingat Ampenan merupakan kota pelabuhan tempat singgah berbagai suku bangsa kala itu.

Warga penghuni Kota Tua Ampenan terdiri dari beragam suku bangsa. Hal ini terwujud dari banyaknya perkampungan sekitar yang menggunakan nama tempat asal mereka. Ada Kampung Tionghoa, Kampung Arab, Kampung Bugis, Kampung Melayu, Kampung Jawa, Kampung Bali, dan Kampung Banjar.

Jarak Kota Tua Ampenan dari Terminal Mandalika lebih kurang 10 Km ke arah barat. Letaknya di Ampenan Tengah, Kec. Ampenan, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Terdapat berbagai bangunan kuno peninggalan Belanda di Kota Tua Ampenan. Bangunan tersebut berfungsi sebagai gudang dan juga kantor kala itu. Sampai sekarang berberapa bagunan difungsikan sebagai pertokoan dan perkantoran.

Ketika memasuki wilayah bekas dermaga ini,pengunjung masih bisa menemukan sisa reruntuhan dari dermaga tersebut. Saat ini, sisa dermaga tersebut digunakan sebagai lokasi memancing bagi masyarakat lokal maupun wisatawan yang ingin menikmati suasana di wilayah dermaga ini. 


3. Makam Loang Baloq

Bangunan Peninggalan Sejarah Nusa Tenggara Barat (NTB)
Makam Loang Baloq - Mataram, Lombok

Makam Loang Baloq merupakan sebuah komplek pemakaman yang berlokasi di Kelurahan Tanjung Karang, Kecamatan Sekarbela, Mataram , Lombok, NTB. Objek wisata sejarah ini berjarak sekitar 6 kilometer dari Kota Mataram.

Makam Loang Baloq menjadi tempat wisata sejarah yang tak kalah populer di Pulau Lombok lainnya. . Nama objek wisata ini diambil dari bahasa Sasak “Loang Baloq” yang berarti pohon beringin berlubang. Karena di objek wisata ini terdapat sebuah pohon beringin tua yang telah berumur ratusan tahun. Di objek wisata sejarah ini terdapat sebuah makam salah seorang ulama yang berasal Bahdad Irak, bernama Syech Gaus Abdurrazak. Konon beliau termasuk salah seorang ulama yang berjasa besar dalam syiar agama Islam di Lombok pada 18 abad yang lalu. Selain itu di komplek pemakaman ini juga terdapat dua makam yang sering diziarahi para pengunjung yakni makam Datuk Laut dan Makam Anak Yatim


4. Makam Selaparang

Bangunan Peninggalan Sejarah Nusa Tenggara Barat (NTB)
Makam Selaparang

Makam Selaparang adalah sebuat kompleks pemakaman yang terletak di kampung peresak, desa selaparang, kecamatan pringgabaya, kabupaten Lombok Timur. Kira-kira berjarak 4 km di sebelah barat laut ibukota kecamatan pringgabaya.dari mataram, ibukota propinsi Nusa Tenggara Barat, jaraknya lebih kurang 55 km. dapat di jangkau dengan segala jenis kendaraan, termasuk kendaraan jenis bus.

Kompleks Makam Selaparang dikenal juga dengan sebutan Makam Keramat Raja merupakan tempat pemakaman raja­-raja beserta keluarganya dari Kerajaan Selaparang, yaitu kerajaan Islam pertama di Pulau Lombok, akan tetapi tidak ada informasi mengenai siapa raja-raja yang dimakamkan di Kompleks Makam Selaparang ini. Namun ada satu makam yang dikenal sebagai makam Penghulu Gading (Ki Gading) yang menjabat sebagai Perdama Menteri Selapang. Dalam salah satu nisan makam terdapat inskripsi (candrasengkala) yang berbunyi: Laa ilaaha illallah wa Muhammaddur rasulullah maesan gagawean para yuga yang bernilai angka 1142H (1729M). Angka ini dihubungkan dengan raja Selaparang yang meninggal enam tahun sebelumnya (1723M). [sumber]


5. Masjid Kuno Bayan Beleq

Bangunan Peninggalan Sejarah Nusa Tenggara Barat (NTB)
Masjid Kuno Bayan Beleq, Lombok Utara-NTB

Masjid Bayan Beleq adalah sebuah masjid Wetu Telu yang terletak di jalan Labuan lombok, desa Bayan, kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat atau sekitar 80 km dari ibu kota provinsi NTB, yakni Mataram.

