Bangunan Peninggalan Bersejarah Di Provinsi Papua Barat

Papua Barat (disingkat Pabar) adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di ujung barat Pulau Papua. Ibu kotanya adalah Manokwari. Nama provinsi ini sebelumnya adalah Irian Jaya Barat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tanggal 18 April 2007, nama provinsi ini diubah menjadi Papua Barat. Papua Barat dan Papua merupakan provinsi yang memperoleh status otonomi khusus. Provinsi Papua Barat, meski telah menjadi provinsi tersendiri, tetap mendapat perlakuan khusus sebagaimana provinsi induknya.

Sejarah Papua Barat yang secara umum masuk dalam wilayah Papua atau yang dahulu dikenal dengan nama Irian Jaya sebelum kemerdekaan Indonesia kurang dibahas dalam buku-buku sejarah nasional untuk sekolah dasar sampai menengah, sehingga banyak yang tidak mengetahuinya.

Pada masa kerajaan di wilayah Nusantara, Pemerintah Kerajaan Sriwijaya tercatat pernah mengirimkan burung-burung asli Papua yang waktu itu disebut Janggi kepada Pemerintah Kerajaan China.

Dari beberapa nama masa lalu yang diberikan untuk Papua ini, tampak jelas bahwa sejak daerah ini di kenal sejarah, sudah ada hubungan yang amat erat antara wilayah ini dengan wilayah-wilayah lain di Nusantara saat itu.

Nama lain dari Papua pada masa lalu adalah “Samudranta“, yang menunjukkan bahwa daerah Papua telah di kenal oleh masyarakat pemakai bahasa Sansekerta yang bermukim di wilayah kepulauan Indonesia, baik dalam pengertian geo-politik maupun sosial ekonomi.

Syiar Islam di negeri Mutiara Hitam mulanya tersebar di wilayah Papua Barat. Masyarakat di sana meyakini, Islam lebih dahulu tersebar dibandingkan agama lain. Hal ini berdasarkan informasi dari pendahulu mereka dan juga bukti sejarah yang men- jadi peninggalan berharga.

Bukti penyebaran Islam di tanah Papua adalah berdirinya masjid bersejarah. Terdapat tiga masjid bersejarah di sana.

Daftar isi:

  1. Kota Tua Pulau Doom
  2. Masjid Abubakar Sidik
  3. Masjid Hidayatullah Saonek
  4. Masjid Tua Patimburak (Masjid Al-Yasin)
  5. Pulau Mansinam
  6. Situs Purbakala Kokas/Tapurarang
  7. Teluk Doreri


1. Kota Tua Pulau Doom

Bangunan Peninggalan Bersejarah Di Provinsi Papua Barat

Pulau Dum atau Doom adalah salah satu pulau dekat Sorong, Papua Barat. Dalam bahasa penduduk setempat, Suku Malamooi, "dum" berarti pulau yang ditumbuhi oleh banyak pohon buah. Pulau ini memiliki riwayat perjalanan sejarah yang panjang dalam peradaban manusia modern sejak lama dan telah masuk dalam peta Kolonial Belanda pada abad ke-19. Pulau ini termasuk sebagai wisata sejarah di kawasan Papua dan memiliki pesona alam yang sangat indah.

Jejak peninggalan sejarah dari Kolonial Belanda dan Tentara Jepang pun masih bisa kita lihat di Pulau Doom ini. Pulau Doom di Papua Barat menjadi titik masuk penjajah Belanda sebelum menguasai Papua. Bangunan hingga tata kotanya pun terlihat penuh nuansa Negeri Kincir Angin. Namun sayang, jejak kolonial itu mulai perlahan hilang.

Pulau Doom disebut juga sebagai Pulau Mutiara, Pulau Dum, atau Pulau Bintang. Pulau Doom disebut sebagai Kota Tua yang ada di Sorong, Papua Barat, karena di sinilah Belanda pertama kali mendirikan pusat pemerintahan dan membangun kantor-kantor.

Secara administratif, Pulau Doom merupakan bagian dari Kota Sorong, Kecamatan atau Distrik Sorong Kepulauan. Hanya membutuhkan 15 menit perjalanan dengan perahu nelayan untuk mencapainya dari pelabuhan Sorong. Pulaunya sendiri tampak dari pelabuhan, karena jaraknya tiga kilometer saja.

2. Masjid Abubakar Sidik

Masjid Abubakar Sidik terletak di Kampung Rumbati, Distrik Furwagi, Fakfak, Papua Barat. Masjid ini berdiri pada 1524. Memiliki luas tanah 900 meter persegi dan luas bangunan 400 meter persegi. Lebih dari 2.000 jamaah mampu ditampung di masjid ini.

Masjid  ini masih memiliki model yang sederhana. Warna biru muda dan putih menghiasi bangunan tersebut. Terdapat dua tingkat dengan beratap seng. Bangunan di tingkat kedua hanya menutupi setengah bangunan. Luasnya lebih kecil daripada bangunan di bawahnya. Masjid ini terletak di pinggir pantai dengan fondasi batu yang tinggi.