Masjid Kuno Bayan Beleq berukuran 9 x 9 meter. Masjid Bayan Beleq terletak di atas sebidang tanah dengan topografi yang tidak rata, bangun intinya terletak pada bagian permukaan tanah yang paling tinggi. Di dekatnya terdapat beberapa buah makam. Menurut riwayat, yang dinamakan di situ adalah para tokoh penyebar ajaran agama Islam di Bayan.

Bentuk denah bangunan masjid bujur sangkar, panjang sisinya 8,90m. Tiang utamanya (saka guru) ada empat buah, terbuat dari kayu nangka, berbentuk bulat (selinder) dengan garis tengah 23 cm, tinggi 4,60m. Keempat tiang itu berasal dari empat desa (dusun).

Pondasi masjid terbuat dari batu kali yang disusun tanpa menggunakan semen ataupun pasir. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu, sedangkan atapnya berasal dari bilah bambu yang disusun berjajar cukup rapi dan eksotis. Saat masuk ke dalam masjid kita akan menemukan lantai masjid yang berasal dari tanah liat keras dan dilapisi oleh anyaman tikar bambu. Semua perpaduan yang amat serasi dari masjid yang terletak di Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Lombok ini memberikan pancaran aura spiritual yang menakjubkan dan sangat patut untuk dikunjungi.

Meski bentuknya sederhana, namun Masjid Bayan Beleq memiliki keistimewaan tersendiri, yakni telah menjadi salah satu situs bersejarah yang ada di Indonesia. Masjid ini berdiri pada abad ke-17, yang berarti usianya telah lebih dari 300 tahun. Kecamatan Bayan memang salah satu gerbang masuknya Islam di Pulau Lombok. Di kecamatan inilah, Islam pertama kali diperkenalkan, dan Masjid Bayan Beleq merupakan masjid pertama yang berdiri di pulau ini.

Bangunan masjid kuno Bayan Beleq terletak di desa Bayan kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Barat. Dinamakan demikian karena berhubungan dengan lokasi keberadaannya, yaitu dusun Bayan Beleq (bahasa Sasak beleq=besar). Secara geografisnya, desa Bayan terletak pada 8 15 LS dan 116 26 BT, dengan ketinggian 278 meterdi atas permukaan laut.

Lokasi jalan bangunan masjid kuno ini tepat di tepi jalan raya.lingkar utara pulau Lombok, mudah di jangkau dengan segala jenis kendaraan Dari kota Mataram, Ibu Kota Propinsi Nusa Tenggara Barat, berjarak 80 km. Kendaraan angkutan umum dari Mataram Jurusan Bayan cukup banyak sehingga mempermudah bagi siapa saja yang hendak berkunjung ke Bayan. Bayan adalah kota kecamatan yang terletak ujung utara pulau Lombok.

Sehari-hari, Masjid Bayan Beleq tidak lagi digunakan oleh masyarakat sekitar. Namun, masjid ini akan kembali ramai pada hari besar agama Islam. Salah satunya pada saat perayaan Maulid Nabi Muhammad. Perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad ini biasanya diadakan selama dua hari. Di saat perayaan, Masjid Bayan Beleq akan dipenuhi oleh pengunjung. Pada perayaan acara ini, para pengunjung yang ingin mengikuti prosesi upacara diwajibkan untuk mengikuti peraturan yang ada, semisal harus menggunakan baju adat Sasak seperti dodot dan sapuk.


6. Masjid Pujut

Bangunan Peninggalan Sejarah Nusa Tenggara Barat (NTB)
Masjid Gunung Pujut, Lombok Tengah-NTB

Masjid Kuno Gunung Pujut adalah sebuah masjid yang terletak di Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara administratif, masjid ini berada di Desa Sengkol, Kecamatan Pujut. Masjid ini didirikan oleh salah satu raja Kerajaan Pujut yaitu Pangeran Sange Pati sekitar tahun 1008 H = tahun saka 1509 = 1587 M, dipimpin para Wali di bawah pimpinan Baginda Raja secara bergotong royong, masjid ini dibangun di puncak gunung pujut karena Kerajaan Pujut ada di atas Gunung Pujut.

Bangunan kuna ini terletak di puncak sebuah puncak sebuah bukit. Oleh maysarakat setempat  bukit itu di sebut Gunung Pujut terletak di Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, lebih kurang 6 km dari Mataram ibukota NTB ke arah selatan.

Posisi bangunan berada pada ketinggian lebih kurang 200 meter diatas permukaan laut.Dari pasar Sengkol berjarak lebih kurang 500 meter. Untuk menjangkaunya, kendaraan hanya dapat sampai di kaki bukit. Selanjutnya, hanya dapat dicapai dengan berjalan kaki mendaki melalui jalan setapak sepanjang lebih kurang lebih 100 meter.

Masjid gunung pujut berukuran 8,6 m x 8,6, ( Sasak : Putaran ) dengan pondasi yang hanya terbuat dari tanah liat dengan tinggi hanya 60 cm dari permukaan tanah. Dindingnya terbuat dari bambu (bedek), atapanya terbuat dari alang-alang. Tiang penyangga utama (saka guru) terdiri dari empat buah, didukung tiang keliling sebanyak 28 buah, yang sekaligus berfungsi sebagai tempat menempelnya dinding (“ bedeq bambu”).

Masjid ini hanya memiliki satu buah pintu yang dipakai untuk akses keluar dan masuk Masjid. Terdapat pula sebuah bedug yang sejak dulu telah digunakan yaitu di dalam masjid. Di dalamnya tampak sebuah mimbar tua yang digunakan khatib saat khutbah.

Meski kini tidak lagi dipakai, bangunan masjid yang berada 1 kilometer sebelah timur Ibu kota Kecamatan Pujut dan 11 Kilometer di sebelah utara Pantai Kuta ini tetap dirawat dan menjadi bagian dari wisata religi serta sejarah yang mengingatkan kepada semua warga bagaimana penyebaran agama Islam zaman dulu.


7. Makam Seriwa

Bangunan Peninggalan Sejarah Nusa Tenggara Barat (NTB)
Makam Seriwa [https://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/]

Dikutip dari cagarbudaya.kemdikbud.go.id, Makam Seriwa disebut juga Kompleks Makam Raja Pejanggik, merupakan kompleks makam khusus untuk raja dan keluarga dari Kerajaan Pejanggik yang berkuasa sekitar abad XVI. Dalam Babad Selaparang disebut salah seorang "datu" Pejanggik bernama Prabu Dewa Kusuma, sedangkan sumber lain menyebut nama Dewa Mas Panji. Apakah tokoh-tokoh tersebut yang dimakamkan di Makam Seriwa? Sumber-sumber lokal menyebutkan bahwa raja-raja Pejanggik sebagian memakai gelar datuk raja, atau Pemban Aji. Di dalam kompleks makam terdapat makam yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat dikenal sebagai makam Pemban Aji, salah seorang Datu Pejanggik.

Situs makam Seriwa terletak di atas sebuah bukit kecil di dusun Seriwa, Desa Pejanggik. Kecamatan praya, kabupaten Lombok Tengah lebih kurang 37 km dari Mataram. Bukit  tempat makam berada di sebut juga bukit Sariwa. Terletak di sebelah jalan yang menghubungkan kota Praya (ibukota kabupaten Lombok Tengah), dengan kota-kota kecamatan lain di bagian selatan Kabupaten Lombok Timur.

Oleh masyarakat setempat, makam ini di kenal sebagai makam Datu pejanggik. System pemakaman di atas bukit merupakan tradisi yang sudah berlangsung sejak zaman Hindu, hingga setelah masuknya agama Islam. Tradisi ini di dasari oleh suatu konsepsi pemikiran bahwa pada tempat-tempat yang tinggi (seperti di puncak bukit) adalah tempat yang suci, dan di situlah tempat bersemayam roh nenek moyang dan para dewa. Dengan memekamkan seorang tokoh pada “tempat yang tinggi” juga dapat di artikan sebagai suatu bentuk kehormatan dari yang masih hidup kepada yang sudah meninggal (nenek moyang).


8. Masjid Qubbatul Islam

Bangunan Peninggalan Sejarah Nusa Tenggara Barat (NTB)
Masjid Qubbatul Islam, Matarm-NTB [Kekunaan]

Masjid Qubbatul Islam terletak di Jalan Ade Irma Suryani, Lingkungan Karang Taliwang, Kelurahan Karang Taliwang, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Masjid ini doibangun pada tahun 1750 saat Karangasem diperintah oleh Raja Anak Agung Gde Ngurah Karangasem.