3. Masjid Hidayatullah Saonek

Bangunan Peninggalan Bersejarah Di Provinsi Papua Barat

Masjid HIDAYATULLAH SAONEK terletak di Jl. Hi. Rafana. Kampung saonek, distrik Waigeo Selatan kab.raja ampat, Papua Barat. Masjid ini dibangun pada 1505. Ketika itu, Islam disebarkan oleh imam besar Habib Rafana yang kini diabadikan sebagai nama jalan menuju masjid tersebut. Makamnya terletak di atas bukit Pulau Saonek, Raja Ampat. Dia dikuburkan bersama istri-istrinya dan kucing peliharaan kesayangannya.

Memiliki luas tanah 12.588 meter persegi. Luas bangunan mencapai 1.512 meter persegi. Masjid ini dapat menampung 200 jamaah.

Ciri khas masjid ini adalah terdapat empat tiang kuning penyangga di dalam masjid. Masjid ini memiliki satu kubah besar yang didominasi warna putih dan kubah kecil yang berada di sekitarnya berwarna hijau.

4. Masjid Tua Patimburak (Masjid Al-Yasin)

Bangunan Peninggalan Bersejarah Di Provinsi Papua Barat

Masjid Tua Patimburak adalah sebuah masjid tua bersejarah yang terletak di Distrik Kokas, Fakfak, Papua Barat. Masjid ini merupakan salah satu peninggalan sejarah Islam di Papua dan menjadi salah satu pusat agama Islam di Kabupaten Fakfak. Beberapa literatur sejarah Papua menyebutkan bahwa di tempat inilah awal pertama peradaban Papua dimulai dengan masuknya Islam di Fakfak dengan dibangunnya masjid ini. Manuskrip-manuskrip kuno di Jazirah Onin (Ptimunin - Fakfak) menyebutkan bahwa agama Islam masuk di Fakfak pada tahun 1606 melalui proses penyebarluasan kekuasaan Sultan Bacan dari Tidore, hingga pengaruhnya tersebut maka tokoh-tokoh masyarakat di Fakfak langsung memeluk agama Islam. Meskipun saat itu kondisi masyarakat pedalaman masih menganut kepercayaan animisme, tetapi khususnya rakyat pesisir Fakfak sudah menganut agama Islam.

Menurut catatan sejarah, masjid ini telah berdiri lebih dari 100 tahun yang lalu, bahkan merupakan masjid tertua di Kabupaten Fakfak. Bangunan yang masih berdiri kokoh dan berfungsi hingga saat ini dibangun pada tahun 1870, seorang imam bernama Abuhari Kilian.

Pada masa penjajahan, masjid ini bahkan pernah diterjang bom tentara Jepang. Hingga kini, kejadian tersebut menyisakan lubang bekas peluru di pilar masjid.

Menurut Musa Heremba, imam Masjid Tua Patimburak, penyebaran Islam di Kokas tak lepas dari pengaruh Kekuasaan Sultan Tidore di wilayah Papua. Pada abad XV, Kesultanan Tidore mulai mengenal Islam. Sultan Ciliaci adalah sultan pertama yang memeluk agama Islam. Sejak itulah sedikit demi sedikit agama Islam mulai berkembang di daerah kekuasaan Kesultanan Tidore termasuk Kokas.

Masjid Tua Patimburak dapat dicapai dengan menempuh perjalanan darat dari Fakfak ke Kokas selama kurang lebih 2 jam. Tersedia angkutan luar kota dari terminal kota Fakfak. Tiba di kota Kokas, perjalanan menuju Kampung Patimburak harus dilanjutkan menggunakan longboat sewaan selama 1 jam. Jika menggunakan long boat, pengunjung yang ingin menuju masjid bisa menikmati keindahan pulau-pulau karang yang masih perawan di sepanjang perjalanan.

Menurut catatan sejarah, masjid ini merupakan masjid tertua di Fakfak. Selama keberadaannya, masjid ini pernah beberapa kali direnovasi. Namun, bentuk aslinya tetap dipertahankan, seperti empat pilar penyangga yang terdapat di dalam masjid dan lubang bekas peluru tentara Jepang.

5. Pulau Mansinam

Bangunan Peninggalan Bersejarah Di Provinsi Papua Barat

Mansinam adalah pulau pariwisata religi umat Kristen Protestan. Pulau ini merupakan bagian dari wilayah Papua Barat. Letaknya sekitar 6 Kilometer dari Manokwari. Untuk mencapai pulau ini hanya membutuhkan waktu 10 sampai 15 menit menggunakan kapal mesin.

Setiap tahun pada tanggal 5 Februari, ribuan orang dari penjuru Papua datang ke tempat ini untuk mengadakan perayaan memperingati kedatangan Ottow dan Geissler. Dua orang berkebangsaan Jerman ini tiba di Pulau Mansinam dengan membawa misi penyebaran injil. Namun saat itu, suku yang mendiami Pulau Mansinam bersikap tertutup terhadap orang asing yang datang. Ottow dan Gaissler tidak menyerah. Mereka terus berjuang untuk menyebarkan agama Kristen kepada Suku Numfor, yakni suku yang saat itu mendiami Pulau Mansinam.