Raja Anak Agung Gde Ngurah Karangasem sangat memperhatikan kehidupan umat beragama sat itu, termasuk Islam di bawah kekuasaannya. Salah satunya dengan cara membangunkan sebuah masjid yang akan digunakan sebagai tempat peribadatan umat Islam. Maka dibangunlan masjid di Karang Taliwang dengan nama Masjid Qubbatul Islam. Qubbatul Islam bila dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia berarti Kubah Islam. Kubah merupakan atap yang melengkung, yang berfungsi untuk menaungi, sedangkan Islam menunjuk kepada umat yang melakukan shalat di bawah kubah yang menaunginya tersebut.

Masjid ini diperkirakan didirikan pada tahun 1750, namun kemudian direnovasi oleh Belanda atas permintaan Raja Anak Agung Gde Ngurah Karangasem ketika masih berkuasa. Setelah direnovasi, masjid ini terlihat lebih tinggi dari sebelumnya. Jendela-jendelanya pun lebar-lebar. Bangunan utamanya ditopang oleh 4 tiang (soko). Di atas mihrab, atapnya berbentuk kubah, sedangkan bangunan utamanya beratapkan tumpang satu.

Sekarang ini, bangunan masjid tampak semakin luas setelah ditambahi teras di samping kiri, kanan dan di depan pintu utama masjid. Teras-teras tersebut membentuk selasar masjid yang cukup luas.

Masjid Qubbatul Islam ini merupakan masjid lawas yang memiliki sejarah panjang. Umur masjid ini hampir bersamaan dengan berdirinya daerah Karang Taliwang itu sendiri. [sumber]


9. Masjid Sultan Muhammad Salahuddin

Bangunan Peninggalan Sejarah Nusa Tenggara Barat (NTB)
Masjid Sultan Muhammad Salahuddin - Kota Bima, NTB

Masjid Sultan Muhammad Salahadddin terletak di Kampung Sigi, Kelurahan Paruga, Kecamatan Rasanae Barat, Kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Masjid Sultan Muhammad Salahadddin dikenal sebagai Masjid Kesultanan Bima, dibangun pertama kali pada tahun 1770 M oleh Sultan Abdul Kadim Zilullah Fil Alam, sultan ke-VIII. Pembangunan disempurnakan oleh putranya, Sultan Abdul Hamid, yang mengubah bentuk atap rumah ibadah itu menjadi atap bersusun tiga, mirip dengan Masjid Masjid Tradisional di Pulau Jawa. Namun, di masa perang dunia kedua masjid Kesultanan Bima tersebut hancur lebur dibom oleh pasukan Sekutu pada tahun 1943, saat Bima diduduki Jepang. Hanya tersisa mimbar masjid yang selamat dari kehancuran itu. Masjid ini kembali diperbaiki pada tahun 1990 oleh Siti Maryam yang merupakan putri dari Sultan Muhammad Salahuddin.


10. Pura Batu Bolong

Bangunan Peninggalan Sejarah Nusa Tenggara Barat (NTB)
Pura Batu Bolong, Lombok Barat-NTB

Pura Batu Bolong merupakan sebuah pura kecil yang terletak di area Pantai Sengigi, Jl. Raya Senggigi, Batu Layar, Mataram, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat – Indonesia. Di Pura Batu Bolong pengunjung tidak hanya bisa beribadah, namun juga bisa menyalurkan hoby fotografi. Pura ini sangat indah dikunjungi pada saat sunset. Keindahan terlihat saat matahari melebur dengan alam, laut yang disapuh warna matahari keemasan.

Saat malam tiba, bintang-bintang memayungi Pura Batu Bolong dan deburan ombak Pantai Senggigi semakin keras terdengar. Kawasan Pura Batu Bolong Mataram ini cukup ramai. Banyak pedagang souvenir, makann dan minuman yang siap menjamu pengunjung kala lapar dan haus datang.

Pura Batubolong berlokasi di Jalan Raya Senggigi kurang lebih 13 Km dari Kota Mataram dan dibangun diperkirakan pada pertengahan abad ke‑XV oleh Danghyang Nirartha. Beliau datang ke Lombok untuk kedua kalinya pada tahun 1533 Masehi menggunakan Perahu Layar milik seorang Nelayan Suku Sasak‑Lombok yang terdampar di Pantai Ponjok Batu Desa itulah perbatasan antara Kabupaten Beleleng dan Karangasem‑Bali.


11. Pura Lingsar

Bangunan Peninggalan Sejarah Nusa Tenggara Barat (NTB)
Pura Lingsar, Lombok Barat - NTB

Kompleks Pura dan Kemaliq Lingsar merupakan kompleks taman yang besar dengan bangunan pura di dalamnya. Bangunan Pura sendiri tidak begitu besar tetapi mempunyai beberapa keistimewaan. Pura ini terdiri atas tiga kompleks, yaitu Kompleks Pura Lingsar (Pura Gaduh), Kompleks Kemaliq, dan Kompleks Pesiraman. Alamat : Desa Lingsar, Narmada, Lingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat – Indonesia


12. Pura Mayura

Bangunan Peninggalan Sejarah Nusa Tenggara Barat (NTB)
Pura Mayura, Mataram - NTB

Pura Taman Mayura terletak di dekat komplek bisnis dan pertokoan di daerah Cakranegara, Mataram. Tepatnya di Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat – Indonesia.

Anda bisa mengunjungi Pura Taman Mayura ini dengan kendaraan pribadi atau umum. Perjalanan ke pura ini hanya sekitar 15 menit dari pusat kota. Jika Anda menggunakan kendaraan pribadi, Anda bisa mencapai perempatan Cakranegara terlebuh dahulu. Dari perempatan tersebut, Pura Taman Mayura hanya berjarak 500 Meter. Jika Anda memilih menggunakan angkutan umum, naiklah angkutan yang berwarna kuning yang menuju ke arah Timur. Anda bisa berpesan kepada sopir atau kernet untuk menurunkan Anda di Pura Taman Mayura. Biaya angkutan tersebut hanya sekitar Rp. 5.000 per orang.

Pura Mayura dibangun oleh Raja A.A. Made Karangasem sekitar tahun 1744, ketika kerajaan Bali masih berkuasa di Pulau Lombok. Nama Mayura diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti “burung merak”.

Pura Mayura saksi bisu kejayaan 3 kerajaan. Di pura yang dibangun pada area seluas 2 hektar ini, pengunjung bisa melihat kekuasaan Kerajaan Karangsem, Kerajaan Mataram dan Kerajaan Singasari di Lombok. Yang unik di area Pura Mayura ini terdapat sebuah bale yang dibangun terapung. Bale Kambang atau yang juga dikenal dengan sebutan Rat Kerte ini dikelilingi kolam. Sinar matahari yang memantul di atas kolam tersebut menambah indah suasana di sekitar Bale. Kesan asri juga nampak di pura ini dengan keberadaan taman-taman yang tertata rapi dengan pohon-pohon manggis yang mengelilinginya. Biasanya guide akan mengijinkan pengunjung untuk memetik buah manggis di sini.


13. Pura Meru Cakranegara

Bangunan Peninggalan Sejarah Nusa Tenggara Barat (NTB)
Pura Meru Cakranegara, Mataram - NTB

Pura Meru merupakan sebuah pura yang ada di kawasan Cakranegara, Kota Mataram, tepatnya beralamat di Jalan Selaparang, Cakranegara, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat – Indonesia. Dibangun tahun 1720, kompleks Pura luas ini memiliki banyak tempat suci bertingkat dari kayu jati.

Pura Meru merupakan pura terbesar di lombok Barat. Pura Meru didirikan untuk mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil di pulau lombok pada masa lalu dan sampai sekarang pun masih difungsikan untuk mempersatukan pemeluk agama Hindu di Pulau Lombok. Pura ini diperkirakan dibangun pada masa berkuasanya Kerajaan Karangasem di Pulau Lombok kira-kira abad 18 Masehi.

Jika berkunjung ke bangunana religi bersejarah ini selain melihat megahnya bagunan pura, di Pura Meru Cakranegara ini pengunjung juga akan menemui Sekepat (semacam gazebo dengan empat tiang) yang biasanya digunakan oleh tetua adat dalam memimpin upacara. Serta Sake Ulu (gazebo dengan delapan tiang) yang biasa digunakan sebagai tempat sesajen dan banten dalam setiap ritual. Di bagian tengah pengunjung bisa menemui Madya Mandala, dengan gazebo dua tingkat yang biasanya dipakai untuk bernegosiasi.

Tepat di depan pura ini, pengunjung bisa menemui Nista Mandala. Yaitu sebuah halaman kosong. Tempat ini biasa digunakan untuk menggelar berbagai kesenian dalam upacara-upacara tertentu. Setelah puas berkeliling dan menjelajah area dalam Pura Meru Mataram ini, pengunjung bisa mampir toko-toko cinderamata yang berada di kawasan Pasar Cakranegara. Letaknya di sebelah Barat Pura Meru.