Suatu ketika, Gaissler sakit hingga membuatnya harus meninggalkan Pulau Mansinam Gaissler memilih ke Ternate untuk memulihkan keadaannya. Sementara, Ottow tetap tinggal di Pulau Mansinam.

Pada tanggal 12 Januari 1856, Gaissler kembali ke Tanah Papua, ke Pulau Mansinam. Mereka berdua bahu membahu untuk meneruskan misi menyebarkan Agama Kristen. Gaissler yang memiliki keterampilan sebagai tukang kayu mengajarkan Suku Numfor cara membuat rumah. Sedangkan Ottow memiliki kemampuan menenun yang baik. Kemampuan menenunnya ia sebarkan di Mansinam hingga Suku Numfor mengenal pakaian lalu mulai meninggalkan cawat maupun koteka. Keterampilan yang diajarkan Ottow dan Gaissler pun menyebar ke Biak, Nabire, Wasior, dan daerah Papua lainnya.

Tidak hanya itu, mereka juga mempelajari bahasa lokal suku setempat kemudian menerjemahkan doa-doa ke dalam bahasa lokal tersebut. Dua rasul bagi Papua ini juga mengajarkan Suku Numfor di Pulau Mansinam membaca dan menulis. Awalnya suku numfor sangat sulit untuk sekadar memegang pensil. Namun, kegigihan suku numfor yang didampingi dengan kesabaran Ottow dan Geissler untuk bisa keluar dari kegelapan membuat mereka bisa membaca dan menulis. Kemudian untuk mempermudah sosialisasi ajaran Kristen, Ottow dan Geissler melakukan penerjemahan injil ke dalam bahasa Melayu. Hal ini pun akhirnya menyebar ke daerah Papua lainnya. Inilah yang menjadi cikal bakal masyarakat Papua lainnya mengenal ilmu pengetahuan.

Sekitar beberapa kilometer sebelum berlabuh di Pulau Mansinam, dapat terlihat semacam tugu berbentuk salib. Itu lah sebuah prasasti yang diperuntukan bagi jasa Ottow dan Geissler. Pada bagian bawah prasasti tertulis, Soli deo Gloria De Eerste Zendelingen van Nederlandsch Nieuw Guinee C.W. Ottow En J.G. Geissler Zyn Hier Geland op 5-2-1855 (zending pertama untuk Papua Ottow-Geissler tiba di sini 5 Februari 1855).

6. Situs Purbakala Kokas/Tapurarang

Bangunan Peninggalan Bersejarah Di Provinsi Papua Barat

Situs Purbakala Kokas adalah situs purbakala yang terletak di Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak Papua Barat. Di tempat ini ditemukan berbagai cap tangan berwarna merah yang terlukis pada dinding-dinding batu di tebing dan gua yang terletak di pinggir laut. Objek wisata arkeologi ini dikenal sebagai situs purbakala Kokas atau oleh masyarakat setempat biasa disebut dengan nama Tapurarang. Karena warna merah pada lukisan cap tangan di tebing tersebut menyerupai warna darah manusia, masyarakat setempat juga sering menyebut Tapurarang sebagai lukisan cap tangan darah.

Cap-cap tangan yang ditemukan di Kokas memiliki kemiripan dengan beberapa lukisan dinding seperti yang terdapat di Sangkulirang (Kutai Timur, Kalimantan Timur) atau di Gua Leangleang (Maros, Sulawesi Selatan). Di Distrik Kokas, Tapurarang yang merupakan kekayaan peninggalan zaman pra sejarah ini bisa dijumpai di beberapa tempat antara lain di Andamata, Fior, Forir, Darembang, dan Goras.

Situs Tapurarang merupakan Tempat Wisata berupa objek lukisan berupa telapak tangan, mata, telapak kaki, lumba lumba, cicak, tumbuhan, daun, wajah manusia, hingga bumerang. Lukisannya terlihat biasa saja, namun cukup menggambarkan manusia dan kesehariannya. Tekhnik lukisannya pun unik. Objek objek tersebut dibuat seperti disembur. Tintanya berwarna merah dan kuning.

7. Teluk Doreri

Teluk Doreri dikenal karena indahnya biota-biota laut yang hidup, objek wisata di Papua Barat ini juga menjadi tujuan diving karena terdapat titik selam untuk mengamati lebih dekat sisa-sisa dari kapal Perang Dunia Kedua yang karam di tempat ini.

Teluk Doreri berisikan bangkai kapal, merupakan salah satu situs terbaik untuk jenis bangkai kapal di Indonesia. Pada Teluk Doreri Terdapat 3 pulau kecil yaitu Pulau Mansinam, Pulau Lemon, dan Pulau Raimuti di dekat Pantai Arfai, yang masih memiliki koleksi terumbu karang unik dan indah.