Terletak di wilayah cakranegara timur, kecamatan cakranegara, kotamadya mataram. Letaknya bersebrangan jalan dengan kompleks taman mayura, karena antara keduanya merupakan satu kesatuan di dalam konsepsi tata letak pusat  pemerintahan kerajaan kerajaan cakranegara pada waktu itu. Pura meru terletak di sebelah jalan sedangkan taman mayura di sebalah utara jalan. Antara keduanya mempunyai keterkaitan fungsi serta hubungan historis. Dari mataram hanya 2 km.


14. Pura Suranadi

Bangunan Peninggalan Sejarah Nusa Tenggara Barat (NTB)
Pura Suranadi, Lombok Barat - NTB

Pura suranadi merupakan kuil dan situs spiritual Bali yang berlokasi di Jalan Raya Suranadi - Sesaot, Selat, Narmada, Suranadi, Lombok Barat, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.

Pura Suranadi memiliki karakteristik yaitu lima pancuran suci. Kelima pancuran ini bersumber dari gunung Rinjani. Pura ini memiliki julukan “Pura Panca Tirta”. Kelima pancuran suci ini dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit, yang dalam bahasa Sasak disebut “Ngentas Male”.

Masyarakat Hindu percaya bahwa setelah berdoa, kemudian menyucikan diri dengan air dari kelima pancuran tersebut, maka mereka akan mendapatkan kehidupan yang baru atau “Suranadi”. Empat dari lima pancuran tercipta bahwa pancuran yang pertama disebut “air suci pembersih”, pancuran yang kedua disebut “air suci pengentas”., pancuran yang ketiga disebut “air suci pelukatan”, dan pancuran yang keempat disebut “air suci petirta”.


15. Taman Narmada

Bangunan Peninggalan Sejarah Nusa Tenggara Barat (NTB)
Taman Narmada, Lombok Barat - NTB

Taman Narmada terletak di Desa Lembuak, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat atau sekitar 10 kilometer sebelah timur Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Taman yang luasnya sekitar 2 ha(hektar are) ini dibangun pada tahun 1727 oleh Raja Mataram Lombok, Anak Agung Ngurah Karang Asem, sebagai tempat upacara Pakelem yang diselenggarakan setiap purnama kelima tahun Caka(Oktober-November). Selain tempat upacara, Taman Narmada juga digunakan sebagai tempat peristirahatan keluarga raja pada saat musim kemarau.

Taman Narmada adalah salah satu tempat berlibur favorit yang bisa anda kunjungi. Di bagian bawah dari Taman Narmada terdapat tiga kolam yang yang mendapat air dari sumber mata air jernih dan wujudnya seperti danau yang indah.

Di Taman yang asri ini beragam kegiatan bisa diakukan, seperti bersantai menikmati kegiatan taman sembari menghirup udara segar, berkunjung ke Pura Kelasa Mataram dengan menaiki puluhan anak tangga, mengunjungi Balai Loji, Balai Teran, Telaga Padmawangi, dan Hakaman Bencingah. Bahkan pengunjung bisa melakukan aktivitas outbond seperti flying fox.

Taman ini terletak di desa lembuak, kecamatan narmada kabupaten daerah tingkat II Lombok barat. Berjarak lebih kurang 12 km dari pusat kota mataram . Ibu kota profinsi nusa tenggara barat , terletak pada ketinggian lebih kurang 127 meter diatas permukaan laut. Kompleks taman ini berada ditepi jalan raya yang menghubungkan kota mataram dengan kota-kota yang lain dipulau Lombok bagian timur. Dari mataram lebih kurang 11 km.

Kompleks taman narmada secara keseluruhan merupakan peninggalan dari kerajaan karangasem sasak (di Lombok) atau yang kemudian berganti nama menjadi Cakranegara

Kompleks bangunan yang bersifat profane, fungsinya sebagai’’taman raja’’. Kelompok bangunan tersebut tidak di fungsikan lagi bersama dengan berakhirnya kekuasaan kerajaan Cakranegara (1894) saat masuknya kukuasaan colonial bekanda. Kelompok bangunan ini dapat di katagorikan sebagai ‘’dead monument’’ maksudnya sudah tidak dimanfaatkan sebagaimana fungsinya semula. Kelompok bangunan yang bersifat sakrar, hingga kini masih di gunakan sebagai tempat sarana kegiatan ritual keagamaan (Hindu), oleh karna itu kelompok bangunan sacral ini tergolong ‘’living monument’’ atau monument ‘’ yang masih hidup’’, artinya masih dimanfaatkan sebagaimana fungsinya semula. [Sumber]